Langsung ke konten utama

PERAWAN BUNDA #1 (29)



Lama telah datang emberio mungil berwatak pejuang. Saat dalam kandungan diasuh dengan kasih melampau sayang. Setiap hembusan napas bunda kala tangannya mengelus-elus perut. Tangan bunda adalah tangan halus, yang tidak ada tara dalam dunia peradaban. Kisah ini kau (baca bunda) ceritakan padaku saat di atas gunung berapi lagi mengamuk keluarkan asap panasnya. Gelombang badai, penumbangkan pohon-pohon tua mulai bosan hidup. Lantaran tangan rakus durhaka manusia.

Bertambahnya umurku, kutatap mata bunda dalam-dalam. Ternyata bunda mulai lesu. Matanya mulai rabun, kulit keriput, dan rambut beruban putih yang tidak ada hitam sedikitpun. Bisikku pada telinga kanan bunda "Apa cita-cita bunda menginginkan aku lahir?" Sambil memeluk hangat badan yang tidak lama lagi menuju pembaringan. Sambil membelai rambutku bunda berkata "Waktu kau masih dalam kandungan, bunda selalu mendoakan kelak berilah pengabdian kepada nusamu: inilah alam pertiwimu yang memiliki beragam etnis dan kehangatan alam" Lalu bunda melanjutkan "Jangan rusaki lagi perawan alam indahmu" Tak sadar bunda menitikan air mata. "Kenapa bunda menangis?" Tak ada jawaban panjang untuk meneruskan cerita. Karena saat itu, bunda takut kalau cerita keburukan ini didengar oleh anak-cucu kelak.

Tumbuh besar, aku meninggalkan bumi lahirku. Bersama kawan-kawan mencari patahan-patahan emas pengetahuan di tanah perantauan. aku memilih di Makassar, sedangkan sebelas kawanku memilih terpisah-pisah. Ada yang di Bali, Kupang, Sumatera, Malang, Jogja, Jakarta, Surabaya, Kalimantan, Ambon, Papua, dan Maluku.

Ternyata, sampai sekarang tak lagi ada kabar berita dari kawan-kawanku. Coba kulacak lewat facebook, tak ada satupun yang kutemui.

Dapatlah aku pada sebuah kontak persen. Yang kunamai "Sepasang Juang," padahal nama lengkapmu Tasya Ana Wati.

Hari-harimu mengajaku diskusi. Satu pertanyaan yang kau dengungkan dengan marah "Kenapa alam nusamu selalu bertengkar soal gagasan? Padahal, sebagai genenerasi muda harus menerima perbedaan. Entah itu bahasa, budaya, penampilan, dan lain-lain. Malah ikut bermain dunia politik yang merampas hak banyak masyarakat." Tanganmu gemetar karena kisahmu dan kisahku adalah kesamaan. Yaitu, sama-sama ditindas dan dibohongi.

Sambil memesan makanan di warung sederhana. Kulihat dari belakang tubuhmu, ternyata kau adalah aktivis pejuang pembebasan perempuan. Saat itu, aku membaca pin (sejenis papan nama) yang kau gantung di tas terletak tak jauh dari meja makan.

Kembalimu dari memesan sambil mengatur napas, menghelai rambutmu yang keriting ikal. "Kenapa kita selalu merasa paling jago, pintar, cerdas, dan hebat dari pada bangsa lain?" Dengan heran kau jawab "Kita...!!! lo aja kali. Itulah kesombongan, itulah kekeliruan, itulah ketamakan. Seharusnya kita (baca kaum muda) banyak belajar ke bangsa lain. Mengambil ilmu pengetahuan dengan ketekunan."

Bagaimana tidak, ekonomi nusamu, nusaku kian banyak yang dikuasai oleh perusahan asing. Ini aneh, padahal kekayaan alam terus dijaga dan dirawat oleh pribumi sendiri. Tanyamu padaku "Sebenarnya apa yang tidak bisa ditanam di sini: batu karang saja masih bisa bertahan hidup dari gersangnya terik matahari mengganas." Sambil tersenyum kau mencubit tanganku sedang menulis 'Perjuangan Kaum Muda.'

Kutambahkan penjelasan, "ini zaman milineal, jadi siapa saja bebas menentukan pilihan. Tapi ingat, pilihan yang membangun kejayaan di atas peradaban Nusa Tenggara Timur.

Sekian

Makassar
Jumat, 12 Januari 2017
By: Djik22

Komentar

Populer

FILOSOFI DAUN PISANG

Harapan dan mimpi dari setiap kepala tidak semua terpenuhi dengan usaha dan praktik. Tapi masih membutuhkan untuk saling dekat dan merespon segala polomik. Di masa yang akhir ini, perutmu telah melahirkan bayi yang masih merangkak dipaksa berjalan di kerikil jalan persimpangan. Dari rawat dan buaian, telah membuka mata batin, mengevaluasi adalah jalan yang tepat. Karena kurangnya menilai dari setiap sisi. Sehingga lahir dua persimpangan kiri kanan jalan. Mata telah terang, langkah sudah tepat, bersama sudah terpupuk, kesadaran mulai bangkit. Berdiri dan bergerak. Saatnya cahaya jadi penerang. Titipan amanah 20 21 11 14 jadi bahan belajar bersama. Filosofi "Daun Pisang dan Bidikan Panah yang Tepat" telah ditemui jawaban dan makna yang dalam. Dia bukan sekedar kata, tapi dialah nyawa setiap yang di dalam. Makassar, April 2017 By: Djik22

TOGAKU TAK IBU SAKSIKAN

Perjuanganmu ibu Mengantarkanku meraih mimpi Mataku lembab berhari-hari Setiap saat mengingat ibu Harapan ibu Aku tetap kuat Aku tetap melaju Tapi ibu Saat bahagiaku Takku tatap lagi ibu Wajah bersinar hadir dalam mimpiku Kala itu ibu Ibu Toga dan pakian kebahagiaanku Semua untuk ibu Togaku tak ibu saksikan Karena ibu telah tiada Yakinku ibu senyum melihatnya Tetap tersenyum di sisiku ibu Dua puluh tiga November dua ribu tiga belas Dua kali dengan angka tiga Ibu telah berbaring bergegas Makassar Minggu, 1 Oktober 2017 By: Djik22

PERLUKAH JEMBATAN PALMERAH?

Sedikit menggelitik, ketika wacana pembangunan jembatan Palmerah. Wacana ini, hadir di beberapa tahun terakir. Di tahun 2017, tidak kala seksi pendiskusian jembatan Palmerah. Maka muncullah pro dan kontra. Padahal merefleksikan wacana ini sangat penting. Kenapa Wacananya Jembatan Palmerah? Mari kita menganalisa secara seksama. Pertama, jembatan Palmerah adalah sejarah pertama di Indonesia bila terbangun. Karena menyambungkan dua pulau, yaitu Pulau Adonara dan Pulau Flores (Larantuka). Jarak jembatan Palmerah dengan panjang bentangan 800 meter akan dipasang turbin 400 meter. Kedua, persoalan proses pembangunan jembatan Palmerah dibutuhkan dana tidak sedikit. Diperkirakan dana mencapai Rp. 51 triliun. Hal ini, perlu dipikirkan. Karena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT pada tahun 2016 hanya mencapai Rp. 3,8 triliun. Sama halnya pemerintah mengajak kita mengutang dengan investor (swasta). Ketiga, jembatan Palmerah bukan proses meninabobokan masyarakat Flores Timur

ADONARA DALAM PUISI

Petuah kata sejarah Masih temani kaki untuk melangkah Dalam bayang-bayang ibu kuatkan hari Dalam jelmaan ayah pancarkan cahaya hati Hingga tebal awan kota Ingatkan suasan desa Dihimpit berdiri megahnya Ile Boleng Didekatkan Bukit Seburi tanah kampung Karena kitalah gunung yang berdiri Karena kitalah bukit yang menyapa Membawa bisikan bahari Ketika menghadap ke arah pantai Sampai kata dan petuah terus mengikut Wariskan api dari generasi ke generasi Tentang pentingnya menjaga kata Tentang indahnya memakai tenun ikat Maka... Tak kulupakan petuah indah dan keramat Tak kuingkari segala kata-kata bernyawa Di atas alam ditaburi darah dan air mata Karena air mata Bukan hanya tentang tangisan Bukan hanya tentang derita tanpa rasa Namun air mata darah tanda perjuangan Maka... Untuk mengingatmu yang di gunung Untuk mengenangmu yang di pantai Aku mengisi kata-kata lewat puisi Karena darah dan bisikan kata terus diasa Biar perang telah terganti buka dan pena

ANTARA (576)

Sering ada perbandingan pada kata 'antara' ketika diapit oleh kalimat. Antara kau dan aku ternyata banyak perbedaan, antara kau dan dia memiliki banyak kesamaan. Antara pacar dan mantan adalah orang yang pernah berlabu dan sementara bertahan. Baik terkandas di tengah jalan, mau pun mampu melewati batas getir yang melampau kesabaran. Namun, pada kata 'antara' seolah jadi misteri yang tersembunyi. Serupa kolom kosong yang disembunyikan dengan untain doa. Lalu, dipercaya menjadi sebuah legenda atau mitos. Bagaimana sesuatu yang dipercaya tapi tak pernah diinderai? Apakah setan yang berpenampilan putih pada malam Jumat hanya menakut-nakuti? Kemudian muncul pertanyaan, siapa yang menjahit pakian putih yang dipakai setan? Ulasan ini, aku dapati saat duduk di bangku SD. Sang guru selalu menakut-nakuti pada setiap siswa. Bahwa malam Jumat selalu ada tanda ketika melewati tempat-tempat gelap. Saat itu, aku dan kawan-kawan sebayaku selalu percaya. Namun, batang hidung p

KARYAMU TETAP MEMIKAT

Foto: Abdul Rahim (Khalifah05) Ketika doa-doa Telah kau panjat Dengan lemah-lembut Pada Tuhan Yang Esa Tak lupa pula Pintamu Pada para pendahulu Dengan merinding bulu-bulu Begitu dalam penghayatan Bersama angin Bersama waktu Bercampur masa lalu Maka... Yakin pun mendalam Tak secuil akan buram Tampak pada kaca belaka Namun ia selalu melekat Selalu mempererat Antara roh dan jasat Hingga karyamu tetap memikat Makassar Jumat, 21 September 2018 By: Djik22

PEMUDA SAHABAT PERUBAHAN (397)

Indonesia adalah negara yang terdiri dari ragam perbedaan. Baik suku, ras agama, budaya, dan corak berpikir. Inilah bagian kekhasan dari bangsa ini. Dengan kekhasan tersebut, maka tak heran bangsa Indonesia dikenal dengan kemajemukan dan menjujung tinggi perbedaan. Sebab perbedaan adalah varian dari semangat menuju persatuan. Belum lagi menerobos batas wilayah yang terdiri dari beberapa provinsi. Perlu kita menelisik lebih jauh lagi tentang bagaimana membangun tatanan bangsa. Supaya mampu keluar dari zona ketertinggalan. Ternyata, ketertinggalan adalah salah satu masalah dari apa yang dirasakan setelah revolusi Indonesia didengungkan. Walau merdeka secara pengakuan sudah memhudata sampai ke telinga anak cucu. Tapi pertanyaan besar yang harus dijawab, Kenapa merdeka secara praktik/ penerapan jauh panggang dari api? Ketika secara penerapan dalam kehidupan berbangsa mulai melenceng dengan dasar negara, maka harus kembali mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang telah diletakan oleh