Indonesia adalah negara
yang terdiri dari ragam perbedaan. Baik suku, ras agama, budaya, dan corak
berpikir. Inilah bagian kekhasan dari bangsa ini. Dengan kekhasan tersebut,
maka tak heran bangsa Indonesia dikenal dengan kemajemukan dan menjujung tinggi
perbedaan. Sebab perbedaan adalah varian dari semangat menuju persatuan.
Belum lagi
menerobos batas wilayah yang terdiri dari beberapa provinsi. Perlu kita
menelisik lebih jauh lagi tentang bagaimana membangun tatanan bangsa. Supaya
mampu keluar dari zona ketertinggalan.
Ternyata,
ketertinggalan adalah salah satu masalah dari apa yang dirasakan setelah
revolusi Indonesia didengungkan. Walau merdeka secara pengakuan sudah memhudata
sampai ke telinga anak cucu. Tapi pertanyaan besar yang harus dijawab, Kenapa
merdeka secara praktik/ penerapan jauh panggang dari api?
Ketika secara
penerapan dalam kehidupan berbangsa mulai melenceng dengan dasar negara, maka
harus kembali mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang telah diletakan oleh para
pendiri bangsa. Ada pun poin yang dimaksud, yaitu menerapkan nilai Pancasila
dalam kehidupan. Baik di bidang ekonomi, politik, budaya, pendidikan, dan
lain-lain.
Di bagian ini,
kita melihat pada peran pemuda. Bukan hanya menuntut peran pemuda, tapi
bagaimana merawat, menjaga, dan membuka ruang untuk pemuda dalam mengembangkan
potensi dan bakat yang dimiliki.
Apalagi pemuda
di provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Flores Timur, Kecamatan Adonara
Tengah. Banyak yang memiliki potensi yang luar biasa, tapi belum ada wadah/
tempat untuk menampung mereka (baca pemuda).
Setelah duduk
silahturahmi dari sore sampai malam dengan pemuda di Desa Nubalema usai lebaran
Idul Fitri 1439 H. Banyak dari mereka yang tersenyum dan penuh semangat
menceritakan polemik yang mereka hadapi.
Untuk meretas
beberapa polemik di tubuh pemuda. Maka ada solusi yang berlian ditawarkan.
Sehingga pemuda mampu mengambil bagian dan dibuka ruang demi menyokong kemajuan
di tingkatan desa. Pertama, pemuda ditampung dalam satu komunitas berupa seni
dan sastra. Karena banyak pemuda memiliki bagian tersebut, tapi belum disaring
begitu selektif.
Kedua, pemuda mampu
diberikan kesadaran dengan bahasa hati. Bukan dengan didikan kekerasan, sebab
kekerasan akan melemahkan mental dan psikologi mereka.
Ketiga, pemuda tiap
desa harus saling berkumpul dengan kegiatan yang mengasah kemampuan. Bukan
'tiba masa tiba akal' menggiring pemuda masuk dalam ranah politik kerdil.
Karena pemuda harus diberi pemahan dan kesadaran yang total. Bukan
dininabobokan dengan janji tanpa bukti.
Keempat, pemuda harus
saling bersaing dengan sehat. Karena dengan bersaing sehat, pemuda mampu
monorehkan marwah desa dan keluarga. Belum lagi mengharumkan nama kecamatan dan
kabupaten.
Sudah saatnya, pemuda dijadikan 'sahabat perubahan'. Pemuda harus
punya jiwa besar atas dasar semangat 'gemohing' (gotong-royong). Karena dengan
pola 'gemohing', pemuda bersinergis dengan pemerintah desa, tokoh adat, dan
tokoh agama. Inilah elemen penting yang merawat pemuda. Jangan lagi salahkan
pemuda, tapi belajarlah dengan mereka. Maka pengelaman dan pengetahuan
menggaung membuka mata.
Papilawe
Jumat, 15 Juni 2018
By: Djik22
Komentar