Langsung ke konten utama

P u i s i R a s a

Pada sebuah senja yang menyapa, wanita berselimut surban menycoret kisah. Ia melarutkan diri dengan rasa pada setiap ingatan tentang kejadian yang telah lewat. Pada setiap cerita yang tak bisa terulang. Dengan sabar, ia meminta segala restu yang datang dari setiap penjuru. Sambil ditemani semesta mengajaknya berpindah ke malam menemui mimpi. Dan, pada penggalan kesempatan, buih kata-kata tumbuh dari nurani terdalam. Ia kembali bertanya dalam hati tentang 'Persinggahan' dua anak manusa yang sedang diuji oleh jarak.

"Apakah kau jadi ayah untuk anak-anakmu? Pantaskah raga yang masih penuh kurang menjadi ibu dan makmun setiap sujud-rukuk menderu?"

/PR/1 | P e r s i n g g a h a n

Kita sering kali dibalut luka
Nyatanya kita tak pernah bosan bersua
Kita sering kali dirundung curiga
Tapi, selalu saja dibubuhi alasan tenangkan jiwa

Bukan sebatas alasan
Bukan sebatas memperindah perkataan
Tapi, kata-kata itu datang dari nurani
Yang tersedia di meja rindu untuk kutemui

Ialah persinggahan
Kita mendekatkan perasaan
Ialah kepercayaan
Kita bertahan sampai sejauh ini

Untukmu
Yang masih bermukim bersama cinta
Dengan jujur kukatakan padamu
Kalau "Aku tetap menjaga rasa penuh rahasia"

Tenangkan dirimu di situ
Biar aku di sini tak sering gelisah
Bisikan aku ocehan paling syahdu
Agar aku tak berpikir buruk secuil benang rapuh

Dengan adanya persinggahan
Kita terus memupuk kebaikan
Dengan ragam pertemuan
Kita saling menebar kebahagiaan

Maka, setialah
Dengan bahasa awalmu
Biar kelak jadi ayah
Untuk anak-anakmu

Aku sedari awal
Sudah siap tanpa ada jengkel
Kalau akan menjadi ibu
Dan, makmun setiap sujud-rukuk menderu

Makassar, 30819 | Djafar Doel AH


Di sepi yang paling pilu, dua jiwa yang coba menyatukan rasa. Dua rasa yang menahan gejolak rindu. Hingga harus ikhlas pada temu yang datang terlalu lama. Kegelisan sering kali menghampiri. Emosi menguak tanpa ada malu. Sampai, melampiaskan segalanya dengan tabah. Berharap ada jeda yang paling tepat, biar tetap saling memikat. Dan, pertanyaan dari bisikan nurani mulai muncul.

"Kapan rindu ini berujung temu? Kenapa kita begitu sulit dipertemukan? Apakah kita sedang ditertawai oleh semesta?"

/PR/2 | K e g e l i s a h a n

Pada sebuah ingin
Yang selalu bertahan
Kita terus melampiaskan kata
Sampai, diam sering kali menyapa

Iya, kita diam
Karena tak mau saling memendam
Kita memilih waktu untuk saling memahami
Dari pada harus melampiaskan emosi

Kau dan aku
Memang jarang bertemu
Kita disibukan dengan segala agenda
Demi sebuah masa depan yang bahagia

Di ujung penantian
Aku mengukir kerinduan
Sedangkan, kau menahan rindu
Sampai, kita tak saling mengaku

Kita memilih bersemayam rindu
Melampiaskan raga ke muka temu
Tapi, waktu belum berpihak
Membuat kita terkadang merasa muak

Kita muak
Karena mau melampiaskan ke siapa
Kita memejam tanpa kata
Dan, meminta pengertian lewat bahasa

Pada sebuah titik akhir
Kita terhasut oleh amarah
Kita tergoda oleh rasa sedih
Dan, menuliskan semua dengan jujur

Adalah menulis tentang apa yang terjadi
Dari awal memperkenalkan diri
Agar bisa menjadi catatan berguna
Ketimbang cacik-maki menghantam raga

Dan, segala kegelisahan
Pergi dengan sendirinya
Karena kita usir dengan suara
Adalah suara kelembutan dari rasa dan asa

Kita kembali bedoa
Kepada Sang Mahacinta
Agar temu kembali menyapa
Biar dapat menjawab kegelisahan rindu dan berontaknya rasa

Makassar, 2919 | Djafar Doel AH


Pada sebuah kehidupan, luka perempuan jarang disembuhkan. Pada deretan kisah yang terbentang di alam raya tanah sejarah, sebuah usaha Ina (Ibu/ Perempuan) terus terawat. Wajah-wajah garang berganti rupa, lantaran air kehidupan kami teguk dengan lembut. Perang sedang diam, kami menghembuskan kata dengan puisi. Menggantikan tombak dengan pena. Menyulap parang jadi keberanian. Dan, daun-daun subur tetap menjadi lembaran buku yang tak pernah habis ditulis. Deretan kata tak usai menunggu kematian.

"Adakah kau mengeluh wahai Ina yang menyalakan api di tungku? Bagaimana pulangnya Ama (Ayah/ Laki-laki) terlalu lama ditunggu tiba? Aku terus mengibas latar takdir, sambil meminta restu leluhur dan Sang Empu kehidupan."

/PR/4 | B i d a d a r i  A D O N A R A

Laut pasang di arus Gonsalu
Menyimpan misteri kelabu
Kau bubuhi pundak generasi
Dengan desiran angin patai

Arah jalan pulang
Tak pernah menyimpang
Kau basuh dengan rasa melebihi asa
Kau larutkan cawan rindu kalahkan debu

Bidadari A D O N A R A
Ombak pecah di pelabuhan Waiwerang
Kau terus berdengung tentang budaya
Kau berbisik dengan lembut tanpa meraung

Ketika jemari-jemari mulai memutih
Karena model zaman yang menjarah
Kau tetap menenun dengan tekun
Merawat genesai dengan pokok pendirian

Perang kau atasi
Dengan api
Yang menyala di tungku
Menunggu Ama tak lagi menderu

Wajah-wajah garang
Lantaran perang
Membudaya
Di rahim anak purba

Perempuan A D O N A R A
Kau tak pernah lekang lantaran sengsara
Kau tak pernah dendam lantaran kehilangan
Dari sekuntum derita dan sekian kematian

Di gunung-gunung
Orang-orang menanam
Tanpa lelah kau ikut beradu dengan malam
Kartu perjudian hidup dijalani dengan riang

Di timur matahari terbit
Sarung Kewatek tetap melilit
Mengukir sebuah nama
Menyala bara A D O N A R A

Dan, api itu
Sumber yang tak menipu
Disirami air pasang di wajah Ina
Berpijak di tanah menggelegarkan nama

Perempuan A D O N A R A
Matamu tetap menyala
Meramu kata
Menyulam pantun Dolo-dolo

Makassar, 6919 | Djafar Doel AH


Kita adalah deretan generasi yang meminumkan air susu dari Pulau Ina. Kita adalah mata bara yang sengaja menyimpan lara. Dan, terus bernafas sampai banyak memilih jadi pelupa. Pada setiap ajaran budaya, adat-istiadat, dan petuah-petuah paling mudah. Nanyian Pulau Ina hanya didengungkan dengan khusyuk oleh orang-orang tua. Sedangkan, kita yang muda lebih berlagak penuh rayu. Kedepankan nafsu mendengkungkan rindu pada dada-dada zaman.

"Apakah Pulau Ina terus dirawat? Bagaimana dengan mulut-mulut berbusa kian hari terus bertahan? Belum lagi, Omong kosong mengibas mata kecurangan. Hingga banyak yang berlomba-lomba pertahankan jabatan dan gengsi. Tapi, malah saling sikut-menyikut tanpa kedepankan prikemanusian."

/PR/5 | Pulau I N A

Gugusan riak menghempas
Semenanjung arus Adonara Barat
Terbelah di jarak Pulau Mas
Ina tetap berdiri memikat

Pulau Ina menyimpan kepingan surga
Terjaga dalam arahan budaya
Terawat dalam petuah adat-istiadat
Hingga menjadi kisah yang paling keramat

Kakimu tak pernah lekang bergeser
Walau anak-anak terus terlahir
Orang tua mati menemui tanah
Anak muda berdiri melupakan sejarah

Sampai, kisah puisi
Terbalut imajinasi paling suci
Dibumbui darah Ina yang mendidih
Meluap-luap pesan yang paling letih

Pulau I N A
Kembali menyapa
Tanpa ada tanya
Entah, mengapa

Tapi, aku dan mereka
Adalah bibir-bibir yang merekah
Meminumkan air susu yang terus menderu
Dari dada rahim purba yang mulai memerah

Angin ribut geserkan suasana
Tapaki goa di tebing Adonara Pantai
Tenggelamkan raga penuh asa dan rasa
Mengkaji naskah dari warisan perang kuasa

Pada pecahan beling kesombongan zaman
Pulau Ina digoda oleh tangan-tangan buas
Mulut-mulut berbusa terus bertahan
Omong kosong mengibas mata kecurangan

Pulau I N A
Petuahmu sengaja dilupa
Lantaran ilmu pengetahuan terus bersabda
Mengharuskan belajar tentang ilmu pasti

Pesan keramat raya dijadikan angin layu
Kalahkan roda kendaraan ramai bersuara
Lewati tanahmu yang mulai diperkosa
Dengan sekuntum bahasa basah menjara

Tentang nyanyianmu
Hanya keluar dari mulut orang-orang tua
Anak-anak muda berlagak penuh rayu
Menggadaikan harga diri demi nafsu

Pulau I N A
Andaikan suaramu bisa didengar
Maka, tak banyak yang berani melanggar
Setiap bahasa cinta timangan keibuanmu

Makassar, 7919 | Djafar Doel AH


/PR/6 | Dunia Berduka

Tanah air
Air mata duka
Dunia merasa haru
Dunia kembali berduka

Lantaran kematian
Tak punya tanah air
Tinggalkan jejak bersinar
Nama bangsa dilukis bergantian

Dunia berduka
Air mata mengalir
Seantero jagat nusa
Nadi dunia tak punya kuasa

Nama bangsa
Kau harumkan
Segala pengabdian
Telah kau tuntaskan

Atas nama
Semangat kecintaan
Kau kembali ke Mahacinta
Meninggalkan jejak-jejak menawan

Deretan bukti
Telah tercatat sejarah
Susunan tugas-tugas
Telah dilakukan dengan tabah

Dunia berduka
Mengenang kepergian
Bapak bangsa
Dipanggil pulang Kekasih

Nama bangsa
Telah terbang jauh
Dengan pesawat bernyawa
Yang kau cipta dengan rasa

Sosokmu
Tak pernah berdebu
Sejarah zaman tetap merdu
Tak bisa mencoret segala catatan

Dunia berduka
Merelakan dengan ikhlas
Lantunkan doa-doa
Untuk putera bangsa; Bj. Habibie

Makassar, 11919 | Djafar Doel AH



Komentar

Populer

FILOSOFI DAUN PISANG

Harapan dan mimpi dari setiap kepala tidak semua terpenuhi dengan usaha dan praktik. Tapi masih membutuhkan untuk saling dekat dan merespon segala polomik. Di masa yang akhir ini, perutmu telah melahirkan bayi yang masih merangkak dipaksa berjalan di kerikil jalan persimpangan. Dari rawat dan buaian, telah membuka mata batin, mengevaluasi adalah jalan yang tepat. Karena kurangnya menilai dari setiap sisi. Sehingga lahir dua persimpangan kiri kanan jalan. Mata telah terang, langkah sudah tepat, bersama sudah terpupuk, kesadaran mulai bangkit. Berdiri dan bergerak. Saatnya cahaya jadi penerang. Titipan amanah 20 21 11 14 jadi bahan belajar bersama. Filosofi "Daun Pisang dan Bidikan Panah yang Tepat" telah ditemui jawaban dan makna yang dalam. Dia bukan sekedar kata, tapi dialah nyawa setiap yang di dalam. Makassar, April 2017 By: Djik22

TOGAKU TAK IBU SAKSIKAN

Perjuanganmu ibu Mengantarkanku meraih mimpi Mataku lembab berhari-hari Setiap saat mengingat ibu Harapan ibu Aku tetap kuat Aku tetap melaju Tapi ibu Saat bahagiaku Takku tatap lagi ibu Wajah bersinar hadir dalam mimpiku Kala itu ibu Ibu Toga dan pakian kebahagiaanku Semua untuk ibu Togaku tak ibu saksikan Karena ibu telah tiada Yakinku ibu senyum melihatnya Tetap tersenyum di sisiku ibu Dua puluh tiga November dua ribu tiga belas Dua kali dengan angka tiga Ibu telah berbaring bergegas Makassar Minggu, 1 Oktober 2017 By: Djik22

PERLUKAH JEMBATAN PALMERAH?

Sedikit menggelitik, ketika wacana pembangunan jembatan Palmerah. Wacana ini, hadir di beberapa tahun terakir. Di tahun 2017, tidak kala seksi pendiskusian jembatan Palmerah. Maka muncullah pro dan kontra. Padahal merefleksikan wacana ini sangat penting. Kenapa Wacananya Jembatan Palmerah? Mari kita menganalisa secara seksama. Pertama, jembatan Palmerah adalah sejarah pertama di Indonesia bila terbangun. Karena menyambungkan dua pulau, yaitu Pulau Adonara dan Pulau Flores (Larantuka). Jarak jembatan Palmerah dengan panjang bentangan 800 meter akan dipasang turbin 400 meter. Kedua, persoalan proses pembangunan jembatan Palmerah dibutuhkan dana tidak sedikit. Diperkirakan dana mencapai Rp. 51 triliun. Hal ini, perlu dipikirkan. Karena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT pada tahun 2016 hanya mencapai Rp. 3,8 triliun. Sama halnya pemerintah mengajak kita mengutang dengan investor (swasta). Ketiga, jembatan Palmerah bukan proses meninabobokan masyarakat Flores Timur

ADONARA DALAM PUISI

Petuah kata sejarah Masih temani kaki untuk melangkah Dalam bayang-bayang ibu kuatkan hari Dalam jelmaan ayah pancarkan cahaya hati Hingga tebal awan kota Ingatkan suasan desa Dihimpit berdiri megahnya Ile Boleng Didekatkan Bukit Seburi tanah kampung Karena kitalah gunung yang berdiri Karena kitalah bukit yang menyapa Membawa bisikan bahari Ketika menghadap ke arah pantai Sampai kata dan petuah terus mengikut Wariskan api dari generasi ke generasi Tentang pentingnya menjaga kata Tentang indahnya memakai tenun ikat Maka... Tak kulupakan petuah indah dan keramat Tak kuingkari segala kata-kata bernyawa Di atas alam ditaburi darah dan air mata Karena air mata Bukan hanya tentang tangisan Bukan hanya tentang derita tanpa rasa Namun air mata darah tanda perjuangan Maka... Untuk mengingatmu yang di gunung Untuk mengenangmu yang di pantai Aku mengisi kata-kata lewat puisi Karena darah dan bisikan kata terus diasa Biar perang telah terganti buka dan pena

ANTARA (576)

Sering ada perbandingan pada kata 'antara' ketika diapit oleh kalimat. Antara kau dan aku ternyata banyak perbedaan, antara kau dan dia memiliki banyak kesamaan. Antara pacar dan mantan adalah orang yang pernah berlabu dan sementara bertahan. Baik terkandas di tengah jalan, mau pun mampu melewati batas getir yang melampau kesabaran. Namun, pada kata 'antara' seolah jadi misteri yang tersembunyi. Serupa kolom kosong yang disembunyikan dengan untain doa. Lalu, dipercaya menjadi sebuah legenda atau mitos. Bagaimana sesuatu yang dipercaya tapi tak pernah diinderai? Apakah setan yang berpenampilan putih pada malam Jumat hanya menakut-nakuti? Kemudian muncul pertanyaan, siapa yang menjahit pakian putih yang dipakai setan? Ulasan ini, aku dapati saat duduk di bangku SD. Sang guru selalu menakut-nakuti pada setiap siswa. Bahwa malam Jumat selalu ada tanda ketika melewati tempat-tempat gelap. Saat itu, aku dan kawan-kawan sebayaku selalu percaya. Namun, batang hidung p

KARYAMU TETAP MEMIKAT

Foto: Abdul Rahim (Khalifah05) Ketika doa-doa Telah kau panjat Dengan lemah-lembut Pada Tuhan Yang Esa Tak lupa pula Pintamu Pada para pendahulu Dengan merinding bulu-bulu Begitu dalam penghayatan Bersama angin Bersama waktu Bercampur masa lalu Maka... Yakin pun mendalam Tak secuil akan buram Tampak pada kaca belaka Namun ia selalu melekat Selalu mempererat Antara roh dan jasat Hingga karyamu tetap memikat Makassar Jumat, 21 September 2018 By: Djik22

PEMUDA SAHABAT PERUBAHAN (397)

Indonesia adalah negara yang terdiri dari ragam perbedaan. Baik suku, ras agama, budaya, dan corak berpikir. Inilah bagian kekhasan dari bangsa ini. Dengan kekhasan tersebut, maka tak heran bangsa Indonesia dikenal dengan kemajemukan dan menjujung tinggi perbedaan. Sebab perbedaan adalah varian dari semangat menuju persatuan. Belum lagi menerobos batas wilayah yang terdiri dari beberapa provinsi. Perlu kita menelisik lebih jauh lagi tentang bagaimana membangun tatanan bangsa. Supaya mampu keluar dari zona ketertinggalan. Ternyata, ketertinggalan adalah salah satu masalah dari apa yang dirasakan setelah revolusi Indonesia didengungkan. Walau merdeka secara pengakuan sudah memhudata sampai ke telinga anak cucu. Tapi pertanyaan besar yang harus dijawab, Kenapa merdeka secara praktik/ penerapan jauh panggang dari api? Ketika secara penerapan dalam kehidupan berbangsa mulai melenceng dengan dasar negara, maka harus kembali mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang telah diletakan oleh