Sumber foto: Google
Setelah beberapa pertanyaan yang dipendam oleh Kiki di dalam pikirannya. Akhirnya ia pun mulai tergoda dengan pertanyaan-pertanyaan yang baru. Tapi, Kiki belum menemukan waktu yang tepat untuk melanjutkan perselingkuhan gagasan. Karena untuk beberapa minggu, Kiki harus fokus pada latihan musikalisasi sastra.
Walau pun ia selalu berdiskusi dengan Ari, akan tetapi Kiki mulai berpikir lagi untuk memperbanyak teman diskusi. Sayangnya, belum ada jadwal yang disusun dalam catatan harian untuk menaburi arah langkahnya.
Kiki pun melangkah perlahan menelusuri jalan menuju lokasi latihan. Ketika sampai di lokasi latihan, teman-teman Kiki berteriak. Namun ia tetap menjawab dengan senyum indahnya. Kali ini, Ana yang menyapa Kiki dengan sindiran halus.
"Ada yang nyasar ni. Baru Cepat sekali datangnya." Ana menyerang sambil menggoyangkan tangannya.
"Maaf, Na. Tadi, saya keasyikan cerita sama Ari. Jadi, saya sedikit terjebak dengan perselingkuhan yang kami bincangkan." Jawab Kiki sambil berjabat tangan dengan Ana dan teman-teman yang lain.
"Selingkuh... !!! Parah kamu, Ki. Mulai sibuk mengurusi romantisme. Memangnya Ari gombal kamu dengan rayuan maut? Sampai membuatmu berseri-seri kala menyebut nama, Ari. Hati-hati dengan rayuan lelaki, Ki. Jangan sampai, penyesalan akan menyusuli karir bahagiamu." Ana coba memperingati Kiki, biar tak muda menerima lelaki yang mengobral dengan kata-kata cinta.
"Tenang dulu, Na. Bukan selingkuh karena romantisme berujung saling mengakui hati. Tapi, saya dengan Ari selingkuh membahas persoalan teka-teki yang sering memenjara di dalam pikiranku. Dari pada memendam, takutnya saya kalah dalam satu langkah untuk mengasa pikiran. Walau pun, bahasa-bahasa yang digunakan dalam bercerita cukup kontekstual dengan kehidupan generasi milenial."
"Memangnya... !!! apa yang kalian diskusikan, Ki?" Tanya Sela.
"Pokonya banyak deh, La. Susah saya jelaskan satu persatu. Karena saya juga bingung, memulainya dari mana."
"Tambah jago kamu, Ki. Ari ngasih kamu trik apa sih, untuk menkalukan lawan bicara? Ana semakin penasaran dengan penjelasan, Kiki.
Latihan kembali dilanjutkan ketika waktu istirahat sudah selesai. Semua tanya seolah menjadi teka-teki bagi Kiki dan teman-temannya. Mereka mengira Kiki akan mengganti statusnya dari jomblo ke pacar-an. Sedangkan, Kiki memilih memainkan kata-kata untuk menutupi semua yang didiskusikan. Kiki hanya menjelaskan tentang 'selingkuh'. Kiki tidak mau menjelaskan secara detail. Takut, jika teman-temannya membatasi dirinya untuk lebih dekat lagi sama Ari.
Entahlah, kedekatan seperti apa yang harus dibatasi untuk membagi ilmu pengetahuan. Tapi, terkadang manusia suka memvonis kala palu penjelasan belum dibunyikan. Akhirnya, apa yang ditanggapi, hanya melahirkan duga dan prasangka tanpa bukti. Itulah, kebiasaan dari sebagian teman-temannya.
Sekitar satu jam latihan olah tubuh. Beberapa orang terlihat sedang bermandikan hujan yang membasahi badan mereka. Sayangnya, kali ini bukan musim hujan. Tapi, mereka tetap menikmati proses latihan. Seolah-olah, latihan olah tubuh adalah suatu bentuk perlawanan untuk menjaga kebugaran dan badan tetap sehat.
Kiki yang merasa kehausan karena terlalu banyak cairan tubuh yang keluar. Maka ia mengambil aqua botol dari dalam tasnya. Saat hendak meminum, Kiki menatap sebuah tulisan 'Membaca adalah Melawan' di tembok tua tempat mereka latihan. Bayang-banyangnya mulai menghataui untuk kembali mengingat sebuah pristiwa di tahun 2017. Kiki merefleksi pesan dari dosen sastranya yang masih tersimpan rapi di memorinya.
Teruslah membaca, membaca, dan membaca. Jangan lupakan, kamu budayakan menulis. Karena dengan menulis, maka kamu sementara melawan lewat senjata aksara kata bermutiara. Maka, segeralah menyusun kata-katamu. Biar kelak jasadmu terkubur. Namun, tulisan dan karyamu akan terus dikenang. Apalagi, tulisan terkadang menjadi sebuah inspirasi bagi orang lain. Entah itu alur ceritanya, peran tokohnya, atau gaya bahasa yang digunakan dalam mainan jemari katamu.
Maka, jangan berlakukan kata 'tidak' untuk beranikan diri menulis. Jangan hanya menulis dengan imajinasi tanpa melibatkan kondisi yang kamu alami. Tapi, angkatlah segala kisah dan apa yang menjadi kerasahan, lalu tuangkanlah dalam karyamu. Ketika tak kamu tuangkan, segera kisah itu perlahan suram dari penglihatanmu. Sebagai orang yang berdiri pada pundak sastra, maka kamu tetap membuat sejarah lewat peranmu.
Untuk menjadi seorang pengarang, maka tugas di generasimu adalah terus membaca. Karena dengan membaca, maka kamu sedang menyelami dentupan pristiwa dari kejadian yang tak dilihat. Syukur jika kamu melihat, tapi jika belum melihat, maka banyak hal baru yang kamu raih di dalam teks-teks. Belum lagi, teks itu, menggodamu untuk tetap nyaman menunduk. Biar kamu menjadi kaum milenial, tapi gagasan dan gerak langkahmu tetap progresif.
Sebab, di masa mudaku. Banyak waktu aku habiskan untuk berselingkuh. Maka wajar, aku terus dikejar-kejar oleh temanku sendiri. Yang kuselingkuhi adalah buku; yang kugauli adalah mereka yang selalu setia dengan diskusi. Maka, banyak selingkuhan yang membuatku terus jatuh cinta. Hingga ada kenyamanan yang kutemukan setiap segala tanya menyapa.
Gowa
Rabu, 12 Desember 2018
By: Djik22
Komentar