Langsung ke konten utama

KAUM MUDA MENJAWAB (35)


Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum. Kesatuan dan keberagaman bangsa terdiri dari suku, ras, etnis, dan budaya yang berbeda-beda mulai dari Sabang-Merauke. Inilah kekhasan yang dimiliki oleh Indonesia. Bukan hanya pada keberagaman, tetapi bangsa Indonesia terkenal dengan tempat-tempat wisata yang memukau. Tak heran bila wisatawan luar negeri maupun dalam negeri selalu mengincar keindahan-keindahan alam.

Beriring majunya zaman. Polemik bangsa ini tak berkesudahan, baik di tingkatan nasional dan regional. Pada tataran nasional, banyak isu-isu yang berdampak terhadap perkembangan ekonomi-politik regional. Mulai dari pendidikan, kesehatan, korupsi, pembungkaman gerakan mahasiswa, kemiskinan, dan perseteruan tanah ulayat yang berkepanjangan.

Dari beberapa paparan masalah di atas, terus-menerus menyerang masyarakat secara luas. Apalagi keadaan ini, diperparah dengan masyarakat pada tingkatan menengah ke bawah. Seolah masyarakat kelas menengah ke bawah, jadi lahan pembodohan, pembohongan, dan pencucian tangan oleh oknum-oknum tertentu. Entah itu, birokrasi, partai-politik (Parpol), dan isntansi pada bagian terkecil.

Tanpa disadari, kejanggalan-kejanggalan menina-bobokan yang dimainkan dengan cara-cara tertentu. Hadir sebagai dewa penyelamat dalam penyelesaian polemik. Kondisi sangat prihatin bila semangat dan kepekaan kaum muda mulai menjauh dari pembelaan atas hak-hak masyarakyat. Kemana lagi perlidungan masyarakat kalau pemudanya diam? Diam di sini, bukan diartikan secara formal (tekstual) yang didapatkan dari meja kuliah atau hasil bacaan. Karena pemahaman diam adalah gerak, maka kaum muda dilucuti dengan serangan diskusi kusir tak berujung.

Momentum pemilu serentak sudah di ambang pintu. Ini menuntut peran kaum muda memberikan pemahaman kepada masyarakat. Baik itu lewat tulisan, bacaan, diskusi, memberi pelatihan, dan lain-lain. Kenapa masyarakat harus diberikan pemahaman? Ini pertanyaan yang harus dianalisis secara seksama. Karena masyarakat adalah farian dari negara ini. Masyarakat butuh sepak terjang eksekusi, bukan soal pintar dalam perpaduan kata-kata. Seperti retorika hanya pemanis di bibir.

Teknologi dan informasi, membuat pola pikir kaum muda terpengaruh. Seolah tugas kepoloporan terkikis, melepas tanggung jawab, dan bersikap seolah-olah menutup mata. Padahal sebagai kaum muda, harus memiliki jiwa kedekatan pada kaum-kaum lemah. Bukan mendekatan diri pada penguasa untuk mendapat keuntungan finansial secara pribadi.

Sejarah telah mencatat. Peran kaum muda dalam proses perjuangan tak bisa dielakan. Mari menengok pada ikrar 'Sumpah-Pemuda'. Dimana dari beragam pemikiran, kaum muda mampu disatukan lewat tiga poin penting dalam sumpah pemuda, yaitu mengakui "berbangsa, berbahasa, dan bertanah air yang satu". Karena berbicara kemerdekaan bangsa dan negara, tidak terlepas dari gerakan kaum muda. Terus menjadi pertanyaan, apa yang jadi tugas generasi muda masa kini?

Yang pertama, kaum muda dituntut membaca sebagai 'makanan pokok' dalam keseharian. Karena tanpa membaca, penyelesaian untuk menjawab keresahan-keresahan masih agak sulit. Semakin banyak membaca ragam literasi, data, dan referensi, maka pandangan (gagasan) terus diasah secara objektif.

Kedua, kaum muda diwajibkan selalu berdiskusi. Baik itu, pada tataran kampus, oranisasi intra, dan organisasi ekstra. Diskusi sebagai pemantapan transformasi ideologi (pemahaman). Apalagi pendiskusian dijalankan secara masif dan terorganisir. Karena dalam pendiskusian, banyak hal yang didapatkan. Maka kaum muda perlu berkecimpung dalam dunia yang bersifat ilmiah. Bukan hanya memperkaya diri pada koleksi kesenangan sesaat, menanam sifat acuh tak acuh, dan pemikiran-pemikir yang berbau subjektif.

Hal ketiga yang harus dilakukan oleh kaum muda adalah menulis. Kenapa harus menulis? Karena menulis adalah mengasah pemikiran-pemikiran yang diperoleh. Menulis sebagai refleksi ulang atas apa yang diperoleh. Karena tulisan tetap menjadi sejarah yang dinikmati oleh generasi penerus. Yang terpenting menulis dengan keiklasan, kecintaan, ketabahan demi proses pembangun bangsa.

Terakhir dari tugas kaum muda adalah menjalin hubungan silahturahmi. Hubungan tersebut disokong oleh agitasi teori menuju dunia praktik. Karena teori tanpa praktik: seperti "mengharap bulan yang jatuh di siang hari". Perlu sepak terjang mobilisasi secara kolektif (bersama). Agar apa yang menjadi cita-cita berjalan sesuai harapan. Aktualisasi diri sebagai batu loncatan melatih mental dan kedewasaan.

Sudahkah kaum muda menerapkan empat poin dijadikan pacar (pasangan) dalam bangun atau tidur? Teruslah berjalan pada rel-rel tersusun. Biar jalan berbunyi menyanyikan sepanjang lajunya kereta. Bawalah menuju ketengan akhir hayat, maka sejarah akan mencatat jiwa kaum muda yang menghabiskan waktu menjunjung tinggi keberagaman sejati.

Makassar
Selasa, 16 Januari 2017
By: Djik22

Komentar

Populer

FILOSOFI DAUN PISANG

Harapan dan mimpi dari setiap kepala tidak semua terpenuhi dengan usaha dan praktik. Tapi masih membutuhkan untuk saling dekat dan merespon segala polomik. Di masa yang akhir ini, perutmu telah melahirkan bayi yang masih merangkak dipaksa berjalan di kerikil jalan persimpangan. Dari rawat dan buaian, telah membuka mata batin, mengevaluasi adalah jalan yang tepat. Karena kurangnya menilai dari setiap sisi. Sehingga lahir dua persimpangan kiri kanan jalan. Mata telah terang, langkah sudah tepat, bersama sudah terpupuk, kesadaran mulai bangkit. Berdiri dan bergerak. Saatnya cahaya jadi penerang. Titipan amanah 20 21 11 14 jadi bahan belajar bersama. Filosofi "Daun Pisang dan Bidikan Panah yang Tepat" telah ditemui jawaban dan makna yang dalam. Dia bukan sekedar kata, tapi dialah nyawa setiap yang di dalam. Makassar, April 2017 By: Djik22

TOGAKU TAK IBU SAKSIKAN

Perjuanganmu ibu Mengantarkanku meraih mimpi Mataku lembab berhari-hari Setiap saat mengingat ibu Harapan ibu Aku tetap kuat Aku tetap melaju Tapi ibu Saat bahagiaku Takku tatap lagi ibu Wajah bersinar hadir dalam mimpiku Kala itu ibu Ibu Toga dan pakian kebahagiaanku Semua untuk ibu Togaku tak ibu saksikan Karena ibu telah tiada Yakinku ibu senyum melihatnya Tetap tersenyum di sisiku ibu Dua puluh tiga November dua ribu tiga belas Dua kali dengan angka tiga Ibu telah berbaring bergegas Makassar Minggu, 1 Oktober 2017 By: Djik22

PERLUKAH JEMBATAN PALMERAH?

Sedikit menggelitik, ketika wacana pembangunan jembatan Palmerah. Wacana ini, hadir di beberapa tahun terakir. Di tahun 2017, tidak kala seksi pendiskusian jembatan Palmerah. Maka muncullah pro dan kontra. Padahal merefleksikan wacana ini sangat penting. Kenapa Wacananya Jembatan Palmerah? Mari kita menganalisa secara seksama. Pertama, jembatan Palmerah adalah sejarah pertama di Indonesia bila terbangun. Karena menyambungkan dua pulau, yaitu Pulau Adonara dan Pulau Flores (Larantuka). Jarak jembatan Palmerah dengan panjang bentangan 800 meter akan dipasang turbin 400 meter. Kedua, persoalan proses pembangunan jembatan Palmerah dibutuhkan dana tidak sedikit. Diperkirakan dana mencapai Rp. 51 triliun. Hal ini, perlu dipikirkan. Karena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT pada tahun 2016 hanya mencapai Rp. 3,8 triliun. Sama halnya pemerintah mengajak kita mengutang dengan investor (swasta). Ketiga, jembatan Palmerah bukan proses meninabobokan masyarakat Flores Timur

ADONARA DALAM PUISI

Petuah kata sejarah Masih temani kaki untuk melangkah Dalam bayang-bayang ibu kuatkan hari Dalam jelmaan ayah pancarkan cahaya hati Hingga tebal awan kota Ingatkan suasan desa Dihimpit berdiri megahnya Ile Boleng Didekatkan Bukit Seburi tanah kampung Karena kitalah gunung yang berdiri Karena kitalah bukit yang menyapa Membawa bisikan bahari Ketika menghadap ke arah pantai Sampai kata dan petuah terus mengikut Wariskan api dari generasi ke generasi Tentang pentingnya menjaga kata Tentang indahnya memakai tenun ikat Maka... Tak kulupakan petuah indah dan keramat Tak kuingkari segala kata-kata bernyawa Di atas alam ditaburi darah dan air mata Karena air mata Bukan hanya tentang tangisan Bukan hanya tentang derita tanpa rasa Namun air mata darah tanda perjuangan Maka... Untuk mengingatmu yang di gunung Untuk mengenangmu yang di pantai Aku mengisi kata-kata lewat puisi Karena darah dan bisikan kata terus diasa Biar perang telah terganti buka dan pena

ANTARA (576)

Sering ada perbandingan pada kata 'antara' ketika diapit oleh kalimat. Antara kau dan aku ternyata banyak perbedaan, antara kau dan dia memiliki banyak kesamaan. Antara pacar dan mantan adalah orang yang pernah berlabu dan sementara bertahan. Baik terkandas di tengah jalan, mau pun mampu melewati batas getir yang melampau kesabaran. Namun, pada kata 'antara' seolah jadi misteri yang tersembunyi. Serupa kolom kosong yang disembunyikan dengan untain doa. Lalu, dipercaya menjadi sebuah legenda atau mitos. Bagaimana sesuatu yang dipercaya tapi tak pernah diinderai? Apakah setan yang berpenampilan putih pada malam Jumat hanya menakut-nakuti? Kemudian muncul pertanyaan, siapa yang menjahit pakian putih yang dipakai setan? Ulasan ini, aku dapati saat duduk di bangku SD. Sang guru selalu menakut-nakuti pada setiap siswa. Bahwa malam Jumat selalu ada tanda ketika melewati tempat-tempat gelap. Saat itu, aku dan kawan-kawan sebayaku selalu percaya. Namun, batang hidung p

KARYAMU TETAP MEMIKAT

Foto: Abdul Rahim (Khalifah05) Ketika doa-doa Telah kau panjat Dengan lemah-lembut Pada Tuhan Yang Esa Tak lupa pula Pintamu Pada para pendahulu Dengan merinding bulu-bulu Begitu dalam penghayatan Bersama angin Bersama waktu Bercampur masa lalu Maka... Yakin pun mendalam Tak secuil akan buram Tampak pada kaca belaka Namun ia selalu melekat Selalu mempererat Antara roh dan jasat Hingga karyamu tetap memikat Makassar Jumat, 21 September 2018 By: Djik22

PEMUDA SAHABAT PERUBAHAN (397)

Indonesia adalah negara yang terdiri dari ragam perbedaan. Baik suku, ras agama, budaya, dan corak berpikir. Inilah bagian kekhasan dari bangsa ini. Dengan kekhasan tersebut, maka tak heran bangsa Indonesia dikenal dengan kemajemukan dan menjujung tinggi perbedaan. Sebab perbedaan adalah varian dari semangat menuju persatuan. Belum lagi menerobos batas wilayah yang terdiri dari beberapa provinsi. Perlu kita menelisik lebih jauh lagi tentang bagaimana membangun tatanan bangsa. Supaya mampu keluar dari zona ketertinggalan. Ternyata, ketertinggalan adalah salah satu masalah dari apa yang dirasakan setelah revolusi Indonesia didengungkan. Walau merdeka secara pengakuan sudah memhudata sampai ke telinga anak cucu. Tapi pertanyaan besar yang harus dijawab, Kenapa merdeka secara praktik/ penerapan jauh panggang dari api? Ketika secara penerapan dalam kehidupan berbangsa mulai melenceng dengan dasar negara, maka harus kembali mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang telah diletakan oleh