Kucukupkan satu kali jadi pengemis, yang tak murah seperti harga barang-barang di pasar kumuh. Biar tak kaget kala harga melonjak. Namun, aku ingin jadi sebuah diri yang diapit oleh kejujuran tanpa ada persamaan masa silam. Karena masa kemarin telah jauh pergi saat kubertemu pulau tanpa penghuni di semesta yang menunggu. Kenapa kau menunggu? Apakah keberanian bersemayam di relung-relung sukma yang dipendam begitu dalam?
Jika memang memendam adalah alasan menguji, maka jangan tergesa-gesa terbawa angin suara dan kata. Sebab, aku dan kau tak ingin hadir sebentar lalu pergi menghilang di cerita semesta ini. Buatlah cerita semesta tetap indah menawan. Seperti kita saling belajar, saling berbagi, saling haru, dan hanyut dalam wejangan istimewa diskusi-diskusi hangat.
Atau kau takut semesta merebut kala kejujuran tutur kata tak seirama perbuatan? Ah... kukira ini bukan ujian semester yang harus diisikan soal-soal dengan jawaban memaksa otak. Namun, lembar itu harus dilengkapi dengan kompromi yang lembut tanpa harus merugikan yang lain. Karena yakinku, jalan mencari jawaban begitu panjang untuk diperjuangkan. Atau kau begitu takut kala hangat datang tapi pergi lagi?
Janganlah takut wahai si pulau cerita. Sebab, keberanian tak hanya datang dari akal dan wejangan kata. Akan tetapi, keberanian juga dipengaruhi oleh kondisi yang sedang digilas roda zaman. Maka terus maju dengan pikiran jernih, terus melangkah dengan budi membudaya, dan tetap bertahan pada garis putih dataran menggoda.
Ingatkah kau tentang pertanyaan yang memancing tawa sampai rumput-rumput malam pun bergoyang? Dengarkah dengan teliti setiap patahan kata yang keluar begitu saja tanpa harus direm dengan sengaja? Kalau kau tetap ingat, maka prinsip pijakanmu tak keluh menyerah termakan tanah yang kau pijaki. Karena, jasad boleh tiada. Namun gagasan akan menjelma terus-menerus bagi generasi pelanjut.
Tepat tengah malam di waktu angka ganjil. Selisih lima puluh tiga menit jarum jam berpindah ke pukul dua belas. Aku dan semesta begitu setia. Lalu, tak lupa kuajak dirimu untuk bersemayam dalam keheningan yang kaku. Tapi, tak ada kehabisan kata. Seolah-olah, kau dan aku sedang membaca sebuah teks berlembar tebal. Hingga saling bergantian untuk mengeja asa perasa.
Cerita semesta ini, bukan hanya tentang likunya jalan yang tercipta oleh sepasang bola mata indah. Akan tetapi, terbalut dari segala sisi. Hingga menjadi nada sambung tanpa harus disumbang merusak. Atau pertemuan menjadi alasan menyambung tali yang masih baru? Kalau memang tali adalah alasan, maka ciptakanlah ikatan yang kokoh menahan guncangan dasyat. Biar cerita semesta tetap meminta restu kepada leluhur dan Sang Pemilik bumi. Hingga tangan-Nya menyambung ikhlas dan khas tak ada tara dalam babat permulaan zona bising lalu lalang orang-orang yang lewat.
Aku bertanya lagi "Apakah risimu mewakili pohon dan jebakan pulau yang terinspirasi dari sang legenda Chairil Anwar?" Kemudian suasana jadi hening lagi pada menit-menit yang terus bertambah. Kalau memang menit terus bertambah sembari dihujani dengan tanya, maka bukan hanya satu pemikiran legenda yang terus membawa terbuai. Tapi banyak tokoh pengagum yang jasanya tak bisa dilukiskan mengharumkan pertiwi ini. Sampai kau dan aku bagian dari generasi bangsa yang tak haus kala mengeduk minuman terbalut garam. Karena di satu sisi, kau dan aku sedikit perbedaan. Tapi banyak persamaan yang terus melekat seperti kesukaanmu pada persegi. Aku pun mendunduk kala kata-katamu membuat haru. Yaitu, bisikanmu penuh semangat di tengah malam "Ayo semangat" dalam menyusun rancangan selanjutnya. Maka, cerita semesta kucukupkan di bagian satu baris kedelapan ini. Janjiku akan terpenuhi kala mataku masih terbuka lebar, telingaku masih bersih mendengar, tanganku masih lancar memahat patahan kata, dan tenagaku selalu direstui semesta untuk menambah indah cerita semesta.
Papilawe
Sabtu, 8 September 2018
By: Djik22
Jika memang memendam adalah alasan menguji, maka jangan tergesa-gesa terbawa angin suara dan kata. Sebab, aku dan kau tak ingin hadir sebentar lalu pergi menghilang di cerita semesta ini. Buatlah cerita semesta tetap indah menawan. Seperti kita saling belajar, saling berbagi, saling haru, dan hanyut dalam wejangan istimewa diskusi-diskusi hangat.
Atau kau takut semesta merebut kala kejujuran tutur kata tak seirama perbuatan? Ah... kukira ini bukan ujian semester yang harus diisikan soal-soal dengan jawaban memaksa otak. Namun, lembar itu harus dilengkapi dengan kompromi yang lembut tanpa harus merugikan yang lain. Karena yakinku, jalan mencari jawaban begitu panjang untuk diperjuangkan. Atau kau begitu takut kala hangat datang tapi pergi lagi?
Janganlah takut wahai si pulau cerita. Sebab, keberanian tak hanya datang dari akal dan wejangan kata. Akan tetapi, keberanian juga dipengaruhi oleh kondisi yang sedang digilas roda zaman. Maka terus maju dengan pikiran jernih, terus melangkah dengan budi membudaya, dan tetap bertahan pada garis putih dataran menggoda.
Ingatkah kau tentang pertanyaan yang memancing tawa sampai rumput-rumput malam pun bergoyang? Dengarkah dengan teliti setiap patahan kata yang keluar begitu saja tanpa harus direm dengan sengaja? Kalau kau tetap ingat, maka prinsip pijakanmu tak keluh menyerah termakan tanah yang kau pijaki. Karena, jasad boleh tiada. Namun gagasan akan menjelma terus-menerus bagi generasi pelanjut.
Tepat tengah malam di waktu angka ganjil. Selisih lima puluh tiga menit jarum jam berpindah ke pukul dua belas. Aku dan semesta begitu setia. Lalu, tak lupa kuajak dirimu untuk bersemayam dalam keheningan yang kaku. Tapi, tak ada kehabisan kata. Seolah-olah, kau dan aku sedang membaca sebuah teks berlembar tebal. Hingga saling bergantian untuk mengeja asa perasa.
Cerita semesta ini, bukan hanya tentang likunya jalan yang tercipta oleh sepasang bola mata indah. Akan tetapi, terbalut dari segala sisi. Hingga menjadi nada sambung tanpa harus disumbang merusak. Atau pertemuan menjadi alasan menyambung tali yang masih baru? Kalau memang tali adalah alasan, maka ciptakanlah ikatan yang kokoh menahan guncangan dasyat. Biar cerita semesta tetap meminta restu kepada leluhur dan Sang Pemilik bumi. Hingga tangan-Nya menyambung ikhlas dan khas tak ada tara dalam babat permulaan zona bising lalu lalang orang-orang yang lewat.
Aku bertanya lagi "Apakah risimu mewakili pohon dan jebakan pulau yang terinspirasi dari sang legenda Chairil Anwar?" Kemudian suasana jadi hening lagi pada menit-menit yang terus bertambah. Kalau memang menit terus bertambah sembari dihujani dengan tanya, maka bukan hanya satu pemikiran legenda yang terus membawa terbuai. Tapi banyak tokoh pengagum yang jasanya tak bisa dilukiskan mengharumkan pertiwi ini. Sampai kau dan aku bagian dari generasi bangsa yang tak haus kala mengeduk minuman terbalut garam. Karena di satu sisi, kau dan aku sedikit perbedaan. Tapi banyak persamaan yang terus melekat seperti kesukaanmu pada persegi. Aku pun mendunduk kala kata-katamu membuat haru. Yaitu, bisikanmu penuh semangat di tengah malam "Ayo semangat" dalam menyusun rancangan selanjutnya. Maka, cerita semesta kucukupkan di bagian satu baris kedelapan ini. Janjiku akan terpenuhi kala mataku masih terbuka lebar, telingaku masih bersih mendengar, tanganku masih lancar memahat patahan kata, dan tenagaku selalu direstui semesta untuk menambah indah cerita semesta.
Papilawe
Sabtu, 8 September 2018
By: Djik22
Komentar