PART#1
PART#2
Malam mendekam suara sepi menemani, kiri
kanan tontonan kemajuan globalisasi. Oh... zaman edan pemuda jatuh cinta tempat
pelampiasan nafsu. Kesepian melanda sukma rasa terpendam paras ciptaan Tuhan.
Tapi harus diakui kecantikannya membuat kagum mata memandang.
Tahun 2013 silam. Tepat di gubuk Orang
Pinggiran, jenuh terpikat pada sosok Ani. Ani adalah perempuan yang membuat
laki-laki sepertu Jamin terpikat. Babak baru memikat rasa sepasang sejoli itu.
Alkisah masih berlanjut. "Karenamu
kuat semangatku membara", ucap Jamin di kemudian hari pada sahabatnya
Aziz. Tapi Ani adalah alasan kenapa Zamin terpuruk meradang membisu.
Kedekatan mereka menumbuhkan benih-benih
yang bergelora. "Entah dengan kata apa harus dimulai", ucap Jamin
dalam bahasa hati. Zamin sekarang kuliah di sebuah kota Keresahan. Kampusnya
memiliki jumlah mahasiswa terbanyak di Perguruan Tinggi Swasta Tanah Karaeng.
Kampus Timur dijuluki mahasiswa.
Memang benar, bila "ada gula maka
ada semut". Itulah bahasa sering terucap.
Karena Ani adalah perempuan yang merubah
banyak gaya hidup Jamin. Tapi Ani belum membuka diri kepada lelaki. Karena
trauma masa lalu yang menggila. Sehingga Ani sering termenung sepi ketika duduk
menyendiri.
"Inikah hidup?" Keluh Ani
dalam buku hariannya.
Seolah Tuhan tidak berpihak menentukan
hidup bahagia bidadari yang diceritakan setiap dongeng. Keluh Ani sepertu tidak
percayanya Kiran dalam novel Tuhan Izinkan Aku jadi Pelacur karangan Muhidin M.
Dahlan.
Semakin Jamin berusaha mendekatkan diri,
Ani pun memberi dan membuka sinyal akan terima cinta bila Jamin mengungkapkan.
Keberanian Jamin dengan sedikit malu,
menyatakan empat mata akan cintanya ke Ani di Gubuk Tua.
Ani..."Bolehkah kejujuran terucap
bila mulut terasa berat?" Sambil menatap wajah Ani dengan keseriusan.
"Apa maksudmu Min?" Bertanya Ani ke Jamin dengan suara kaget.
Sebenarnya, rasa ini tidak lagi
dibendung semenjak pertama bertemu. "Dua bola mata itu ibarat kelopak
Melati Putih, raut parasmu seperti Arnelis yang diceritakan Mas Pram.
Makassar
Minggu, 20 Agustus 2017
By: Djik22
... ¤ ¤ ¤ ...
PART#2
Bukan hanya itu kata-kata Jamin, ia
melanjutkan cerita sambil menghelai nafas panjangnya. "Uraian rambutmu
untaian zamrud, harum wangimu bak kasturi". Jamin terhenti sejenak, karena
tatapan mata Ani yang tulus dan memerhatikan mimik wajah kejujuran.
Ani... Bolehkah melanjutkan ceritanya?
Boleh Min. Lanjutkan saja,
"ternyata kamu orangnya suka merayu ya!!!". Ucap Ani sambil cubit
pahanya Jamin.
Kesederhanaanmu alasan aku merasa sepi,
bila tidak berada di sampingmu. Sederhana, jujur, dan bijaksana pada dirimu
sulit ditemukan. Apalagi anak zaman kekinian yang mengandalkan kemolekan
tubuhnya. "Mereka lupa, kalau sebagai pemuda punya tanggung jawab besar
memajukan negerinya". Apa tugas kita kita sebagai kaum muda? Kalau selalu
menjauhkan diri dari lingkaran kecil yang bicara tentang nasionalisme,
toleransi, gotong-toyong untuk mencapai masyarakat adil makmur.
Wow... Min... Kamu seperti kaum muda
yang punya semangat seperti Tan Malaka. Yang tidak mau tunduk kepada sistem
dengan kepala ke bawah, tapi... "Ani memilih kata yang tepat melanjutkan
pembicaraannya".
Jujur Min, aku mengagumi dirimu,
"ternyata dalam dirimu kutemukan arti penting tugas kaum muda". Ah...
hahaha... "Ani kamu bisa saja!!!"
Min, dongengin aku tentang anak anak
kecil digilas sejarah Orde Baru. Hahaha... "Tertawa Jamin seolah Ani
ibarat anak kecil yang dininabobokan oleh ibunya.
Aku bukan laki-laki hebat yang
berimajinasi setinggi langit. Ceritaku bukan tentang kau dan aku, tapi tentang
kita. Aku bukan seorang ustat yang memperkuat argumennya dengan Ayat-ayat suci
demi meyakinkan pendengar dalam ceramahnya.
Tapi... tapi... "Tapi apa
Min?"
"Aku ingin sebagai mahasiswa yang
berpikir kritis. Adil dalam bertutur kata untuk hajat orang banyak".
Seperti apa "berpikir kritis Min kalau suara kebenaran dibungkam".
Maksudmu Ani?
Tiba-tiba hujan deras menerpa membasahi
tubuh. Jamin mengajak Ani berteduh sambil menggandeng tangan kirinya Ani.
Berteduh di pos polisi sebuah jalan perempatan. Hujan semakin deras membasahi
tanah tandus kering penuh debu dimana-mana. Bangunan megah, kendaraan mewah,
sepeda motor terlihat hilang kumannya debu. Lantaran hujan membawa berkah.
Ketika itu, waktu menunjukan jam 10:30 WITA.
Pembumngkaman, intimidasi, dan kekerasan
terhadap kawan-kawan mahasiswa terjadi dimana-mana. Seolah pendidikan tidak
lagi menyediakan tempat untuk memanusiakan manusia. Curahan Ani atas ketimpangan
yang terjadi di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta
(PTS). “Mau dibawa kemana Sistem Pendidikan Nasional kita?”
Wacana itu, mulai membuat tegang urat
saraf Jamin dan Ani. “Jangan-jangan pendidikan pendidikan dijadikan lahan bisnis
!!!”. Serentak mengucapkan dengan seksama.
Kabut dingin memancing kehangatan badan
yang kedinginan. Kota dibanjiri air
hujan yang tiada henti sudah dua jam lebih mengguyur.
“Apa dampak bila pendidikan gaya bank
yang diterapkan?” Tanya Jamin ke Ani memancing diskusi.
Makassar
Senin, 21 Agustus 2017
By: Djik22
Komentar