#Part 01
Kehidupan bahagia mulai menjauh dari sisi alam semesta yang merindu. Seolah janji berbalut sakral, pergi berduyun bersama arah geraknya angin. Sehingga pendirian mulai kendor dari tali bahaya melaju. Lalu, dimana laju sederhanamu? Terus kemana pesan datarmu?
Semua terasa hampa di bawah terik matahari. Belum lagi, pembelaan begitu kuat sampai menyalahkan satu sama lain. Bukankah mengalah adalah pilihanmu? Lantas dimana aku diposisikan? Apakah harus tersingkir atau bertahan?
Kalau memang restunya semesta tetap kau genggam, maka kukira berdirimu pada pesan aman tanpa ada gangguan. Namun, kesabaranmu jauh panggang dari pada api yang menyala-nyala tanpa arang yang bertahan.
Buat apa kau nyalakan api kalau padam begitu cepat? Siapakah yang harus disalahkan? Semoga dirimu bukan hakim memutuskan perkara sederhana. Karena aku pun tak ingin sebuah putusan spontan tanpa pertimbangan matang.
Atau kau lupa janji dengan nama Tuhan kala malam datang? Semoga dirimu masih bersandar di otak dan pikiran bijakmu. Sehingga penyesalan yang kau kabari hanya kesakitan menjerit-jerit.
Bukankah amanah yang kau titip kujaga dengan tenang? Biar angin terus ribut kala sinar matahari mulai redup. Namun, posisiku takan berubah di atas kuburan tua tempat kakek berbaring. Sembari kumendengar lagu tenangkan jiwa.
Apakah kau kirimi rindu dan bahaya lewat angin? Sehingga terus kurasakan tiupan yang mengganggu keadaan.
Papilawe
Sabtu, 25 Agustutus 2018
By: Djik22
Kehidupan bahagia mulai menjauh dari sisi alam semesta yang merindu. Seolah janji berbalut sakral, pergi berduyun bersama arah geraknya angin. Sehingga pendirian mulai kendor dari tali bahaya melaju. Lalu, dimana laju sederhanamu? Terus kemana pesan datarmu?
Semua terasa hampa di bawah terik matahari. Belum lagi, pembelaan begitu kuat sampai menyalahkan satu sama lain. Bukankah mengalah adalah pilihanmu? Lantas dimana aku diposisikan? Apakah harus tersingkir atau bertahan?
Kalau memang restunya semesta tetap kau genggam, maka kukira berdirimu pada pesan aman tanpa ada gangguan. Namun, kesabaranmu jauh panggang dari pada api yang menyala-nyala tanpa arang yang bertahan.
Buat apa kau nyalakan api kalau padam begitu cepat? Siapakah yang harus disalahkan? Semoga dirimu bukan hakim memutuskan perkara sederhana. Karena aku pun tak ingin sebuah putusan spontan tanpa pertimbangan matang.
Atau kau lupa janji dengan nama Tuhan kala malam datang? Semoga dirimu masih bersandar di otak dan pikiran bijakmu. Sehingga penyesalan yang kau kabari hanya kesakitan menjerit-jerit.
Bukankah amanah yang kau titip kujaga dengan tenang? Biar angin terus ribut kala sinar matahari mulai redup. Namun, posisiku takan berubah di atas kuburan tua tempat kakek berbaring. Sembari kumendengar lagu tenangkan jiwa.
Apakah kau kirimi rindu dan bahaya lewat angin? Sehingga terus kurasakan tiupan yang mengganggu keadaan.
Papilawe
Sabtu, 25 Agustutus 2018
By: Djik22
Komentar