Sumber foto: Pinterest
Deru angin itu tak usai
Ditambah aliran air mengisi pagi
Baling-baling suara terus berputar
Dan warna-warna itu tak tampak pudar
Karena warna kita adalah keberanian
Dan pendirian kita adalah kebenaran
Dalam lautan perlawanan penuh hati-hati
Hingga tiba waktunya kita akan teus bernyanyi
Maka...
Nyanyikanlah lagu pembebasan
Biar namamu bersama dalam jiwa
Yang dikenang dalam catatan keabadian
Sebuah petuah dari generasi pertama, masih tetap terjaga rapi. Ialah tentang kebertahan diri tanpa ada keberatan. Maka, semua yang tiba akan dilalui dengan gembira. Sebab, suara-suara itu masih ada. Dan aliran kebenaran itu mengalir bersama air yang nenetes di seluruh badan.
Karena para penggoda sudah mulai berdiri gagah berani. Tanpa merasa segala perbuatannya melanggar prikemanusian dan penindasan terhadap sesama. Dengan berbagai dalil dan cara. Bersikukuh dengan ragam pola. Ialah yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan. Apakah kau rela jika suatu yang salah dijadikan sebuah kebenaran?
Jika, memilih pada yang salah sebagai arogan. Maka, darahmu dialiri dengan bisikan dan kutukan. Dan secara sadar, dalam lingkaranmu pasti akan mengutuk, kalau kaulah pengkhianat yang berdiri dengan muka dua yang dibonekai. Sampai, sikapmu penuh kelicikan tanpa ada malu ketika diberi masukan. Ah... rupanya kau seperti belut dicampuri oli. Licin tak bisa ditangkap.
Sebab, hari ini prinsip dasar masih sama. Yaitu, ingin terus mengibarkan panji kebebasan dan kebenaran. Namun, jangan selipkan kerakusan mencederai perjuangan. Karena semesta akan mengutukmu seperti ratusan rakyat yang protes kepada pemimpinnya dengan segala kebohongan dan bahasa yang bertele-tele.
Maka, sadarlah bila pijakan itu penuh aba-abu. Karena kita hidup dalam dunia realitas penuh metode dialektika yang objektif. Jadi, jangan memakai jubah yang dipinjam tapi tak bisa dikembalikan. Sebab, suatu saat tiba, penyesalan menyertaimu dalam wajah sedih seperti orang yang ditinggal pergi.
Apakah kau masih setia jadi pengkianat? Bagaimana rasanya jadi orang yang lupa jati diri? Sudahi saja sabda pembodohan nyanyian palsu itu. Mari, merayu dengan waktu yang sedang merindu.
Makassar
Minggu, 18 Februari 2019
By: Djik22
Komentar