Langsung ke konten utama

PERAWAN BUNDA Part#2 (41)



Warung makan belum aku jelaskan. Bagaimana tata-letak dandanan dinding? Gambaran nilai bermakna pada warna cat bertabur tangan keikhlasan. Warung itu, tak jauh terletak di samping kampus pejuang. Ukurannya sederhana: seperti pakaian yang kau kenakan saat pertemuan pertama. Tanyamu berbakat malaikat "Kenapa di dinding warung ini memiliki beberapa warna?" Sambil menunjuk dengan jari telunjuk pada warna merona merah. "Ah...ah...kau ini, menguji atau mencari tahu? Merah yang kau sentuh dengan kedalam jiwa semangat adalah filosofi tentang keberanian mempertahankan kebenaran."

Jawaban kuberikan dengan kepala tegak sambil menatap sinar matamu. Seolah pancaran cahaya, mengalahkan penerang lampu menguning di perbatasan kota tua. Perbatasan antara bangsa minoritas dan mayoritas. "Patutkah dengungan lebah? Pada gigitan kecil hina: suntikan jarum imunisasi menusuk di lengan kiri masa kecilku." Dalam hati kuingat memutar memori masa lalu.

Belum begitu banyak, aku belajar dari kecerdasan bersembunyi di balik otak kiri-kananmu. Seperti otak besar dan otak kecil, susah aku dapatkan jumlah. Sejatinya berlabuh menari dalam kepalamu terbalut baju putih bergaris hitam.

Tetapi dengan kepercayaan berbudi, ada sisi keputihan pewarna netral lambang kesucian. Maka, berteduh di bawah kibaran bendera merah putih. Sang Saka yang kini berkibar mulai melayu. Padahal dulu diraih atas perjuangan tak kenal getir, tak kenal takut, tak kenal gentar melawan penjajah. Jangan-jangan curigamu "Aku adalah penjajah yang berwatak penindas?" Sebab, kuanalisis lewat psikologi komunikasi.

Ha...ha..."Kenapa aku begitu kolot berpikir? padahal kau, aku, dan mereka saudara sedarah. Darah merah bertumpah di negeri yang namanya Indonesia." Kau heran, "Hei...!!! kenapa kau senyum-senyum sendiri? Pasti kau berpikir buruk tentangku: atau kau simpati karena parasku cantik?" Walah...kuhelai kata-katamu "Jangan kelebihan percaya diri, kalau menggunakan metode subjektif. Seharusnya memakai metode dialektika. Sehingga melahirkan benih-benih hasil objektif." Langsung teringat dalam pikiran "Itu adalah ajaran 'Materialisme Dialektika Historis (MDH) yang digagas oleh Karl Marx. Marx...!!! penulis buku Das Kapital I, II, dan III? Begitu tebal, gila bacaanmu setebal bantal-bantal yang kutiduri di atas ranjang pulau nusaku" Heranmu dengan tatapan serius. Aku tahu, kau mulai mengagumiku.

Sang penerang mulai menuju ufuk timur, petanda senja perlahan hilang. Datang panggilan harmoni menjabat tangan menyapa "Hey bung...Apa kabar? Telah lama bung ditunggu di parlemen jalanan. Dengan goyangan begitu berbahaya tragis, bahkan rela mati demi kebenaran." Genggaman tangan semakin menguat, ternyata kau kawan lamaku. Mantan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) kampus biru ternama.

Obrolan semakin menarik terjal karena datangnya kawan lama bersama anggotanya. Kuingat-ingat namamu, hampir mirip dengan pahlawan nasional. Ternyata nama lengkapmu Pati Raja Wijaya. Tak sembarang julukan nama pemberani, pecinta seni, dan pengagum sastra. Baik lewat pembacaan, penulisan dan panggung pementasan memukau. Seperti sajak Adonara yang dibacakan oleh 'maha guru' sastrawan nusaku, ialah Bang Bara Pattyraja.

Tanya kawan lamaku dengan mimik meyakinkan. "Kenapa pertentangan blok pemikiran terjadi? Kenapa Karl Marx banyak yang menghujat?. Lewat teori terkenalnya 'Agama adalah Candu'. Pasalnya, melihat realitas sosial agama digunakan sebagai salah satu jargon politik. Begitu kejam, keras, dan membara tamparan pada wajah. Indonesia adalah negara majemuk. Apalagi berdiskusi tentang nusa, maka Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai provinsi toleransi umat beragama terbaik di mata dunia.

Ini menarik kawan-kawanku. Perlu kita mengkaji secara ilmiah. Julukan provinsi toleransi umat bergama terbaik "Ada apa sebenarnya? Bukankah bangsa lain mengenal, NTT sebagai salah satu tingkat provinsi terkorup ke-4 (sumber: metrobatam.com 01:08- Juni 2016) dari 34 provinsi di Indonesia?" Agak ekstrim memang, kalau bicara soal kebenaran.

Dalam warung sederhana, kaulah satu-satunya perempuan. Maka, "Marilah belajar dalam kebenaran. Sebab, kebenaran adalah kejayaan untuk menata peradaban lebih megah" Suaramu mewakili kaum perempuan nusa.

Tiba-tiba suaramu terbata-bata sambil menitikan air mata "Lantaskah julukan aku adalah 'Perawan Bunda? Bila tanah keramat dikotori yang lalim?" Secara serentak semua kepala berucap kompak "Tuntaskanlah yang kotor jadi bersih, lawanlah sampai titik darah penghabisan."

Di perempatan jalan, aku, kau, Pati, dan anggotanya mohon pamit menuju pondokan kerdil. Di sanalah perselingkuhan gagasan terjadi. Sebab kita bersepakat pada nusa "Selama lautan berwarna biru luas, selama langit tak buram padam, selama mata masih normal, dan otak masih jernih. Maka raihlah kejayaan menjaga 'Perawan Bunda' sebagai tugas yang harus dijawab tiap-tiap generasi pelanjut.

"Salam satu nusa, berbahasa ragam, budaya mengaya. Tantangan lebih besar sedang memanggil. Karena ekonomi-politik nusa perlahan didikte, kesehatan tak merata, pendidikan menerima bungkam, budaya berkamuflase jual-beli. Maka, mari bergandeng tangan mulai hari ini dan esok. Sebab lusa adalah milik anak nusa" Itulah pesan penyemangat yang kau katakan, sebelum berucap salam berpisahan.

Makassar
Kamis, 18 Agustus 2018
By: Djik22

Komentar

Populer

FILOSOFI DAUN PISANG

Harapan dan mimpi dari setiap kepala tidak semua terpenuhi dengan usaha dan praktik. Tapi masih membutuhkan untuk saling dekat dan merespon segala polomik. Di masa yang akhir ini, perutmu telah melahirkan bayi yang masih merangkak dipaksa berjalan di kerikil jalan persimpangan. Dari rawat dan buaian, telah membuka mata batin, mengevaluasi adalah jalan yang tepat. Karena kurangnya menilai dari setiap sisi. Sehingga lahir dua persimpangan kiri kanan jalan. Mata telah terang, langkah sudah tepat, bersama sudah terpupuk, kesadaran mulai bangkit. Berdiri dan bergerak. Saatnya cahaya jadi penerang. Titipan amanah 20 21 11 14 jadi bahan belajar bersama. Filosofi "Daun Pisang dan Bidikan Panah yang Tepat" telah ditemui jawaban dan makna yang dalam. Dia bukan sekedar kata, tapi dialah nyawa setiap yang di dalam. Makassar, April 2017 By: Djik22

TOGAKU TAK IBU SAKSIKAN

Perjuanganmu ibu Mengantarkanku meraih mimpi Mataku lembab berhari-hari Setiap saat mengingat ibu Harapan ibu Aku tetap kuat Aku tetap melaju Tapi ibu Saat bahagiaku Takku tatap lagi ibu Wajah bersinar hadir dalam mimpiku Kala itu ibu Ibu Toga dan pakian kebahagiaanku Semua untuk ibu Togaku tak ibu saksikan Karena ibu telah tiada Yakinku ibu senyum melihatnya Tetap tersenyum di sisiku ibu Dua puluh tiga November dua ribu tiga belas Dua kali dengan angka tiga Ibu telah berbaring bergegas Makassar Minggu, 1 Oktober 2017 By: Djik22

PERLUKAH JEMBATAN PALMERAH?

Sedikit menggelitik, ketika wacana pembangunan jembatan Palmerah. Wacana ini, hadir di beberapa tahun terakir. Di tahun 2017, tidak kala seksi pendiskusian jembatan Palmerah. Maka muncullah pro dan kontra. Padahal merefleksikan wacana ini sangat penting. Kenapa Wacananya Jembatan Palmerah? Mari kita menganalisa secara seksama. Pertama, jembatan Palmerah adalah sejarah pertama di Indonesia bila terbangun. Karena menyambungkan dua pulau, yaitu Pulau Adonara dan Pulau Flores (Larantuka). Jarak jembatan Palmerah dengan panjang bentangan 800 meter akan dipasang turbin 400 meter. Kedua, persoalan proses pembangunan jembatan Palmerah dibutuhkan dana tidak sedikit. Diperkirakan dana mencapai Rp. 51 triliun. Hal ini, perlu dipikirkan. Karena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT pada tahun 2016 hanya mencapai Rp. 3,8 triliun. Sama halnya pemerintah mengajak kita mengutang dengan investor (swasta). Ketiga, jembatan Palmerah bukan proses meninabobokan masyarakat Flores Timur

ADONARA DALAM PUISI

Petuah kata sejarah Masih temani kaki untuk melangkah Dalam bayang-bayang ibu kuatkan hari Dalam jelmaan ayah pancarkan cahaya hati Hingga tebal awan kota Ingatkan suasan desa Dihimpit berdiri megahnya Ile Boleng Didekatkan Bukit Seburi tanah kampung Karena kitalah gunung yang berdiri Karena kitalah bukit yang menyapa Membawa bisikan bahari Ketika menghadap ke arah pantai Sampai kata dan petuah terus mengikut Wariskan api dari generasi ke generasi Tentang pentingnya menjaga kata Tentang indahnya memakai tenun ikat Maka... Tak kulupakan petuah indah dan keramat Tak kuingkari segala kata-kata bernyawa Di atas alam ditaburi darah dan air mata Karena air mata Bukan hanya tentang tangisan Bukan hanya tentang derita tanpa rasa Namun air mata darah tanda perjuangan Maka... Untuk mengingatmu yang di gunung Untuk mengenangmu yang di pantai Aku mengisi kata-kata lewat puisi Karena darah dan bisikan kata terus diasa Biar perang telah terganti buka dan pena

ANTARA (576)

Sering ada perbandingan pada kata 'antara' ketika diapit oleh kalimat. Antara kau dan aku ternyata banyak perbedaan, antara kau dan dia memiliki banyak kesamaan. Antara pacar dan mantan adalah orang yang pernah berlabu dan sementara bertahan. Baik terkandas di tengah jalan, mau pun mampu melewati batas getir yang melampau kesabaran. Namun, pada kata 'antara' seolah jadi misteri yang tersembunyi. Serupa kolom kosong yang disembunyikan dengan untain doa. Lalu, dipercaya menjadi sebuah legenda atau mitos. Bagaimana sesuatu yang dipercaya tapi tak pernah diinderai? Apakah setan yang berpenampilan putih pada malam Jumat hanya menakut-nakuti? Kemudian muncul pertanyaan, siapa yang menjahit pakian putih yang dipakai setan? Ulasan ini, aku dapati saat duduk di bangku SD. Sang guru selalu menakut-nakuti pada setiap siswa. Bahwa malam Jumat selalu ada tanda ketika melewati tempat-tempat gelap. Saat itu, aku dan kawan-kawan sebayaku selalu percaya. Namun, batang hidung p

KARYAMU TETAP MEMIKAT

Foto: Abdul Rahim (Khalifah05) Ketika doa-doa Telah kau panjat Dengan lemah-lembut Pada Tuhan Yang Esa Tak lupa pula Pintamu Pada para pendahulu Dengan merinding bulu-bulu Begitu dalam penghayatan Bersama angin Bersama waktu Bercampur masa lalu Maka... Yakin pun mendalam Tak secuil akan buram Tampak pada kaca belaka Namun ia selalu melekat Selalu mempererat Antara roh dan jasat Hingga karyamu tetap memikat Makassar Jumat, 21 September 2018 By: Djik22

PEMUDA SAHABAT PERUBAHAN (397)

Indonesia adalah negara yang terdiri dari ragam perbedaan. Baik suku, ras agama, budaya, dan corak berpikir. Inilah bagian kekhasan dari bangsa ini. Dengan kekhasan tersebut, maka tak heran bangsa Indonesia dikenal dengan kemajemukan dan menjujung tinggi perbedaan. Sebab perbedaan adalah varian dari semangat menuju persatuan. Belum lagi menerobos batas wilayah yang terdiri dari beberapa provinsi. Perlu kita menelisik lebih jauh lagi tentang bagaimana membangun tatanan bangsa. Supaya mampu keluar dari zona ketertinggalan. Ternyata, ketertinggalan adalah salah satu masalah dari apa yang dirasakan setelah revolusi Indonesia didengungkan. Walau merdeka secara pengakuan sudah memhudata sampai ke telinga anak cucu. Tapi pertanyaan besar yang harus dijawab, Kenapa merdeka secara praktik/ penerapan jauh panggang dari api? Ketika secara penerapan dalam kehidupan berbangsa mulai melenceng dengan dasar negara, maka harus kembali mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang telah diletakan oleh