Makassar, 291218 | Djik22
1
Kita yang pernah bersatu
Kini mulai terpisah
Saling pertahankan yang salah
Sebagai ego yang kelabu
Padahal...
Kita tak ingin berpisah
Kita tak ingin merasa sebal
Antara satu sama lain
Akhirnya...
Penyesalan pun tiba
Bermuara pada diri
Sampai semua ditangisi
3
Omong-kosong dengan janji
Yang diikrar hari-hari
Sampai...
Terus dikhianati
Memangnya aku apa?
Tempat penitip kata
Yang terus disakiti
Tanpa mengobati
Karena sakit terus bertambah
Tanpa ada yang menenangkan
Pada sebuah kisah
Di penghujung tahun
4
Kuingat lagi...
Lembaran kemarin
Terpaut kisah perjalanan
Yang melukis bahagia
Bahagia itu selalu ada
Pada setiap ingatan
Pada setiap renungan
Sampai terus berkuasa
Biar derita lebih banyak
Yang selalu mengelak
Tapi...
Bahagia terus berteman diri
5
Sudahi saja yang terjadi
Membuat kita saling diam
Membuat kita semakin buram
Kemudian membisu dan tuli
Kita tuli pada kebaikan
Kita benci permohonan maaf
Mengganggap semua jadi naif
Hingga kita bersebrangan jalan
Maka...
Diam diganti jadi ceria
Lalu...
Tak lagi kembali ke masa lalu
6
Semua orang punya masa lalu
Baik itu tentang bahagia
Air mata
Serta rindu
Kita juga terjebak
Jadi lembek
Saat bersama
Mengharap cinta dan asa
Sampai terus menghamba
Pada sepotong asa
Terus jadi manja
Namun tak lagi bersandar
7
Di bagian ke tujuh
Puisi tanpa jeda
Masih kutulis tentang rasa
Dari semua sejarah
Karena yang telah terjadi
Sampai hari ini
Terus kukumpul
Jadi naskah yang tebal
Maafkan aku...
Yang menulis kisahmu
Yang menyinggung masa lalu
Karena aku tak mau jadi abu
8
Segalanya pernah bermuara
Kemudian bertahan
Jadi kekuatan
Yang mulai melawan
Mataku tak lagi buta
Untuk menentukan
Mana kawan dan lawan
Dan mana sahabat setia
Karena kita pernah bersama
Dalam satu ikatan
Bulatkan tekad membara
Bertahan sampai hari ini
9
Mari mendekat sayangku
Kita satukan kembali
Semangat yang dulu
Sempat membuat ceria
Biar kita tak lagi berpasangan
Tapi...
Kita selalu berpapasan
Untuk membuka diri
Karena tak ada...
Dalam kamus hidupku
Bicara tentang dendam
Bertahan pada buram
10
Kita masih kaku
Dalam membuka masa lalu
Untuk membuat cerita
Penuh kebaruan
Untuk apa kaku?
Kalau hati berkehendak
Kalau rasa menggebu
Mengajak kita kembali
Sudah saatnya...
Kita hilangkan dengki
Kita kesampingkan dendam
Yang jadi bahaya
11
Kau ajari aku
Tentang cinta dan setia
Tentang kasih yang tak layu
Tentang cinta yang tak terbagi
Tapi...
Beriringnya waktu
Semua mulai layu
Semua mulai terbagi
Ternyata...
Katamu hanya penawar
Biar aku dikirimi mawar
Sebagai tanda tak lagi ada
12
Kita pernah ada
Dalam sunyi
Dalam ramai
Yang terus dinikmati
Sampai sejauh ini
Kita masih saja bersua
Masih saja berbagi
Tentang rupanya bangsa
Iya...
Aku yang berkisah perampasan
Kau bercerita tentang pertahanan
Kita larut dalam tatapan bermakna
13
Sekiranya...
Tangismu mampu kuhentikan
Sakitmu mampu kesembuhkan
Dengan obat rasa
Namun...
Tangismu tiada henti
Karena banyak yang mencuri
Harta dan kekayaanmu
Kekayaanmu dinikmati orang lain
Hingga kau terus meratap
Pada sebuah sekat tertutup
Atas nama pembungkaman
14
Jalan ini begitu berliku
Sampai kita terus merindu
Pada perantara jarak
Yang hanya dengar suara
Aku yang ingin dikirimi rindu
Namun dilayangkan suara layu
Di saat detak jantung berbunyi
Ada petanda tentang curiga
Tenyata benar...
Kau tak mengirimi lagi suara
Karena hatimu sudah terpenjara
Ke lain hati yang sedang tersohor
15
Jika yang tersohor
Kau cari dengan jujur
Maka...
Banyak yang ia tutupi
Karena ia mampu berganti rupa
Atau sudah kau temukan?
Tentang ganti rupa
Yang terus mendayu
Tanpa keraguan
Jika belum
Maka...
Suatu saat kau temuai
Dengan segala tanya
16
Ada kalanya kita diam
Di antara perdebatan panjang
Yang terus diulang-ulang
Dalam malam-malam
Tepatnya...
Malam menjadi peguasa
Atas perdebatan kusir
Membuat kita terus bersikeras
Kita saling menuduh
Kita saling melempar amarah
Sampai...
Emosi tak bisa diatasi
17
Katamu...
Aku harus menjelaskan
Dari apa yang dirasakan
Tanpa harus malu-malu
Iya...
Aku tak lagi malu
Untuk jujur berkata
Pada setiap desakan rayu
Sayangnya...
Aku lebih memilih
Menulis dalam naskah
Biar disaksikan oleh semesta
18
Aku belum berani
Mengatakan yang sebenarnya
Pada apa yang terjadi
Dan berkuasa di diri ini
Karena belum tiba saatnya
Untuk saling terbuka
Antara rasa dan hati
Yang tak ujung tepi
Tapi...
Aku hanya ingin
Kita saling mengerti
Tanpa harus menekan
19
Biarkan tekanan ini
Jadi pelajaran hati
Jadi guru pemebela lara
Pada tumpukan kuasa
Kita sempat berkuasa
Di sebuah hari dan hati
Sampai...
Belum berani untuk berkata
Biarkan kita terus memahami
Tanpa harus menjelaskan
Tentang panantian
Yang masih jadi ilusi
Makassar, 311218 | Djik22
20
Kita berawal karena cinta
Kita bersama karena rasa
Maka...
Kita selalu peka
Jika memang kepekaan
Tak mampu bertahan
Dikalahkan dengan ego
Dikalahkan dengan animo
Maka...
Biarkan kita diakhiri dengan cinta
Kita dipisahkan dengan rasa
Hingga tak ada lagi pertemuan
21
Aku yang menunggu pertemuan
Aku yang menanti rindu
Dalam istana hati berkuasa
Kalau terus menunggu
Sampai...
Penungguanku sia-sia
Karena kau tak tiba menyapa
Untuk selalu gembira
Sayangnya...
Gembira tinggalka sisa
Kalau kita pernah bersama
Kalau kita perna serasa
Makassar, 1119 | Djik22
22
Untukmu yang bernama rindu
Untukmu yang bernama lara
Pada setiap tanya
Tentang pelbagai rayu
Karena darimu segala yang mendayu
Mengajak untuk kembali
Di pagi
Yang telah lewat
Dengan sebuah pesan
Di malam yang menegangkan
Tentang lembar pengarsipan baru
Tentang hidup baru
Makassar, 2118 | Djik22
23
Orang-orang yang lalu-layang
Menikmati setiap langkah
Dengan badan yang basah
Saat hujan menerjang
Ada lagi...
Yang sibuk mengendara
Lewati jalur yang licin
Pada garis putih yang dibasahi
Aku ingin...
Kotaku tetap dibasahi
Yang penting
Dirimu jangan bersedih
Makassar, 3119 | Djik22
24
Aku terombang-ambing
Oleh dua pilihan
Yang terus menekan
Namun berkesan
Ialah pilihan politik
Ialah pilihan rasa
Dan keduanya
Selalu menerima kritik
Tapi...
Belum kutentukan pilihan
Pada rana perasaan
Untuk melayangkan cinta
25
Ialah cinta
Yang selalu menagi
Selalu membuat tawa
Menemani hari
Tapi...
Kini tawa mulai pergi
Tanpa bisa kutahan
Dengan ajakan
Karena hati sudah terbagi
Tak bisa disatukan
Lantaran saling membohongi
Atas kuasa perselingkuhan
26
Jika kita adalah sepasang juang
Maka...
Aku ingin kau berdengung
Tentang protes lewat suara
Namun bukan hanya suara
Tapi...
Dibaluti dengan tindakan nyata
Biar kita tetap abadi
Setidaknya...
Kita abadi dalam medan juang
Kita bersatu dalam gelombang
Dari arus perlawanan berkala
27
Apakah kau takut wahai manisku?
Tentang cinta
Tentang buku
Yang digabung dalan suara
Kukira tak ada lagi gelisah
Karena kita tak lagi berselisih
Pada ragam perbedaan
Pada sederet pertengkaran
Maka...
Mari mendekat manisku
Kita berteman dengan buku
Yang dipanggil dengan cinta
28
Cintailah aku tanpa ragu
Sayangi aku dengan sederhana
Biar kita tak saling mengeluh
Pada segala yang sedih
Karena cinta harus berirama
Dengan kebulatan nasib
Dengan kesatuan tekad
Pada soal-soal biadab
Kita bukan biadab
Tapi...
Kita singkirkan kebiadaban
Untuk tetap pada kebenaran
29
Kemarin aku kau lukai
Hari ini aku disakiti
Belum puaskah kau berlaku?
Tanpa malu dan layu
Padahal...
Kita kedepankan rayu
Kita dambakan rindu
Untuk bertemu tanpa malu
Aku tak ingin keraguan
Tapi...
Kau memilih melukai
Dari cinta yang kita bangun
30
Biarkan semesta
Yang memutuskan
Tentang siapa yang salah
Dan siapa yang benar berkata
Karena pengadilan
Tak lagi bicara kebenaran
Tapi...
Bicara berapa yang diberi
Oh...
Lucu bertambah resah
Dalam dalang sejarah
Yang penuh penyuapan
31
Tinggalkan aku
Bila kau telah bosan
Bila kau tak lagi rindu
Karena aku tak ingin paksaan
Jika kita terus memaksa
Maka...
Kita sering berselisih
Kita sering tertimpah sedih
Bukan aku menolak air mata
Bukan aku menolak rindu
Tapi...
Aku ingin kita mengakhiri
32
Cintailah aku
Sepenuh hatimu
Maka...
Kusanjung balik menyayangimu
Karena kasih dan sayang
Harus terus bergelembung
Kemuadian memberi uap
Pada hati kita sampai terlelap
Aku ingin terlelap
Di bahumu
Tanpa ada yang lain
Menjadi batasan
33
Kaulah angin yang kuhirup
Kaulah tanah yang kupijaki
Dengan kuat aku berdiri
Dengan semangat tanpa redup
Maka...
Tetaplah jadi angin
Tetaplah jadi tanah
Biar kita tetap bertahan
Sampai waktu berkata
Bahwa kitalah satu
Dalam sebuah ikatan
Yang menempuh hidup baru
Dalam lingkaran keluarga
34
Dalam pikiranku
Kau selalu hadir
Menawari senyum
Menghapus yang buram
Aku yakin
Kaulah pilihan
Kaulah yang kuimpikan
Dalam ragam pencarian
Teruslah hadir
Dengan kabar
Wahai manisku
Biar kita selalu merindu
35
Aku masih di sini
Aku tetap di sini
Menunggumu
Menantimu
Biar kita bersua
Membahas segala rasa
Menyatukan segala kuasa
Dalam himpitnya ruang kota
Karena di sekeliling kita
Bukan hanya soal rasa
Tapi...
Kita harus peka dengan rasa
36
Jika rasa itu
Masih tetap ada
Maka...
Aku pinta padamu
Untuk tetap bertahan
Pada kesepakatan
Pada ikhtiar
Dan saling ikhtiar
Kita harus ikhtiar dengan rasa
Biar kuasa berbalut cinta
Menjadi budaya yang mulia
Antara kita berdua
Makassar, 8119 | Djik22
37
Kita sering menghabiskan waktu
Untuk berdebat panjang
Pada soal kecil menghadang
Tanpa malu-malu
Kemudian kita lupa
Kalau kita hanya membuang waktu
Menguras tenaga diserang layu
Bersamaan gugurnya bunga
Karena kita bukan lagi bunga
Tapi...
Kita hanyalah penerus
Yang lupa diri
38
Aku akan pulang
Ketika suara berkumandang
Mengajak hati
Menjaga diri
Dalam duri
Dalam mimpi
Saat mata terbuka
Saat raga bergembira
Lalu...
Mengajak tanpa malu
Untuk kembali
Ke pangkuan ibu pertiwi
39
Kita selalu berdebat
Kita selalu menjerit
Pada ketimpangan yang terjadi
Pada gagasan yang berseri-seri
Iya...
Itulah darah muda
Tanpa menunggu kelabu
Tanpa mengharap terjadi lagi
Karena kita yang sadar
Harus memengaruhi
Tanpa menyindir
Kepada yang lain
40
Ada saatnya kita saling diam
Di antara bunyi angin
Yang menggerakan
Deretan kain-kain
Kita diam karena berbeda
Pada kesalahpahaman
Yang tak berkesudahan
Di antara perselisihan
Sampai akhirnya
Kita bersuara lagi
Untuk berkata tak mengulangi
Kesalahan yang sama
41
Kita selalu terjebak
Pada kesalahan yang sama
Pada perdebatan penuh emosi
Membuat kita lupa diri
Kalau kita dihantui
Oleh kesalapahaman
Oleh curiga-mencurigai
Tanpa ada bukti yang pasti
Maka...
Sudahi saja segala curiga
Biar kita tak lagi berdebat
Biar kita tak lagi dikuasi emosi
42
Cintaku padamu
Tak bisa dilukiskan
Dengan pena
Dengan kertas
Karena belum cukup
Jika hanya untuk menjabarkan
Antara kasih dan sayang
Antara perjalanan kita berdua
Yang telah kita lewati
Maka...
Mari kita jadi buku dan pena
Biar terus melukis kisah ini
43
Sekiranya...
Kita sudah paham
Antara satu dan lainnya
Mulai terasa kelam
Entahlah...
Apakah hanya aku yang rasa
Atau masih ada yang lain
Sama merasakan
Sekiranya sama
Maka...
Aku ingin dirimu
Masuk dalam kesamaan itu
44
Saat ini...
Aku merasakan sunyi
Tak berteman dan bertuan
Pada penjelajah yang menekan
Iya...
Hanya aku
Yang mulai kaku
Dengan segala yang sunyi
Karena kau telah pergi
Tak kembali lagi
Dan pergi
Entah kemana
45
Kita sudah jarang
Untuk saling mengabari
Tentang rasa
Tentang rindu bergelombang
Apakah ini salahku?
Dengan segala kesibukan
Dengan segala urusan
Yang akan kita nikmati berdua
Semoga tak ada yang salah
Di antara jarang mengabari
Di antara rindu dan resah
Yang selalu bernyanyi
46
Kitalah nyanyian pagi
Kitalah nyanyian malam
Yang kembali
Ke pagi lagi
Marilah sayangku...
Kita terus bernyanyi
Di segala sunyi
Di segala bahagia dan duka
Biar kita nikmati
Segala yang kita lewati
Dengan nyanyian
Tanpa henti
47
Orang-orang selalu mencibir
Tentang selangkangan
Tentang moral
Yang mulai kebal
Bukan hanya soal moral
Jika selangkangan jadi nakal
Lalu...
Jadi bahan tertawaan
Semua karena himpitan ekonomi
Karena negara tak lagi...
Menyediakan lapangan kerja
Bagi rakyat di bangsa ini
48
Perempuan selalu dijadikan alat
Untuk menambah keuntungan
Untuk menarik perhatian
Sampai tergiur menjerat
Iya...
Perempuan dijerat dengan kecantikan
Dipoles sedemikan rupa
Untuk melayani keuntungan
Lalu...
Kita hanya diam dan tanpa malu
Ketika kaum perempuan
Dianggap sepeleh
49
Perempuan perlu dibela
Suaranya perlu didengar
Karena dunia bukan milik
Para lelaki saja
Atau milik mereka yang suci saja
Dikalungi dalil dan lantunan
Potongan pembelaan
Dan secuil rasa
Sekiranya...
Lelaki tak hanya sibuk
Mengurusi dirinya sendiri
Tapi harus membela hak-hak kami
50
Kita sudah digoda
Oleh para pemodal
Untuk terus bergaya
Seolah terlihat mahal
Di setiap sudut
Di setiap keramaian
Yang selalu memikat
Dengan segala tawaran
Harusnya kita sadar
Bahwa godaan itu
Membuat kita lupa
Untuk apa kita mengasa eja
51
Ejalah kata-kataku
Dengan segala rasa
Biar nafamu terus mendayu
Sedikit merayu-rayu
Rayulah aku dengan desahan
Godalah aku dengan kegilaan
Biar kita menjadi gila
Biar kita dikuasai rasa
Iya...
Kita gila karena desahan rakyat
Kita gila karena godaan dunia
Yang penuh dengan kebohongan
52
Kitalah hina
Di mata negara
Yang sedang digadai
Dengan segala kepentingan
Terus kenapa banyak yang digadai?
Sampai banyak yang jual diri
Untuk bertahan hidup
Dalam keadaan tanpa tutup
Sekiranya...
Kita tak dihina
Dengan kuasa dan nafsu
Namun kita perlu dilindungi
53
Aku ingin...
Kaulah tempat pelindungku
Kala terik menyambarku
Kala basah menghujaniku
Maka...
Lindungilah aku dengan bangga
Tanpa ada keresahan
Tanpa ada ketakutan
Karena kitalah hujan
Kitalah terik matahari menawan
Dalam segala godaan
Dalam segala rayu tanpa dendam
54
Mari sini sayangku
Akan kubisikan
Tentang sebuah janji
Tentang sebuah rasa
Kalau kelak
Jari manismu
Aku yang memasangi
Dengan keringat dan air mata
Biar air mata
Mampu kita hapus
Keringat...
Mampu kita keringi
55
Kaulah sumber inspirasi
Tanpa sadar
Tanpa menyindir
Pada setiap kata
Karena darimu kata bermuara
Darimu kata mendayu
Sedikit merayu
Sedikit menggoda
Karena inspirasi tentang kata
Tentang rindu
Tentang luka
Dan tentang luka
56
Kau tak mau
Jika aku mengobati luka
Pada setiap tamparan
Pada setiap pukulan
Kenapa kau menolak?
Apakah kau sengaja mengelak?
Untuk aku bersikap bahagia
Lebih lembut lagi
Sekiranya...
Aku tak mau jadi bahagia
Jika keadaan masih luka
Pada diri dan sandiwara
Makassar, 9119 | Djik22
57
Kita pernah bersama
Dalam mengasa asa
Dalam mengeja mimpi
Yang tiada bertepi
Di antara hamparan jalan raya
Di setiap himpitnya lorong
Kemudian kita berkata
Kitalah kawan juang
Lalu...
Kemanakah kita setelah ini?
Jika aku masih mencari
Di atas serpihan daun berdebu
58
Aku yang dulu kau sanjung
Aku yang dulu kau sayang
Kini hanya tinggal cerita
Di atas hamparan semesta
Entah apa salah diri ini
Dalam cacatan waktu berkala
Dalam dunia yang tak lagi berbagi
Antara luka dan lara
Hatiku lara...
Karena kau meninggalkanku
Tanpa sebuah alasan
Tanpa ada kepastian
59
Aku ingin...
Tetap bersamamu selamanya
Tanpa ada yang mengganggu
Untuk kita saling melupakan
Iya...
Kita tak ditakdirkan
Untuk saling melupakan
Namun dirayu untuk mengingatkan
Apakah kau masih mengingatku?
Atau sudah mulai lupa
Tentang segala cerita
Yang pernah ada
60
Kita pernah ada
Dalam sebuah purnama
Di putaran waktu
Tanpa berdebu
Sayangnya...
Semua jadi masa lalu
Yang meninggalkan kelabu
Di antara ragam pilihan
Hingga aku terombang-ambing
Memilih bertahan
Atau berhenti di penantian
Yang sempat menggaung
61
Kita yang dulu bahagia
Kini hanya tinggal derita
Mengganggu pikiran
Menggangu ingatan
Aku mengingat segalanya
Kau melupakan semuanya
Sampai kita...
Tetap berbeda
Sayangnya...
Perbedaan itu
Kita tak mensyukurinya
Kalau kita pernah bersama
62
Bersamamu adalah sebuah takdir
Yang datang tanpa sadar
Yang tiba tanpa pinta
Di raut senyum bahagia
Kini kita masih bahagia
Menapaki jalan ini
Berbagi catatan hati
Untuk saling percaya
Aku lebih percaya
Pada setiap ungkapan hati
Pada setiap diksi
Yang keluar dari bibir manismu
63
Sudah saatnya...
Kita mengejar ketertinggalan
Kita singkirkan segala kemalasan
Yang menjadi penjara bermuara
Sebab...
Penjara muara
Akan membuat kita tertinggal
Di antara segala kemajuan yang kebal
Iya...
Kita mulai kebal
Dengan segala yang menempel
Untuk sebuah kemajuan rasa
Makassar, 10119 | Djik22
64
Bumi tempat kita berpijak
Mulai takut dengan kritik
Mulai enggan untuk mendengar
Lewat suara menawan dan jujur
Karena Bumi Manusia
Terlalu ganas dengan segala sikap
Terlalu keras dengan segala kuasa
Sehingga pelajaran baik mulai ditutup
Oleh mereka yang berseragam
Dengan dalil penertiban
Menutup segala yang dianggap buram
Tanpa harus berlaku terbuka berdandan
65
Gedung megah didirikan
Kami selalu ditekan
Atas nama pembangunan
Dari segala macam kepentingan
Yang sekian dalil
Membuat kami tak kebal
Pertahankan tanah kami
Meneruskan hidup kami
Semua sia-sia
Karena mereka...
Selalu menakuti kami
Dengan peluru tanpa bunyi
66
Kita yang menyaksikan cahaya
Kita yang menikmati
Terangnya bola cahaya
Yang merayu dari pagi
Aku yang tergoda oleh pagi
Kau dipaksa oleh sore
Sampai...
Kita kita disepelehkan waktu
Padahal...
Kita menginginkan rayu
Mengajak waktu
Untuk merayu tanpa malu
Aku yang terbuang
Bagai debu yang diterjang
Oleh tiupan angin
Dan desakan segala tekanan
Tekanannya adalah soal komitmen
Yang sempat terbangun
Kini hanya jadi sebuah janji
Tak lagi ditepati
Karena kaulah para pengingkar
Yang tak mulai jujur
Setiap apa yang dijanjikan
Dari apa yang didengungkan
68
Harusnya jangan kau janji
Biar aku tak berharap
Dalam keadaan gelap
Dan terang sekali pun
Sebab...
Ketika semakin kau janji
Maka...
Aku semakin berharap
Namun semua sia-sia saja
Pada keadaan yang ada
Pada diri yang sedang melayu
Yang ditempel oleh debu-debu
Makassar, 14119 | Djik22
69
Aku menunggumu terlalu lama
Dengan sendiri berdiri
Tanpa sebuah kata
Yang tiba jadi setia
Maka...
Aku bertemankan ranting
Sambil merenung
Tentang segala yang ada
Semoga dengan kesendirian
Aku mampu bertahan
Di sebuah penungguan
Antara ada dan tiada
70
Di ruang yang berbeda
Dikelilingi kaca berkaca
Dan tirai kuning tanpa cemburu
Aku masih terus tersipu
Kutatap tajam arah itu
Untuk melepas rindu
Yang sering kali kutahan-tahan
Tanpa sebuah ungkapan
Namun begitu sayang
Jika hanya sebatas bayang-bayang
Mengingatmu
Mengenangmu
71
Aku tak ingin jadi yang terakhir
Tapi...
Aku mau jadi yang pertama
Dan untuk yang terakhir
Biar tak ada dalil
Kalau kau ke lain hati
Dengan rasa yang kebal
Tanpa perlu hati-hati
Maka...
Segera kita memulai sejarah
Dalam babak yang berkala
Kalau kita yang pertama dan terakhir
72
Sudah saatnya kita saling terbuka
Sudah saatnya kita saling jujur
Sebagai dua pasang cahaya binar
Yang terus menyala-nyala
Kau nyalakan aku dengan senyum
Dan kubalas tanpa sandiwara
Dalam lukisan penuh makna
Kalau cahaya makna tak lagi buram
Sebab...
Kita sudah sadar belakangan ini
Jika terbuka adalah kelegaan
Kemudian memperbanyak cahaya lagi
73
Kau hadir begitu cepat
Tanpa kusadari
Kalau kita saling memikat
Untuk melepas diri yang sedang sendiri
Iya...
Sekarang kita tak lagi sendiri
Lantaran pengakuan kata
Tak bisa membela diri
Karena yang kita bela
Adalah hati yang merasa
Yang kita lindungi
Adalah cinta tanpa henti
74
Di penghujung malam
Yang mulai...
Dijemput pagi
Masih saja tatapanku begitu buram
Pada beberapa lembar
Yang mengatasnamakan naskah
Yang mengatasnamakan rindu dan pijar
Dalam lembutnya kebenaran
Ialah kebenaran rindu
Ialah kenyataan dari cinta
Untuk terus merajut naskah dan kata
Biar mampu menjawab rindu dan duka
75
Sampai sekarang ini
Naskahku masih diisi
Oleh patahan kata-kata
Yang belum begitu menjelma
Karena aku baru memulai
Untuk membuka segala diksi
Dengan perpaduan cinta
Tanpa harus berdusta rasa
Sebab...
Mataku tak akan lembab
Bila malam kuhabiskan
Tanpa sebuah perenungan
76
Ceritamu
Cintamu
Kisahku
Kisah yang jadi kelabu
Sampai sekarang
Cinta tak lagi menjadi gelombang
Untuk mengantarkan arus
Yang penuh dengan desas-desus
Karena desas-desus tak lagi dipercaya
Di zaman ilmu yang berkuasa
Dijelajah sejarah data dan bukti
Kalau kita sebatas menikmati pelangi
77
Kaulah warna dan warni
Tentang sebuah kehidupan
Dari gambaran pertiwi
Yang selalu menawan
Tapi...
Sekarang kau digoda
Oleh banyak tangan
Oleh banyak cobaan
Akhirnya...
Kecantikanmu digadai
Dengan segala rayu dan upaya
Untuk jadi pameran berisi
78
Selamat tinggal wahai pengagum luka
Sudah saatnya kita berkata
Kalau bertahan
Adalah menambah persoalan
Maka...
Untuk terus mendekati bahagia
Kau dan aku harus berucap jujur
Kalau kita tak lagi akur
Karena dasar curiga kita
Mengalahkan hasrat saling percaya
Sampai...
Tak lagi budayakan nalar bernadi
Makassar, 16119 | Djik22
79
Berulang kali...
Kita terjatuh dengan puisi
Dari setiap susunan baitnya
Dari setiap deret aksaranya
Iya...
Kita terjatuh karena puisi
Yang ditulis dengan jiwa
Mewakili semangat dan asa
Karena kaulah batin puisi
Dan akulah makna dari diksi
Yang terus dikaji tanpa duga-sangka
Dengan kedalaman rasa begitu peka
80
Semua mulai berubah
Setelah kita saling curiga
Tanpa ada jalan tengah
Untuk tetap bertukar kata
Kerena kita kedepankan emosi
Kita kesampingkan kewarasan
Dengan akal-budi yang berlian
Tanpa ada ketekukan niat suci
Aku ingin kita hilangkan curiga
Biar tak ada lagi perpecahan
Yang terus menekan
Sebagai manusia pengagum budaya
81
Budayaku adalah air mata
Kebiasaanmu ada sebuah tipuan
Yang terus mengodaku dengan puja
Namun tetap dengan pengkhianatan
Padahal...
Air mata budaya sudah kubendung
Dengan segala kepercayaan berlabel
Kalau kaulah sejatinya kawan juang
Sayangnya...
Kau lajui aliran air mataku
Mengisi hari mewarnai hati
Dengan seribu cara dan ratusan tipu
82
Hujan turun di kotaku
Basahi seluruh ide yang mewangi
Melaju bersama tiupan angin
Yang menggoda dan merayu
Saat itu...
Semua tak jadi bisu
Karana hujan menambah imajinasi
Teruskan kata membalut merangkai
Maka...
Rangkailah imajinasi lewat kata
Biar kita bersyukur pada hujan
Dan angin yang melaju tanpa tekanan
83
Sekarang semua mulai teruji
Dengan berbagai gagasan dan ilusi
Menggoda hati merayu logika
Biar kita tak buta menata
Karena kita ditata dengan bangga
Tanpa mengharapkan pujian
Yang menegangkan keadaan
Dalam balutan rasa pandangan mata
Gunakan matamu menatap ujian
Gunakan logikamu selesaikan ilusi
Untuk terus berimajinasi
Berantas segala pertentangan
84
Kita yang pernah bersepekat
Untuk saling memikat
Kemudian melaju dengan cinta
Dan menawan rasa tanpa paksa
Tapi...
Semua yang kita sepakati
Mulai hilang tanpa jeda
Di antara pijakan semesta
Biarkan yang lalu terus berlalu
Tanpa harus diingat untuk mendayu
Pada setiap kesalahan yang sama
Pada setiap kebenaran yang berkuasa
85
Badanku gemetar
Ketika mendengar kabar
Tentang sebuah kenangan
Tentang sebuah peninggalan
Iya...
Kau tinggalkan aku sendiri di sini
Tanpa sebuah alasan pasti
Tanpa kesempatan berkata lagi
Namun aku selalu percaya
Pada beberapa kuasa
Pada beberapa bagian rasa
Kalau dalam hatimu masih ada namaku
86
Kau antarkan aku begitu jauh
Kau bawa aku arungi sejarah
Terombang-ambing oleh cobaan
Terhentak oleh berbagai ancaman
Namun kita terus melaju
Dengan segala restu
Yang didengar tanpa tuli
Yang dirasa tanpa peduli
Maka...
Aku harus berjalan terus
Tanpa ada rasa was-was
Karena keberanian adalah modal utama
87
Sekian hari semua jadi terang
Saat hati dan rasa diradang
Oleh segala polemik
Oleh segala hal pelik
Tapi...
Kita masih di sini
Untuk tetap memberi kabar
Penuh dengan keterangan jujur
Maka...
Marilah wahai kau yang jauh
Dekati nadi dan jiwa tak lemah
Untuk kita membuat sejarah
88
Aku merindukanmu
Dengan segala rayu
Pada beberapa deret janji
Yang mulai menagi lagi
Ialah janji hati
Yang jadi misteri
Hilang entah ke mana
Dan pada siapa aku berkata
Maka...
Aku tak lagi punya kuasa
Karena kau sudah ke lain hati
Dan bersandar di bahu sang misteri
89
Untukmu permataku yang hilang
Di bawa jauh pergi tanpa terang
Dari segala keterangan kugali
Dari ragam informasi kuteliti
Maka...
Jangan lagi kembali
Wahai permataku yang pergi
Karena aku tak lagi meminta
Karena pergimu meninggalkan luka
Terus menyeka air mata berlinang
Yang perlahan mulai kering
Hingga aku temukan lagi bahagia
90
Jika keyakinan adalah alasan
Maka...
Harusnya kita jangan berkata
Kalau cinta menjadi ikatan
Apalagi...
Kita tak bisa lagi
Untuk bertahan bersama
Menuju sebuah rumah bernama
Lantaran cinta dan perbedaan
Membuat kita tak bertahan
Maka...
Dengan ikhlas aku tak memaksa
91
Kita jadi berbeda
Semenjak mengajatakan suka
Antara ungkapan hati
Yang mengelak cinta berkali-kali
Saat aku mengungkapnya
Dengan bahasa hati berjiwa
Maka...
Kau balas dengan biasa-biasa saja
Secara jelas
Kita semakin malas
Dan asing lalu menghilang
Digilas waktu dimakan kenangan
92
Aku juga sadar
Tanpa harus dijelaskan
Dengan berbagai bahasa kejujuran
Dengan kata-kata yang menawan
Sebaba menawan yang berlaku
Membuat kita saling kaku
Di antara malam yang menggoda
Di saat hujan mulai bersuka-ria
Kalau perkenalan tak menjamin
Jalan tetap basah tanpa ujian
Di pertengahan jalan kita
Hingga di akhir kita saling merasa asing
Makassar, 17119 | Djik22
93
Semua serba salah
Jika dalam keadaan lemah
Kau datang tanpa diundang
Hingga memilih tanpa memilah
Kau memilih pada ketenangan
Aku memilih pada kehangatan
Hingga kita saling diam
Menjemput malam
Belum lagi...
Aku merasa gerogi
Saat ingin memulai bicara
Namun tetap saja tidak bisa
94
Mengenangmu adalah tugasku
Melupakanmu adalah aibku
Yang tak bisa dibuka
Yang tak bisa diungkap untuk siapa
Karena kaulah rahasiaku
Kaulah segala yang bermula
Tanpa ada muara pembatas
Menutup segala yang sempat tragis
Sebab kitalah dua pasang kasih
Yang mulai hilang tanpa kisah
Untuk menambah lagi senyum
Menghapus luka yang kelam
95
Andaikan semua bisa terulang
Maka...
Aku ingin berkembang
Tanpa sebuah penghalang
Yang berdiri di sana
Yang menunggu tanpa bahasa
Aku datang untuk mengulang lagi
Setiap kisah yang terlewati
Tapi...
Waktu tak lagi berpihak
Kalau kita kembali lagi ke sini
Demi sebuah bahasa dan kisah ini
96
Biarkan kau pergi
Membawa bahagia
Tanpa ada yang ditangisi
Tanpa ada yang dibela
Aku rela untuk dilupakan
Aku rela untuk ditinggalkan
Yang penting kau bahagia
Bersama dia yang di sana
Karena kalianlah takdir dari semesta
Sedangkan aku ditolak oleh waktu
Hanya bisa untuk menunggu
Tanpa ada lagi harapan berlabu
97
Kaulah mutiara
Yang tenggelam di dasar hati
Sampai sulit dilupa
Pada setiap ingatan sili berganti
Karena kaulah nafas berdesah
Tanpa merasa bersedih
Jadi sebuah guncangan
Jadi sebuah tekanan
Maka...
Aku yang patut mensyukuri
Atas segala yang bermuara
Hingga menuju akhir tanpa jeda
98
Semua yang bernyawa
Akan kembali ke sana
Tanpa memandang raut
Tanpa menimbang takut
Maka...
Siapkanlah diri kita
Biar saatnya akan tiba
Tak mengelak pada takdir
Hingga kita kembali ke tanah
Menghadap Rab
Dari sebab segala sebab
Yang kekal jadi sejarah
99
Iyalah bahagia
Kalau masa muda
Dinikmati dengan segala ketekunan
Tanpa menerima lemahnya kenyataan
Jika kau tetap terima pada keadaan
Maka...
Mustahil ada sebuah perubahan
Datang pada waktu dan rasa
Karena pergulatan tak hanya rasa
Jika jiwamu hanya terkubur
Ke dalam sum-sum tulang-belulang
Yang mulai tampak keropos
100
Di kisah yang seratus ini
Aku ingin mengakui
Padamu yang pernah membantu
Padamu yang pernah berlabu
Kalau semua ini
Dengan jujur aku berkata
Dengan teguh aku bercerita
Inilah perwakilan dari puisi
Yang terus menjelma
Dari hari ke hari
Tanpa ada henti meramu rasa
Tanpa ada jeda membenci kata
Makassar, 18119 | Djik22
101
Rumahku diberenggus
Dengan berbagai dalil
Dengan atribut dan senjata laras
Membuat keadaan jadi memanas
Tuan tak bisa panaskan dengan senjata
Hanya untuk melawan kata-kata
Karena kata-kata tak bisa dibunuh
Ia akan tetap hidup di atas semesta
Maka...
Jangan sesekali mengancam
Kalau keadaan semakin suram
Sebab kami akan terus melawan
102
Sekali lagi...
Aku katakan dengan tegas
Kepada siapa yang mendengar
Kepada siapa yang mengerti
Inilah perkataanku
Ialah tentang kemerdekaan
Ialah tentang kebebasan yang mulai layu
Dan terus mendayu-dayu
Di atas kesenangan dan kemewahan
Lalu...
Sudahkan jerit-tangis terjawab?
Jika semua menjadi kaku
Serta menambah kekayaan pribadi
103
Suatu saat...
Kita akan paham
Tentang kebusukan
Tentang penipuan
Ialah menipu sesama anak bangsa
Dengan dalil janji
Dengan semangat omong-kosong
Karena rakyat sudah mulai paham
Tentang omong-kosong
Yang keluar dari mulut manis
Para pemangku kebijakan
Dengan segala pakian rapinya
104
Edukasi politik
Kini mulai mahal diraih
Dengan kemurnian niat
Dan kemandirian semangat
Karena kebanyakan dilabeli
Dengan segala kepentingan
Untuk mendapatkan suara
Biar keluar jadi pemenang
Cobloslah satu atau dua
Maka...
Semua terjawab dengan pasti
Yakinkah kita tidak lebih menakutkan?
105
Perdebatan hanya lahir kebingungan
Dengan ragam permainan
Dari segala diksi
Dari segala tanya yang dijawab
Entahlah...
Semua hanya jadi lelucon
Untuk menanam keyakinan
Dari sekian tanya yang dijawab
Kami tak butuh lelucon ala penguasa
Yang hanya membuat bingung
Di lautan Indonesia yang bergelombang
Dengan nakhoda tua dan muda
106
Dalam sunyi
Dalam sepi
Kami yang nenunggu
Dengan semangat menggebu-gebu
Tapi...
Yang kami tunggu
Adalah sesia-siaan
Di hamparan negeri khatulistiwa
Sampai...
Meninggalkan luka
Tanpa ada jalan terang
Menyinari bumi pertiwi
107
Tentang janji
Tentang luka
Yang sering ditampilkan
Yang sering ditawari
Ialah luka pembubaran paksa
Dari segudang asa
Dari segunung buku
Dengan alasan ajaran terlarang
Jika yang dilarang adalah kebenaran
Maka...
Tak ada yang takut
Untuk terus menata perubahan
108
Bagi siapa saja yang berkuasa
Dari sederet nomor urut
Yang semakin terang
Untuk jutaan mata yang ada di bangsa ini
Maka...
Tentukanlah pilihanmu
Jangan tergoda oleh janji
Jangan terpaksa karena ditaburi uang
Sebab...
Uang akan membuat tekanan
Dengan ragam cara kotor
Hanya kaya dari pembelian suara sesaat
109
Isu yang terus berkembang
Tentang pelanggaran HAM
Tentang janji dua ribu empat belas
Hanya tinggal duka cita
Belum lagi...
Pihak sebelah
Meninggalkan luka lama
Dalam ingatan anak bangsa
Keduanya punya sisi menyangkal
Yang harus dianalisis
Tanpa dan rayu-rayuan
Dan duga-sangka begitu saja
110
Momentum politik
Semakin menggelegar
Seantero jagat Indonesia
Yang sering memberi kabar
Kabar itu...
Selalu didapat
Dari Sabang-Merauke
Dari timur ke barat
Semua penuh ikatan
Semua penuh pola
Atas nama sebuah perubahan
Dari sebongkah dalil sologan terpampang
Makassar, 20119 | Djik22
111
Tengah malam
Taman kota mulai sepi
Arah lalu lintas mulai sunyi
Semua menjadi kelam
Tapi...
Ada saja kebisingan
Ada saja keributan
Dari jatuhnya air mata bumi
Tak ada yang berani menolak
Tak ada yang terus berteriak
Karena semua bermula dari takdir-Nya
Dengan segala rencana dan kuasa-Nya
112
Dinding hatiku
Diterebos masuk oleh debu
Dari angin sepoi yang merindu
Dari segala goda yang ada
Iya...
Aku masih ada
Untuk menanti
Hingga ke pagi lagi
Maukah kau datang?
Dengan rindu yang bergelembung
Dari sederet rasa yang tertahan
Membuat kita pada ujung temu
113
Kita akan berkisah bersama
Kita akan merasakan dengan raga
Tanpa harus berbohong
Di antara terangnya bintang
Karena akulah terang itu
Sedangkan kaulah bintang berseru
Pada langit-langit gelap
Dan semakin tertutup
Tapi...
Kita selalu punya cara sendiri
Untuk selalu menerangi
Tanpa harus memaksa diri
114
Bekas-bekas lara
Masih jadi penjara
Saat suara adzan memanggil
Dengan keberatan hati yang menggigil
Tapi...
Aku harus menghadap
Tanpa harus berharap
Karena di sanalah cahaya tak bertepi
Biar sujudku
Meminta dengan doa
Kembali kepada...
Ketenangan menghapus lara
115
Jika semua menjadi terang
Maka...
Aku akan segera pergi
Tanpa harus menyerang
Karena tugasku sudah usai
Sebagai manusia yang bernadi
Menjawab segala mimpimu
Memenuhi segala inginmu
Izinkan kali ini saja...
Jangan panggil aku pulang
Kala semua sudah terang
Karena sudah kutemui muara bara
116
Saat suara adzan usai
Semua mulai kembali
Dengan wajah yang berseri
Dan ketenangan hati
Di pertengahan
Jalan raya
Kutemukan
Seorang yang berjalan
Ia berjalan menggunakan roda
Sambil menggenggam kaleng kosong
Sepanjang aspal hitam meraung
Seolah-olah minta tolong
117
Belum sampai aku kembali
Menuju rumah
Banyak kutemukan
Raut-raut yang ramah
Tapi...
Hatiku tetap kosong
Karena digoda pagi
Yang begitu cepat kembali
Ingin aku mengaduh
Meminta sembah
Kembali lagi
Menghadap Ilahi
118
Sekiranya...
Jalan panjang
Telah kita lewati
Dengan segala badai
Tapi...
Kita tak menyerah
Kita tak kedepankan pasrah
Karena jalan ini tak bertepi
Maka...
Tetaplah temani kata
Temanilah aku
Biar tak lagi buta dan kaku
119
Sebagian bahasa
Sudah kutuang lewat kata
Menceritakan dengan hati
Tanpa harus bersembunyi
Karena bersembunyi
Bukan inginnya kita
Bukan maunya sepi
Yang selalu penuh teka-teki
Maka...
Aku tak lagi
Jadi teka-teki
Yang terus dicari jawab mengasa
120
Asalah keberanianmu
Biar tetap bersamaku
Mengelilingi semesta
Yang semakin bahagia
Maka...
Marilah terus bahagia
Kita singkirkan segala kejenuhan
Dengan ragam kesibukan
Biar kita tak dimakan waktu
Tak dikerjar
Oleh arah jarum jam
Yang terus menghajar
121
Putaran waktu
Tanpa sadar
Menunjukan pukulan kaku
Membuat kita semakin menjalar
Kita menjalar dengan cinta
Kita disatukan dengan bahasa
Ialah bahasa hati
Tanpa ada benci
Maka...
Dekatkanlah dirimu
Biar tak ada rindu
Yang semakin menyiksa kita
122
Jauh jalan yang kutempuh
Mencari patahan panah
Yang telah hilang
Yang telah bersarang
Panah itu bersarang mengkarat
Dengam seribu janji berderet
Seolah minta imbalan
Pada ragam pemberian
Maka...
Aku tak mau memenuhi janji
Bila semua yang diberi
Kau pinta untuk dikembalikan lagi
123
Kita mulai lupa
Pada sesama kita
Yang terus mencari
Yang terus berusaha
Padahal...
Keringat dan air mata
Mereka taruhkan tanpa menyerah
Tapa ada keluh dan pasrah
Terus...
Kapan kita memulai?
Jika yang baik kita iri
Yang buruk kita hujat
124
Panggilanmu begitu mesrah
Seolah mendesah
Membuat nafsu tergoda
Pada cairan yang tak asing dijama
Iya...
Kaulah segala inspirasi
Lewat godaan bau mewangi
Harumi hari dengan imaji
Cairanmu adalah hitam
Sekali keduk melaju kata
Tercampur tawa
Tanpa ada jeda meminum kopi
125
Biarkan mereka berceloteh
Tentang burukmu
Tentang aibmu
Tentang sumpah-serapah
Lebih baik...
Mulutmu kau gunakan menari
Lalu...
Kau lenggangankan dalam kata
Maka...
Akan menjadi sebuah barisan
Yang semakin menawan
Dalam puisi rasa
126
Bola matamu
Memberi tanda rindu
Yang tak bisa kutolak
Yang tak bisa diejek
Karena kulitmu lembutkanku
Tentang bagaimana menyusun kata
Tentang bagaimana mencari makna
Untuk kita saling bertemu
Kaulah rindu kata-kataku
Lewat uraian rambut hitam
Dan pandangan balik raut bersih
Meminta pulang untuk menoleh
127
Tampaknya..
Kamu malu-malu
Dan mendayu-dayu
Pada sandaran tembok biru
Ialah kamu pelamun nasib
Yang sekarang ditaruh aib
Dengan bibir merahmu
Dengan segala pandanganmu
Masihkah kau menetap di titik ini?
Atau ingin pergi karena malu
Sampai...
Bertanya kapan usai
128
Aku menunggumu
Di kota Daeng
Biar kita melepas rindu
Menghapus duka
Karena kita lama tak bertemu
Dari sepasang rindu
Dari sepasang air susu
Yang terus mendayu
Maka...
Tetapkan hatimu
Aku mejunggu kedatangan
Untuk sebuah perjumpaan
129
Waktu temu mulai dekat
Kita mulai memikat
Antara rindu dan rasa
Antara jumpa dan bahagia
Tetaplah bahagia
Wahai kau yang tiba
Akan kusambut dengan lembut
Sambil memegang tangan dengan erat
Karena tanganku
Adalah sebagai tertua
Karena tanganmu
Adalah sebagai ketiga
130
Sekirnya
Waktu yang ditentukan
Akan tiba
Dengan deretan pertemuan
Maka...
Tak akan kusia-siakan lagi
Untuk menikmati pertemuan
Untuk merenungi perjumpaan
Apakah kau sudah siap?
Semoga saja...
Tak ada lagi gerogi
Tak ada lagi air mata
Makassar, 21119 | Djik22
131
Hatiku mulai lemah
Dengan segala yang sedih
Pada setiap ucapan bernada
Pada setiap janji yang bernyawa
Tapi...
Janji yang jadi sandaran
Kini mulai lepas diserang badai
Dengan kata-kata sebatas ucapan
Padahal...
Aku tak hanya ingin
Kau agungkan kata-kata kesal
Hanya untuk khinati semua janji
132
Gembira pernah kita lewati
Bahagia pernah kita lalui
Dengan segala macam ujian
Dengan rentetan ragam cobaan
Tapi...
Kita tak pernah berlarut
Menjadikan ujian mudah jadi sulit
Karena kita sudah sama-sama dewasa
Maka...
Kembalilah ke titik pijakan kita
Biar tak ada gundah yang bertahan
Memperparah segala keadaan
133
Mataku mulai berkaca
Rautku mulai berubah
Ketika menatap wajah
Pada sepasang bola mata
Ialah bola mata yang kusanjung
Kini mulai jadi kisah bersambung
Hingga sulit untuk menebak
Apakah akan berubah dan mengelak?
Jika benar kau berubah
Maka...
Pintakub tak banyak hanya bersumpah
Karena aku tak ingin kehilanganmu
134
Jika omongan orang lain
Dapat kalahkan kecemburuan
Tapi...
Kenapa mendengar kisahmu aku heran?
Semoga ini bukan tanpa alasan
Biar tak lagi kucari makna
Setiap kata yang diucap
Dan setiap bahasa yang ditulis
Karena jika yang ditulis
Adalah bahasa hati
Maka...
Semuanya masih dapat kupercaya
135
Tangan yang pernah kujama
Kini perlahan mulai jarang kugenggam
Dengan segala penghindaran
Dari sekian banyaknya alasan
Aku tak ingin seribu alasan
Aku tak ingin sejuta alibi
Untuk mengisi tangisi hari
Yang berujung sia-sia
Sebab kita tak ingin
Semua jadi sia-sia
Apalagi...
Kita harus memilih jalan lain
136
Udara yang kuhirup
Mulai terasa berbeda
Kalahkan aroma wangi kopi
Dalam tegukan sekian untuk bercerita
Kenapa semua jadi berbeda?
Apakah aku yang salah?
Jika aku salah
Tegurlah aku dengan bahasa cinta
Biar semua yang kuhirup
Jadi kelegaan
Tanpa harus saling merasa pengap
Dalam malam-malam yang berkesan
137
Kita menginginkan pertemuan
Tapi...
Kita mengelak untuk menegur
Pada setiap temu yang mulai sepi
Kita menginginkan perpisahan
Tapi...
Hati berkata lain
Untuk kita saling menjaga hati
Maka...
Izinkanlah aku
Untuk mengakui
Bila demi tak ada lagi sepi
138
Sebagian lembar
Yang kueja bergambar
Terbayang wajahmu
Di dalam teks-teks bisu
Hingga aku terus dirayu
Untuk terus mengeja tanpa jenuh
Biar ketemukan dirimu dalam naskah
Bersampul merah yang mendayu
Maka...
Jadikan dirmu setiap lembar yang kueja
Biar kita tak saling melupakan
Biar kita tak saling iyakan perpisahan
139
Sekiranya...
Masih ada kesempatan lain
Untuk kita..
Saling memperbaiki hubungan
Aku akan mengalah
Jika kita tak lagi lari
Jika kita tak lagi pergi
Biar kita jadi sejarah
Tapi...
Waktu yang ditunggu
Begitu lambat menghampiri
Membuat kita tetap menunggu
140
Aku ingin jadi yang pertama
Aku ingin jadi yang terakhir
Bukan aku menuntutmu selalu jujur
Namun aku ingin kita selalu bersama
Biar hubungan yang terjalin
Tak jadi sebuah kenangan belaka
Yang meninggalkan luka
Yang melukiskan lara
Jika kaulah jodohku
Maka...
Korbankan diri tanpa harus dirayu melulu
Dengan deretan bahasa yang dibuat ada
Makassar, 21119 | Djik22
141
Kita yang saling marah
Kita yang saling benci
Di antara satu hati
Kemudian tak lagi mesrah
Bukankah kemesraan kita agungkan?
Untuk saling dewasa
Untuk saling terbuka
Dalam sehuah kesepakatan
Namun kemesraan mulai hilang
Pada setiap perdebatan
Pada setiap suara yang menerjang
Mongorek hati menanam benci
142
Mainkanlah semuanya dengan indah
Biar jadi sebuah sejarah
Yang tetap menjadi ceria berkala
Yang tetap jadi cerita Anak Bangsa
Maka...
Mari memulai yang indah
Pada setiap patahan pena
Pada setiap arah langkah
Karena aku ingin
Kita sama-sama melangkah
Tanpa harus saling melupakan
Di antata berjuta dua pasangan
143
Detak jantungku
Mulai tak bisa diatur
Mulai tak bisa dikontrol
Karena dirimu telah tiba menyatu
Kau tiba dengan senyuman
Yang kubalas dengan hati
Tanpa merasakan seram
Sebagai dua pasang bermelodi
Maka...
Kita akan kita jadi sepasang juang
Kita akan menjadi satu kata
Ialah kata-kata cinta
144
Sampaikan salamku
Pada calon mertuaku
Kalau saatnya tiba
Aku akan berkata
Bahwa dirimu akan kuculik
Tanpa harus mengelak
Untuk meminta restu
Untuk kita tetap bersatu
Apakah kau berani sampaikan?
Apakah meminta restu adalah ingin kita?
Maka...
Sampaikanlah tanpa malu wahai calonku
145
Kita sudah dipertengahan jalan
Dalam segala pertarungan
Dalam segala arus perlawanan
Sering menguji kita
Aku tak ingin menuntut
Aku tak ingin mengindari ujian
Karena dengan ujian
Aku dinyatakan lolos tanpa cacat
Iya...
Aku lolos karena perjuangan
Untuk membuktikan
Kalau aku masih ada
146
Biarkan mereka mencibir
Mengungkap kata yang tak jujur
Untuk memisahkan kita
Untuk menghilangkan kita
Tapi...
Sedari awal aku tahu
Karena aku tak buta
Karena aku tak tuli
Maka...
Jangan terlalu hiraukan mereka
Jika semua adalah dusta
Jika semua adalah fitnah
147
Apakah namaku masih ada di hatimu?
Semoga kau masih ingat
Dengan janjimu yang memikat
Dengan segala sumpahmu
Sebab...
Jika kau lupa
Maka...
Kau melanggarnya sendiri
Atas apa yang kita bangun
Atas apa yang kita janjikan
Di bawah kolong langit
Di atas pasang mata yang memikat
148
Kejarlah apa yang kau ingin
Tapi...
Jangan kau berkecil hati
Pada setiap hentakan
Apakah kau ciut dengan hentakan?
Aku kira...
Kau kudidik dengan keberanian
Tanpa harus mencari pujian
Biarkan keberaniamu
Mengiringi langkahmu
Karena keberanian adalah modal utama
Untuk berbuat baik di atas semesta
149
Semesta yang kita kagumi
Di sebuah tempat terindah
Di sebuah tawanan para pemimpi
Dari segaris para peletak sejarah
Maka...
Mari kita buatkan sejarah
Sebagai para pencari
Yang tak kenal jeda dan usai
Semoga semesta selalu merestui
Dari sekian banyak mimpi
Untuk kita tebus
Dengan kemasyuran usaha
150
Sedikit lagi
Kita akan mencapai
Titik puncak segala rayu
Titik dasar segala rindu
Namun aku tak mau terlarut layu
Karena aku percaya
Kalau kita masih tegar berkata
Bahwa cinta dan usaha masih bersatu
Untuk menemani kita
Berjalan seiring
Menuju titik puncak janji
Membentangkan senyum menawan
155
Semua yang tertulis
Pasti untuk dieja
Tanpa harus menjadi malas
Karena aku ingin menulis tentangmu
Biarkan mereka tak membaca
Biarkan mereka tak menilai
Yang penting kita menulis
Yang penting kita merajut kata
Suatu saat akan berguna
Bagi generasi kita
Dan mereka akan bangga
Pentingnya menulis dan membaca
Makassar, 10119 | Djik22
64
Bumi tempat kita berpijak
Mulai takut dengan kritik
Mulai enggan untuk mendengar
Lewat suara menawan dan jujur
Karena Bumi Manusia
Terlalu ganas dengan segala sikap
Terlalu keras dengan segala kuasa
Sehingga pelajaran baik mulai ditutup
Oleh mereka yang berseragam
Dengan dalil penertiban
Menutup segala yang dianggap buram
Tanpa harus berlaku terbuka berdandan
65
Gedung megah didirikan
Kami selalu ditekan
Atas nama pembangunan
Dari segala macam kepentingan
Yang sekian dalil
Membuat kami tak kebal
Pertahankan tanah kami
Meneruskan hidup kami
Semua sia-sia
Karena mereka...
Selalu menakuti kami
Dengan peluru tanpa bunyi
66
Kita yang menyaksikan cahaya
Kita yang menikmati
Terangnya bola cahaya
Yang merayu dari pagi
Aku yang tergoda oleh pagi
Kau dipaksa oleh sore
Sampai...
Kita kita disepelehkan waktu
Padahal...
Kita menginginkan rayu
Mengajak waktu
Untuk merayu tanpa malu
Aku yang terbuang
Bagai debu yang diterjang
Oleh tiupan angin
Dan desakan segala tekanan
Tekanannya adalah soal komitmen
Yang sempat terbangun
Kini hanya jadi sebuah janji
Tak lagi ditepati
Karena kaulah para pengingkar
Yang tak mulai jujur
Setiap apa yang dijanjikan
Dari apa yang didengungkan
68
Harusnya jangan kau janji
Biar aku tak berharap
Dalam keadaan gelap
Dan terang sekali pun
Sebab...
Ketika semakin kau janji
Maka...
Aku semakin berharap
Namun semua sia-sia saja
Pada keadaan yang ada
Pada diri yang sedang melayu
Yang ditempel oleh debu-debu
Makassar, 14119 | Djik22
69
Aku menunggumu terlalu lama
Dengan sendiri berdiri
Tanpa sebuah kata
Yang tiba jadi setia
Maka...
Aku bertemankan ranting
Sambil merenung
Tentang segala yang ada
Semoga dengan kesendirian
Aku mampu bertahan
Di sebuah penungguan
Antara ada dan tiada
70
Di ruang yang berbeda
Dikelilingi kaca berkaca
Dan tirai kuning tanpa cemburu
Aku masih terus tersipu
Kutatap tajam arah itu
Untuk melepas rindu
Yang sering kali kutahan-tahan
Tanpa sebuah ungkapan
Namun begitu sayang
Jika hanya sebatas bayang-bayang
Mengingatmu
Mengenangmu
71
Aku tak ingin jadi yang terakhir
Tapi...
Aku mau jadi yang pertama
Dan untuk yang terakhir
Biar tak ada dalil
Kalau kau ke lain hati
Dengan rasa yang kebal
Tanpa perlu hati-hati
Maka...
Segera kita memulai sejarah
Dalam babak yang berkala
Kalau kita yang pertama dan terakhir
72
Sudah saatnya kita saling terbuka
Sudah saatnya kita saling jujur
Sebagai dua pasang cahaya binar
Yang terus menyala-nyala
Kau nyalakan aku dengan senyum
Dan kubalas tanpa sandiwara
Dalam lukisan penuh makna
Kalau cahaya makna tak lagi buram
Sebab...
Kita sudah sadar belakangan ini
Jika terbuka adalah kelegaan
Kemudian memperbanyak cahaya lagi
73
Kau hadir begitu cepat
Tanpa kusadari
Kalau kita saling memikat
Untuk melepas diri yang sedang sendiri
Iya...
Sekarang kita tak lagi sendiri
Lantaran pengakuan kata
Tak bisa membela diri
Karena yang kita bela
Adalah hati yang merasa
Yang kita lindungi
Adalah cinta tanpa henti
74
Di penghujung malam
Yang mulai...
Dijemput pagi
Masih saja tatapanku begitu buram
Pada beberapa lembar
Yang mengatasnamakan naskah
Yang mengatasnamakan rindu dan pijar
Dalam lembutnya kebenaran
Ialah kebenaran rindu
Ialah kenyataan dari cinta
Untuk terus merajut naskah dan kata
Biar mampu menjawab rindu dan duka
75
Sampai sekarang ini
Naskahku masih diisi
Oleh patahan kata-kata
Yang belum begitu menjelma
Karena aku baru memulai
Untuk membuka segala diksi
Dengan perpaduan cinta
Tanpa harus berdusta rasa
Sebab...
Mataku tak akan lembab
Bila malam kuhabiskan
Tanpa sebuah perenungan
76
Ceritamu
Cintamu
Kisahku
Kisah yang jadi kelabu
Sampai sekarang
Cinta tak lagi menjadi gelombang
Untuk mengantarkan arus
Yang penuh dengan desas-desus
Karena desas-desus tak lagi dipercaya
Di zaman ilmu yang berkuasa
Dijelajah sejarah data dan bukti
Kalau kita sebatas menikmati pelangi
77
Kaulah warna dan warni
Tentang sebuah kehidupan
Dari gambaran pertiwi
Yang selalu menawan
Tapi...
Sekarang kau digoda
Oleh banyak tangan
Oleh banyak cobaan
Akhirnya...
Kecantikanmu digadai
Dengan segala rayu dan upaya
Untuk jadi pameran berisi
78
Selamat tinggal wahai pengagum luka
Sudah saatnya kita berkata
Kalau bertahan
Adalah menambah persoalan
Maka...
Untuk terus mendekati bahagia
Kau dan aku harus berucap jujur
Kalau kita tak lagi akur
Karena dasar curiga kita
Mengalahkan hasrat saling percaya
Sampai...
Tak lagi budayakan nalar bernadi
Makassar, 16119 | Djik22
79
Berulang kali...
Kita terjatuh dengan puisi
Dari setiap susunan baitnya
Dari setiap deret aksaranya
Iya...
Kita terjatuh karena puisi
Yang ditulis dengan jiwa
Mewakili semangat dan asa
Karena kaulah batin puisi
Dan akulah makna dari diksi
Yang terus dikaji tanpa duga-sangka
Dengan kedalaman rasa begitu peka
80
Semua mulai berubah
Setelah kita saling curiga
Tanpa ada jalan tengah
Untuk tetap bertukar kata
Kerena kita kedepankan emosi
Kita kesampingkan kewarasan
Dengan akal-budi yang berlian
Tanpa ada ketekukan niat suci
Aku ingin kita hilangkan curiga
Biar tak ada lagi perpecahan
Yang terus menekan
Sebagai manusia pengagum budaya
81
Budayaku adalah air mata
Kebiasaanmu ada sebuah tipuan
Yang terus mengodaku dengan puja
Namun tetap dengan pengkhianatan
Padahal...
Air mata budaya sudah kubendung
Dengan segala kepercayaan berlabel
Kalau kaulah sejatinya kawan juang
Sayangnya...
Kau lajui aliran air mataku
Mengisi hari mewarnai hati
Dengan seribu cara dan ratusan tipu
82
Hujan turun di kotaku
Basahi seluruh ide yang mewangi
Melaju bersama tiupan angin
Yang menggoda dan merayu
Saat itu...
Semua tak jadi bisu
Karana hujan menambah imajinasi
Teruskan kata membalut merangkai
Maka...
Rangkailah imajinasi lewat kata
Biar kita bersyukur pada hujan
Dan angin yang melaju tanpa tekanan
83
Sekarang semua mulai teruji
Dengan berbagai gagasan dan ilusi
Menggoda hati merayu logika
Biar kita tak buta menata
Karena kita ditata dengan bangga
Tanpa mengharapkan pujian
Yang menegangkan keadaan
Dalam balutan rasa pandangan mata
Gunakan matamu menatap ujian
Gunakan logikamu selesaikan ilusi
Untuk terus berimajinasi
Berantas segala pertentangan
84
Kita yang pernah bersepekat
Untuk saling memikat
Kemudian melaju dengan cinta
Dan menawan rasa tanpa paksa
Tapi...
Semua yang kita sepakati
Mulai hilang tanpa jeda
Di antara pijakan semesta
Biarkan yang lalu terus berlalu
Tanpa harus diingat untuk mendayu
Pada setiap kesalahan yang sama
Pada setiap kebenaran yang berkuasa
85
Badanku gemetar
Ketika mendengar kabar
Tentang sebuah kenangan
Tentang sebuah peninggalan
Iya...
Kau tinggalkan aku sendiri di sini
Tanpa sebuah alasan pasti
Tanpa kesempatan berkata lagi
Namun aku selalu percaya
Pada beberapa kuasa
Pada beberapa bagian rasa
Kalau dalam hatimu masih ada namaku
86
Kau antarkan aku begitu jauh
Kau bawa aku arungi sejarah
Terombang-ambing oleh cobaan
Terhentak oleh berbagai ancaman
Namun kita terus melaju
Dengan segala restu
Yang didengar tanpa tuli
Yang dirasa tanpa peduli
Maka...
Aku harus berjalan terus
Tanpa ada rasa was-was
Karena keberanian adalah modal utama
87
Sekian hari semua jadi terang
Saat hati dan rasa diradang
Oleh segala polemik
Oleh segala hal pelik
Tapi...
Kita masih di sini
Untuk tetap memberi kabar
Penuh dengan keterangan jujur
Maka...
Marilah wahai kau yang jauh
Dekati nadi dan jiwa tak lemah
Untuk kita membuat sejarah
88
Aku merindukanmu
Dengan segala rayu
Pada beberapa deret janji
Yang mulai menagi lagi
Ialah janji hati
Yang jadi misteri
Hilang entah ke mana
Dan pada siapa aku berkata
Maka...
Aku tak lagi punya kuasa
Karena kau sudah ke lain hati
Dan bersandar di bahu sang misteri
89
Untukmu permataku yang hilang
Di bawa jauh pergi tanpa terang
Dari segala keterangan kugali
Dari ragam informasi kuteliti
Maka...
Jangan lagi kembali
Wahai permataku yang pergi
Karena aku tak lagi meminta
Karena pergimu meninggalkan luka
Terus menyeka air mata berlinang
Yang perlahan mulai kering
Hingga aku temukan lagi bahagia
90
Jika keyakinan adalah alasan
Maka...
Harusnya kita jangan berkata
Kalau cinta menjadi ikatan
Apalagi...
Kita tak bisa lagi
Untuk bertahan bersama
Menuju sebuah rumah bernama
Lantaran cinta dan perbedaan
Membuat kita tak bertahan
Maka...
Dengan ikhlas aku tak memaksa
91
Kita jadi berbeda
Semenjak mengajatakan suka
Antara ungkapan hati
Yang mengelak cinta berkali-kali
Saat aku mengungkapnya
Dengan bahasa hati berjiwa
Maka...
Kau balas dengan biasa-biasa saja
Secara jelas
Kita semakin malas
Dan asing lalu menghilang
Digilas waktu dimakan kenangan
92
Aku juga sadar
Tanpa harus dijelaskan
Dengan berbagai bahasa kejujuran
Dengan kata-kata yang menawan
Sebaba menawan yang berlaku
Membuat kita saling kaku
Di antara malam yang menggoda
Di saat hujan mulai bersuka-ria
Kalau perkenalan tak menjamin
Jalan tetap basah tanpa ujian
Di pertengahan jalan kita
Hingga di akhir kita saling merasa asing
Makassar, 17119 | Djik22
93
Semua serba salah
Jika dalam keadaan lemah
Kau datang tanpa diundang
Hingga memilih tanpa memilah
Kau memilih pada ketenangan
Aku memilih pada kehangatan
Hingga kita saling diam
Menjemput malam
Belum lagi...
Aku merasa gerogi
Saat ingin memulai bicara
Namun tetap saja tidak bisa
94
Mengenangmu adalah tugasku
Melupakanmu adalah aibku
Yang tak bisa dibuka
Yang tak bisa diungkap untuk siapa
Karena kaulah rahasiaku
Kaulah segala yang bermula
Tanpa ada muara pembatas
Menutup segala yang sempat tragis
Sebab kitalah dua pasang kasih
Yang mulai hilang tanpa kisah
Untuk menambah lagi senyum
Menghapus luka yang kelam
95
Andaikan semua bisa terulang
Maka...
Aku ingin berkembang
Tanpa sebuah penghalang
Yang berdiri di sana
Yang menunggu tanpa bahasa
Aku datang untuk mengulang lagi
Setiap kisah yang terlewati
Tapi...
Waktu tak lagi berpihak
Kalau kita kembali lagi ke sini
Demi sebuah bahasa dan kisah ini
96
Biarkan kau pergi
Membawa bahagia
Tanpa ada yang ditangisi
Tanpa ada yang dibela
Aku rela untuk dilupakan
Aku rela untuk ditinggalkan
Yang penting kau bahagia
Bersama dia yang di sana
Karena kalianlah takdir dari semesta
Sedangkan aku ditolak oleh waktu
Hanya bisa untuk menunggu
Tanpa ada lagi harapan berlabu
97
Kaulah mutiara
Yang tenggelam di dasar hati
Sampai sulit dilupa
Pada setiap ingatan sili berganti
Karena kaulah nafas berdesah
Tanpa merasa bersedih
Jadi sebuah guncangan
Jadi sebuah tekanan
Maka...
Aku yang patut mensyukuri
Atas segala yang bermuara
Hingga menuju akhir tanpa jeda
98
Semua yang bernyawa
Akan kembali ke sana
Tanpa memandang raut
Tanpa menimbang takut
Maka...
Siapkanlah diri kita
Biar saatnya akan tiba
Tak mengelak pada takdir
Hingga kita kembali ke tanah
Menghadap Rab
Dari sebab segala sebab
Yang kekal jadi sejarah
99
Iyalah bahagia
Kalau masa muda
Dinikmati dengan segala ketekunan
Tanpa menerima lemahnya kenyataan
Jika kau tetap terima pada keadaan
Maka...
Mustahil ada sebuah perubahan
Datang pada waktu dan rasa
Karena pergulatan tak hanya rasa
Jika jiwamu hanya terkubur
Ke dalam sum-sum tulang-belulang
Yang mulai tampak keropos
100
Di kisah yang seratus ini
Aku ingin mengakui
Padamu yang pernah membantu
Padamu yang pernah berlabu
Kalau semua ini
Dengan jujur aku berkata
Dengan teguh aku bercerita
Inilah perwakilan dari puisi
Yang terus menjelma
Dari hari ke hari
Tanpa ada henti meramu rasa
Tanpa ada jeda membenci kata
Makassar, 18119 | Djik22
101
Rumahku diberenggus
Dengan berbagai dalil
Dengan atribut dan senjata laras
Membuat keadaan jadi memanas
Tuan tak bisa panaskan dengan senjata
Hanya untuk melawan kata-kata
Karena kata-kata tak bisa dibunuh
Ia akan tetap hidup di atas semesta
Maka...
Jangan sesekali mengancam
Kalau keadaan semakin suram
Sebab kami akan terus melawan
102
Sekali lagi...
Aku katakan dengan tegas
Kepada siapa yang mendengar
Kepada siapa yang mengerti
Inilah perkataanku
Ialah tentang kemerdekaan
Ialah tentang kebebasan yang mulai layu
Dan terus mendayu-dayu
Di atas kesenangan dan kemewahan
Lalu...
Sudahkan jerit-tangis terjawab?
Jika semua menjadi kaku
Serta menambah kekayaan pribadi
103
Suatu saat...
Kita akan paham
Tentang kebusukan
Tentang penipuan
Ialah menipu sesama anak bangsa
Dengan dalil janji
Dengan semangat omong-kosong
Karena rakyat sudah mulai paham
Tentang omong-kosong
Yang keluar dari mulut manis
Para pemangku kebijakan
Dengan segala pakian rapinya
104
Edukasi politik
Kini mulai mahal diraih
Dengan kemurnian niat
Dan kemandirian semangat
Karena kebanyakan dilabeli
Dengan segala kepentingan
Untuk mendapatkan suara
Biar keluar jadi pemenang
Cobloslah satu atau dua
Maka...
Semua terjawab dengan pasti
Yakinkah kita tidak lebih menakutkan?
105
Perdebatan hanya lahir kebingungan
Dengan ragam permainan
Dari segala diksi
Dari segala tanya yang dijawab
Entahlah...
Semua hanya jadi lelucon
Untuk menanam keyakinan
Dari sekian tanya yang dijawab
Kami tak butuh lelucon ala penguasa
Yang hanya membuat bingung
Di lautan Indonesia yang bergelombang
Dengan nakhoda tua dan muda
106
Dalam sunyi
Dalam sepi
Kami yang nenunggu
Dengan semangat menggebu-gebu
Tapi...
Yang kami tunggu
Adalah sesia-siaan
Di hamparan negeri khatulistiwa
Sampai...
Meninggalkan luka
Tanpa ada jalan terang
Menyinari bumi pertiwi
107
Tentang janji
Tentang luka
Yang sering ditampilkan
Yang sering ditawari
Ialah luka pembubaran paksa
Dari segudang asa
Dari segunung buku
Dengan alasan ajaran terlarang
Jika yang dilarang adalah kebenaran
Maka...
Tak ada yang takut
Untuk terus menata perubahan
108
Bagi siapa saja yang berkuasa
Dari sederet nomor urut
Yang semakin terang
Untuk jutaan mata yang ada di bangsa ini
Maka...
Tentukanlah pilihanmu
Jangan tergoda oleh janji
Jangan terpaksa karena ditaburi uang
Sebab...
Uang akan membuat tekanan
Dengan ragam cara kotor
Hanya kaya dari pembelian suara sesaat
109
Isu yang terus berkembang
Tentang pelanggaran HAM
Tentang janji dua ribu empat belas
Hanya tinggal duka cita
Belum lagi...
Pihak sebelah
Meninggalkan luka lama
Dalam ingatan anak bangsa
Keduanya punya sisi menyangkal
Yang harus dianalisis
Tanpa dan rayu-rayuan
Dan duga-sangka begitu saja
110
Momentum politik
Semakin menggelegar
Seantero jagat Indonesia
Yang sering memberi kabar
Kabar itu...
Selalu didapat
Dari Sabang-Merauke
Dari timur ke barat
Semua penuh ikatan
Semua penuh pola
Atas nama sebuah perubahan
Dari sebongkah dalil sologan terpampang
Makassar, 20119 | Djik22
111
Tengah malam
Taman kota mulai sepi
Arah lalu lintas mulai sunyi
Semua menjadi kelam
Tapi...
Ada saja kebisingan
Ada saja keributan
Dari jatuhnya air mata bumi
Tak ada yang berani menolak
Tak ada yang terus berteriak
Karena semua bermula dari takdir-Nya
Dengan segala rencana dan kuasa-Nya
112
Dinding hatiku
Diterebos masuk oleh debu
Dari angin sepoi yang merindu
Dari segala goda yang ada
Iya...
Aku masih ada
Untuk menanti
Hingga ke pagi lagi
Maukah kau datang?
Dengan rindu yang bergelembung
Dari sederet rasa yang tertahan
Membuat kita pada ujung temu
113
Kita akan berkisah bersama
Kita akan merasakan dengan raga
Tanpa harus berbohong
Di antara terangnya bintang
Karena akulah terang itu
Sedangkan kaulah bintang berseru
Pada langit-langit gelap
Dan semakin tertutup
Tapi...
Kita selalu punya cara sendiri
Untuk selalu menerangi
Tanpa harus memaksa diri
114
Bekas-bekas lara
Masih jadi penjara
Saat suara adzan memanggil
Dengan keberatan hati yang menggigil
Tapi...
Aku harus menghadap
Tanpa harus berharap
Karena di sanalah cahaya tak bertepi
Biar sujudku
Meminta dengan doa
Kembali kepada...
Ketenangan menghapus lara
115
Jika semua menjadi terang
Maka...
Aku akan segera pergi
Tanpa harus menyerang
Karena tugasku sudah usai
Sebagai manusia yang bernadi
Menjawab segala mimpimu
Memenuhi segala inginmu
Izinkan kali ini saja...
Jangan panggil aku pulang
Kala semua sudah terang
Karena sudah kutemui muara bara
116
Saat suara adzan usai
Semua mulai kembali
Dengan wajah yang berseri
Dan ketenangan hati
Di pertengahan
Jalan raya
Kutemukan
Seorang yang berjalan
Ia berjalan menggunakan roda
Sambil menggenggam kaleng kosong
Sepanjang aspal hitam meraung
Seolah-olah minta tolong
117
Belum sampai aku kembali
Menuju rumah
Banyak kutemukan
Raut-raut yang ramah
Tapi...
Hatiku tetap kosong
Karena digoda pagi
Yang begitu cepat kembali
Ingin aku mengaduh
Meminta sembah
Kembali lagi
Menghadap Ilahi
118
Sekiranya...
Jalan panjang
Telah kita lewati
Dengan segala badai
Tapi...
Kita tak menyerah
Kita tak kedepankan pasrah
Karena jalan ini tak bertepi
Maka...
Tetaplah temani kata
Temanilah aku
Biar tak lagi buta dan kaku
119
Sebagian bahasa
Sudah kutuang lewat kata
Menceritakan dengan hati
Tanpa harus bersembunyi
Karena bersembunyi
Bukan inginnya kita
Bukan maunya sepi
Yang selalu penuh teka-teki
Maka...
Aku tak lagi
Jadi teka-teki
Yang terus dicari jawab mengasa
120
Asalah keberanianmu
Biar tetap bersamaku
Mengelilingi semesta
Yang semakin bahagia
Maka...
Marilah terus bahagia
Kita singkirkan segala kejenuhan
Dengan ragam kesibukan
Biar kita tak dimakan waktu
Tak dikerjar
Oleh arah jarum jam
Yang terus menghajar
121
Putaran waktu
Tanpa sadar
Menunjukan pukulan kaku
Membuat kita semakin menjalar
Kita menjalar dengan cinta
Kita disatukan dengan bahasa
Ialah bahasa hati
Tanpa ada benci
Maka...
Dekatkanlah dirimu
Biar tak ada rindu
Yang semakin menyiksa kita
122
Jauh jalan yang kutempuh
Mencari patahan panah
Yang telah hilang
Yang telah bersarang
Panah itu bersarang mengkarat
Dengam seribu janji berderet
Seolah minta imbalan
Pada ragam pemberian
Maka...
Aku tak mau memenuhi janji
Bila semua yang diberi
Kau pinta untuk dikembalikan lagi
123
Kita mulai lupa
Pada sesama kita
Yang terus mencari
Yang terus berusaha
Padahal...
Keringat dan air mata
Mereka taruhkan tanpa menyerah
Tapa ada keluh dan pasrah
Terus...
Kapan kita memulai?
Jika yang baik kita iri
Yang buruk kita hujat
124
Panggilanmu begitu mesrah
Seolah mendesah
Membuat nafsu tergoda
Pada cairan yang tak asing dijama
Iya...
Kaulah segala inspirasi
Lewat godaan bau mewangi
Harumi hari dengan imaji
Cairanmu adalah hitam
Sekali keduk melaju kata
Tercampur tawa
Tanpa ada jeda meminum kopi
125
Biarkan mereka berceloteh
Tentang burukmu
Tentang aibmu
Tentang sumpah-serapah
Lebih baik...
Mulutmu kau gunakan menari
Lalu...
Kau lenggangankan dalam kata
Maka...
Akan menjadi sebuah barisan
Yang semakin menawan
Dalam puisi rasa
126
Bola matamu
Memberi tanda rindu
Yang tak bisa kutolak
Yang tak bisa diejek
Karena kulitmu lembutkanku
Tentang bagaimana menyusun kata
Tentang bagaimana mencari makna
Untuk kita saling bertemu
Kaulah rindu kata-kataku
Lewat uraian rambut hitam
Dan pandangan balik raut bersih
Meminta pulang untuk menoleh
127
Tampaknya..
Kamu malu-malu
Dan mendayu-dayu
Pada sandaran tembok biru
Ialah kamu pelamun nasib
Yang sekarang ditaruh aib
Dengan bibir merahmu
Dengan segala pandanganmu
Masihkah kau menetap di titik ini?
Atau ingin pergi karena malu
Sampai...
Bertanya kapan usai
128
Aku menunggumu
Di kota Daeng
Biar kita melepas rindu
Menghapus duka
Karena kita lama tak bertemu
Dari sepasang rindu
Dari sepasang air susu
Yang terus mendayu
Maka...
Tetapkan hatimu
Aku mejunggu kedatangan
Untuk sebuah perjumpaan
129
Waktu temu mulai dekat
Kita mulai memikat
Antara rindu dan rasa
Antara jumpa dan bahagia
Tetaplah bahagia
Wahai kau yang tiba
Akan kusambut dengan lembut
Sambil memegang tangan dengan erat
Karena tanganku
Adalah sebagai tertua
Karena tanganmu
Adalah sebagai ketiga
130
Sekirnya
Waktu yang ditentukan
Akan tiba
Dengan deretan pertemuan
Maka...
Tak akan kusia-siakan lagi
Untuk menikmati pertemuan
Untuk merenungi perjumpaan
Apakah kau sudah siap?
Semoga saja...
Tak ada lagi gerogi
Tak ada lagi air mata
Makassar, 21119 | Djik22
131
Hatiku mulai lemah
Dengan segala yang sedih
Pada setiap ucapan bernada
Pada setiap janji yang bernyawa
Tapi...
Janji yang jadi sandaran
Kini mulai lepas diserang badai
Dengan kata-kata sebatas ucapan
Padahal...
Aku tak hanya ingin
Kau agungkan kata-kata kesal
Hanya untuk khinati semua janji
132
Gembira pernah kita lewati
Bahagia pernah kita lalui
Dengan segala macam ujian
Dengan rentetan ragam cobaan
Tapi...
Kita tak pernah berlarut
Menjadikan ujian mudah jadi sulit
Karena kita sudah sama-sama dewasa
Maka...
Kembalilah ke titik pijakan kita
Biar tak ada gundah yang bertahan
Memperparah segala keadaan
133
Mataku mulai berkaca
Rautku mulai berubah
Ketika menatap wajah
Pada sepasang bola mata
Ialah bola mata yang kusanjung
Kini mulai jadi kisah bersambung
Hingga sulit untuk menebak
Apakah akan berubah dan mengelak?
Jika benar kau berubah
Maka...
Pintakub tak banyak hanya bersumpah
Karena aku tak ingin kehilanganmu
134
Jika omongan orang lain
Dapat kalahkan kecemburuan
Tapi...
Kenapa mendengar kisahmu aku heran?
Semoga ini bukan tanpa alasan
Biar tak lagi kucari makna
Setiap kata yang diucap
Dan setiap bahasa yang ditulis
Karena jika yang ditulis
Adalah bahasa hati
Maka...
Semuanya masih dapat kupercaya
135
Tangan yang pernah kujama
Kini perlahan mulai jarang kugenggam
Dengan segala penghindaran
Dari sekian banyaknya alasan
Aku tak ingin seribu alasan
Aku tak ingin sejuta alibi
Untuk mengisi tangisi hari
Yang berujung sia-sia
Sebab kita tak ingin
Semua jadi sia-sia
Apalagi...
Kita harus memilih jalan lain
136
Udara yang kuhirup
Mulai terasa berbeda
Kalahkan aroma wangi kopi
Dalam tegukan sekian untuk bercerita
Kenapa semua jadi berbeda?
Apakah aku yang salah?
Jika aku salah
Tegurlah aku dengan bahasa cinta
Biar semua yang kuhirup
Jadi kelegaan
Tanpa harus saling merasa pengap
Dalam malam-malam yang berkesan
137
Kita menginginkan pertemuan
Tapi...
Kita mengelak untuk menegur
Pada setiap temu yang mulai sepi
Kita menginginkan perpisahan
Tapi...
Hati berkata lain
Untuk kita saling menjaga hati
Maka...
Izinkanlah aku
Untuk mengakui
Bila demi tak ada lagi sepi
138
Sebagian lembar
Yang kueja bergambar
Terbayang wajahmu
Di dalam teks-teks bisu
Hingga aku terus dirayu
Untuk terus mengeja tanpa jenuh
Biar ketemukan dirimu dalam naskah
Bersampul merah yang mendayu
Maka...
Jadikan dirmu setiap lembar yang kueja
Biar kita tak saling melupakan
Biar kita tak saling iyakan perpisahan
139
Sekiranya...
Masih ada kesempatan lain
Untuk kita..
Saling memperbaiki hubungan
Aku akan mengalah
Jika kita tak lagi lari
Jika kita tak lagi pergi
Biar kita jadi sejarah
Tapi...
Waktu yang ditunggu
Begitu lambat menghampiri
Membuat kita tetap menunggu
140
Aku ingin jadi yang pertama
Aku ingin jadi yang terakhir
Bukan aku menuntutmu selalu jujur
Namun aku ingin kita selalu bersama
Biar hubungan yang terjalin
Tak jadi sebuah kenangan belaka
Yang meninggalkan luka
Yang melukiskan lara
Jika kaulah jodohku
Maka...
Korbankan diri tanpa harus dirayu melulu
Dengan deretan bahasa yang dibuat ada
Makassar, 21119 | Djik22
141
Kita yang saling marah
Kita yang saling benci
Di antara satu hati
Kemudian tak lagi mesrah
Bukankah kemesraan kita agungkan?
Untuk saling dewasa
Untuk saling terbuka
Dalam sehuah kesepakatan
Namun kemesraan mulai hilang
Pada setiap perdebatan
Pada setiap suara yang menerjang
Mongorek hati menanam benci
142
Mainkanlah semuanya dengan indah
Biar jadi sebuah sejarah
Yang tetap menjadi ceria berkala
Yang tetap jadi cerita Anak Bangsa
Maka...
Mari memulai yang indah
Pada setiap patahan pena
Pada setiap arah langkah
Karena aku ingin
Kita sama-sama melangkah
Tanpa harus saling melupakan
Di antata berjuta dua pasangan
143
Detak jantungku
Mulai tak bisa diatur
Mulai tak bisa dikontrol
Karena dirimu telah tiba menyatu
Kau tiba dengan senyuman
Yang kubalas dengan hati
Tanpa merasakan seram
Sebagai dua pasang bermelodi
Maka...
Kita akan kita jadi sepasang juang
Kita akan menjadi satu kata
Ialah kata-kata cinta
144
Sampaikan salamku
Pada calon mertuaku
Kalau saatnya tiba
Aku akan berkata
Bahwa dirimu akan kuculik
Tanpa harus mengelak
Untuk meminta restu
Untuk kita tetap bersatu
Apakah kau berani sampaikan?
Apakah meminta restu adalah ingin kita?
Maka...
Sampaikanlah tanpa malu wahai calonku
145
Kita sudah dipertengahan jalan
Dalam segala pertarungan
Dalam segala arus perlawanan
Sering menguji kita
Aku tak ingin menuntut
Aku tak ingin mengindari ujian
Karena dengan ujian
Aku dinyatakan lolos tanpa cacat
Iya...
Aku lolos karena perjuangan
Untuk membuktikan
Kalau aku masih ada
146
Biarkan mereka mencibir
Mengungkap kata yang tak jujur
Untuk memisahkan kita
Untuk menghilangkan kita
Tapi...
Sedari awal aku tahu
Karena aku tak buta
Karena aku tak tuli
Maka...
Jangan terlalu hiraukan mereka
Jika semua adalah dusta
Jika semua adalah fitnah
147
Apakah namaku masih ada di hatimu?
Semoga kau masih ingat
Dengan janjimu yang memikat
Dengan segala sumpahmu
Sebab...
Jika kau lupa
Maka...
Kau melanggarnya sendiri
Atas apa yang kita bangun
Atas apa yang kita janjikan
Di bawah kolong langit
Di atas pasang mata yang memikat
148
Kejarlah apa yang kau ingin
Tapi...
Jangan kau berkecil hati
Pada setiap hentakan
Apakah kau ciut dengan hentakan?
Aku kira...
Kau kudidik dengan keberanian
Tanpa harus mencari pujian
Biarkan keberaniamu
Mengiringi langkahmu
Karena keberanian adalah modal utama
Untuk berbuat baik di atas semesta
149
Semesta yang kita kagumi
Di sebuah tempat terindah
Di sebuah tawanan para pemimpi
Dari segaris para peletak sejarah
Maka...
Mari kita buatkan sejarah
Sebagai para pencari
Yang tak kenal jeda dan usai
Semoga semesta selalu merestui
Dari sekian banyak mimpi
Untuk kita tebus
Dengan kemasyuran usaha
150
Sedikit lagi
Kita akan mencapai
Titik puncak segala rayu
Titik dasar segala rindu
Namun aku tak mau terlarut layu
Karena aku percaya
Kalau kita masih tegar berkata
Bahwa cinta dan usaha masih bersatu
Untuk menemani kita
Berjalan seiring
Menuju titik puncak janji
Membentangkan senyum menawan
155
Semua yang tertulis
Pasti untuk dieja
Tanpa harus menjadi malas
Karena aku ingin menulis tentangmu
Biarkan mereka tak membaca
Biarkan mereka tak menilai
Yang penting kita menulis
Yang penting kita merajut kata
Suatu saat akan berguna
Bagi generasi kita
Dan mereka akan bangga
Pentingnya menulis dan membaca
Makassar, 1219 | Djik22
156
Banyak ketimpangan yang terjadi
Di balik rumah kaca
Di atas tangga turun
Di depan pintu masuk
Yang terpasang kamera
Yang dirapatkan badan
Untuk menerima tawar
Untuk mengkhianati kejujuran
Hanya bermodal seragam
Hanya bermodalkan keberanian
Walau dalam tanda kutip
Semua berjalan aman
157
Keamanan tak akan merata
Jika berbagai seragam
Mengatasnamakan keadilan
Malah mengkhianati kejujuran
Maka...
Siapa lagi yang diharapkan bicara jujur?
Jika yang berseragam pun menipu
Yang gempel pun ikut tertipu
Atas nama isi dompet
Atas nama keberlangsungan hidup
Dari segala usaha dan mata pencaharian
Dengan cara-cara kotor mulut berbusa
158
Banyak yang tak sadar
Dari segala kemewahan
Yang mencekik leher
Yang menghardik nyali
Kemudian ditahan di pembatas
Untuk diperiksa oleh petugas
Bagi siapa yang melanggar
Bagi siapa yang diizinkan masuk
Banyak yang ikut
Banyak yang terjebak
Sampai...
Budaya sogok pun dimulai
159
Mental dibunuh perlahan
Dengan meninggikan suara
Tanpa tanda bahagia
Tanpa memamerkan senyum
Padahal...
Hanya sengaja menakuti
Biar tak ada yang lolos
Karena meminta kepijakan tak lagi bisa
Lalu...
Untuk apa banyak aturan
Kalau berlaku masih pandang bulu
Kalau masih membedakan warna kulit
160
Tas dan barang ditahan
Kami berdiri berjejer
Sambil mengatur langkah
Sambil mempersiapkan tenaga
Karena yang kami hadapi
Adalah singa yang sedang tidur
Seolah baik tapi bengis
Tampak dari gigi dan raut
Namun kami tak takut
Kami tak gentar
Karena semua penuh pola
Yang selalu dirubah-rubah
Makassar, 1219 | Djik22
161
Tekhnologi mulai berkuasa
Aku yang puasa
Kau datang menggoda
Dengan rayuan data
Dunia sekarang bisa digenggam
Dengan kelebaran android
Dengan kekuatan jangkauan data
Menjadikan kita paranoid
Maka...
Jangan kau lampiaskan
Semua dengan mudah
Pada pasang-buka kartu data
162
Kau selingkuh aku
Lewat kolom chattmu
Yang dijaga rapi
Yang dikunci dengan pola
Padahal...
Kita tampak setia
Kita tampak bahagia
Mengiringi jalan romantisme
Masih adakah setia itu?
Kenapa kau terus selingkuh?
Maka...
Aku singkirkan diri dari kolom hatimu
163
Dunia kau jadikan maya
Hingga semua jadi buram
Dari segala yang terang
Dari segala yang nyata
Karena duniamu
Penuh abu-abu
Dirayu dengan segala mimpi
Langsung dirimu menempel
Maka...
Kau kupanggil maya
Sesuai kebiasaanmu
Yang suka jelajah di dunia maya
164
Kita mulai berbeda
Tak seperti dulu lagi
Semenjak pertikaian itu
Semenjak perbedaan itu mengamuk
Sayangnya...
Kita mengamuk
Atas nama emosi
Atas nama kebersamaan
Tapi...
Kebersamaan yang nihil
Dari segala adu-domba
Dari segala masalah tanpa solusi
165
Mestinya...
Kau tak menyesal
Saat hujan turun
Kau ikuti dengan air mata
Karena kita hanya salah sangka
Kita terjebak cemburu
Di beberapa hari belakangan
Membuat kita merasa tertekan
Sudahi saja segala drama
Yang dilakukan dengan sengaja
Untuk menguji hati
Untuk menguji keberanian cinta
166
Aku kaget
Terbangun dari tidur
Saat hujan mulai redah
Saat itu juga kau tiba
Kau tiba dengan suasana baru
Menambah segala cerita
Menghapus rerintik hujan
Mengusir pergi yang telah lewat
Karena kita tak mau terjebak
Membuat diri tak berderet
Menanti kisah baru
Mengukir jalan baru
167
Malam itu
Kalau kuingat
Kau berontak mengatakan
Kalau aku adalah orang sombong
Tepat di malam Sabtu
Kau mengeluh tanpa laju
Menghapus segala rindu
Mengenang segala yang lewat
Ah...
Kau itu
Hanya mengktegorikan diri
Kesampingkan segala kebaikan
168
Meminummu tanpa laju
Menambah segala inspirasi
Untuk menambahkan kata-kata
Biar jadi puisi
Iya...
Aku menulis puisi malam
Berteman kopi hitam
Bersahabat sebatang rokok
Kau terus kukeduk
Kau terus kuhisap
Membuat malam tak sepi
Dan membalut segala kenangan
169
Catatan awal bulan
Harus kubuka lagi
Biar kita masuk dalam teks
Yang disusun jadi kata-kata
Karena kitalah kata-kata
Kitalah peluru-peluru
Yang siap membidik
Kemudian menembak
Bagi siapa saja yang bandel
Bagi siapa saja yang berkhianat
Menggunakan dalil manja
Menggunakan jubah kelabu
170
Kulit coklatmu
Membuat aku jatuh cinta
Saat lirikan seketika tiba
Membuat aku terus menatap
Kaulah segala kenangan
Kaulah segala yang bermuara
Yang selama ini terpendam
Dihimpit oleh baju putih
Maka...
Kau tawarkan kenangan
Kau lukiskan keaslian Indonesia
Yang kunamai Perempuan Pertiwi berisi
Makassar, 12219 | Djik22
171
Ketika semua terlelap
Tampak pintu-pintu mulai tertutup
Menemui mimpi larut dalam keaslian
Pada setiap wajah yang di pembaringan
Tepat di tiga tiga puluh enam
Semua tampak jelas tak lagi buram
Saat kaki menginjaki ubin putih
Saat asap Surya melayang lemah
Saat itu juga
Hati menikmati sepi
Dalam lenggangan jemari yang sayu
Dalam perenungan jiwa yang mendayu
172
Di beberapa deret lembar
Terbaca ungkapan bahasa jujur
Dalam naskah Anak Semua Bangsa
Dalam waktu percobaan si pemula
Hingga di sebelah kiri
Ia disimpan menuju peristirahatan
Menemui anak-anak yang tersusun
Oleh tuan pemilik ilmu-ilmu berseri
Maka...
Bersyukurlah ia yang bertarung
Dalam dekap suara juang
Dalam arungan lentera aksara nyata
173
Suara motor itu mengganggu lamunan
Ia datang tanpa terlihat
Ia tiba tanpa disapa bertahan
Hinga berhenti tak dihujat-penat
Karena pintu kamar ini ditutup rapat
Tak ingin satu pun sengaja melihat
Saat bacaan sedang menuai bahagia
Saat bibir dirapatkan perenungan asa
Maka...
Biarkan bunyimu mengalahkan malam
Tapi...
Tak bisa kau ganggu mereka yang mengasa
174
Semua pemula berlomba-lomba
Menulis puisi berlatar budaya
Dari timur ke barat
Dari selatan ke utara
Ialah mereka yang sadar
Akan pentingnya menulis
Walau dalam waktu begitu tragis
Hingga terus menguji-mengasa nalar
Karena budaya harus ditulis
Karena nalar harus diasa
Biar ia tak digilas
Oleh kesombogan dan kebodohan raga
175
Berbahagialah mereka yang membaca
Berbahagialah mereka yang menulis
Sebagai tugas anak manusia
Yang menginjaki kaki di semesta
Karena mereka tak ingin semua sia-sia
Hanya jadi debu dan angin lalu
Terbang jauh tanpa arah
Mengejar mimpi dengan harapan pasrah
Maka...
Teruslah menulis
Teruslah membaca dengan serius
Biar kita menjadi manusia tak buta asa
176
Jangan kau tiba
Bila aku masih sakit
Jangan kau sapa
Bila aku masih terjepit
Karena semua tak ada guna
Karena semua hanya jadi celaka
Kecewakan hatimu
Dan menyimpan dendam di hatimu
Maka...
Jangan berkecil hati padaku
Suatu saat akan kuundang kau tiba
Dalam waktu yang tak kaku
177
Terima kasih padamu
Yang telah membaca jemari penaku
Dengan sebuah apresiasi yang teliti
Dengan pujian yang tak terlalu meninggi
Sebab tanpamu aku mati
Tanpamu aku musnah dimakan hari
Karena darimulah aku dapat inspirasi
Untuk terus dituliskan dalam puisi
Walau hanya dalam puisi rasa
Biar hanya dalam puisi budaya
Dan hanya tercipta sajak layu
Serta hanya perjalanan rindu
178
Kita akan terus abadi
Dalam naskah yang sedang digarap
Dalam rasa yang penuh harap
Dengan kedalaman cinta yang suci
Maka...
Tetaplah datang padaku
Jangan kau pergi dengan cinta
Karena aku tak mau terlarut rindu
Biarkan kita terus menyapa
Tanpa harus menyimpan amarah
Tanpa harus menyimpan dendam rasa
Di sebuah waktu dan jeda
179
Tepat pukul tiga lima tujuh
Kau datang naiki tangga
Dengan diri yang begitu pasrah
Hanya bertemu denganku secara mesrah
Sayangnya...
Aku belum siap menyapa dengan manja
Karena aku sedang sakit
Karena aku di ranjang lain rasa berbeda
Maka...
Kau kembali pulang karena malu
Karena pintuku tak dibuka
Karena panggilmu tak kujawab raga
180
Ikutlah aku bermain di pulauku
Biar kau akan jatuh cinta
Biat kau nyaman mengungkap rasa
Pada setiap keindahan alam nusa
Karena di sanalah aku lahir
Di sanalah aku besar
Dalam timangan bunda
Di pulau Adonara bersuara
Aku akan menunggu kabar darimu
Biar cepat atau lambat aku tetap setia
Siapkan segala bekal perjalanan
Demi sebuah petualang rasa
Makassar, 19219 | Djik22
181
Memasuki dunia baru
Orang-orang berbondong-bondong
Dengan sikap lugu mendayu
Datang dari daerah yang berbeda pula
Iya...
Mereka yang menikmati kemewahan gedung
Dari lantai dasar ke lantai atas penuh warna
Tampak ada suara yang menuding
Inikah kemegahan dari dunia kampus?
Apakah kemerdekaan kita diikat sampai mampus?
Hingga pendidikan yang tertuang
Dari UUD 1945 mulai melenceng
182
Jadikan dirimu yang selalu merdeka
Tapi...
Jangan kau lupa pada sesamamu
Yang terus ditindas dan dibelenggu
Karena penindasan harus dihapuskan
Karena keadilan harus ditegakan
Biar semua butuh proses perjuangan
Biar semua butuh kesabaran
Yang penting atas nama kesejahteraan
Semua harus kolektif seirama
Ikuti tangga-tangga lagu
Menyuarakan suara pembebasan
183
Jika duniamu
Telah dijemput paksa
Maka...
Jangan kau diam termangu
Karena jika diam
Sama halnya kau relakan diri
Untuk diatur dan didikte
Biar dalam bentuk hal-hal sepele
Sekiranya...
Kemerdekaanmu tak dilanggar
Dan hak-hakmu tetap kau bela
Walau dalam keadaan terteror
184
Orang-orang mulai ribut
Tanpa menghargai mereka yang penat
Dengan suara meninggi mereka bernyanyi
Di tengah malam yang mulai sepi
Semoga orang itu
Tak pamer suara dengan cara mengganggu
Terlelapnya tidur dan beristirahat
Bagi mereka yang menunggu hari
Iya...
Mereka tak akan menegur
Karena itu soal ekpresi bernada
Tinggal orang itu yang merasa peka
185
Semua semakin jelas
Dan semakin ganas
Saat kau memilih pergi
Saat kau jadi pengkhianat sejati
Iya...
Kau berkhianat karena godaan
Yang tiba dengan sapa
Yang datang dengan rayuan
Hingga mukamu jadi tebal
Seolah tak ada rasa malu
Mengganggap semua biasa dan bisu
Dan tak sedikitpun mantul
186
Sekiranya...
Kau tak pergi
Meninggalkan diri
Yang sedang diserang tanya
Aku ingin kau tetap di sini
Memberi jawab padaku
Biar rasa galau ini
Segera pergi
Karena...
Aku tak tahan lagi
Jika senua tak dijawab
Pasti akan jadi malapetaka
187
Telalu jauh khayalanmu
Membuat mata tetap terbuka
Hingga aku menyapa lewat tanya
Mengajakmu untuk melangkah bersama
Karena kita tak ingin satu yang tersakiti
Karena kita sama-sama merasakan
Keindahan rasa dan cinta sejati
Selama ini dipertahankan
Hingga kini semua tetap aman
Dalam segala tekanan dan cobaan
Dalam curiga dan duga sangka
Namun kita masih tetap saling percaya
Makassar, 20219 | Djik22
188
Kaulah sumbu yang menyala
Kaulah mata terang yang bercahaya
Memberi pijar tentang pentingnya inspirasi
Tiba pada waktu yang terlalu pagi
Tapi...
Itulah dirimu yang penuh mimpi
Membisikan kata untuk ditulis
Walau jemari kita tak saling menggenggam
Namun kau mampu mengantarkan kisah
Pada sebuah ingatan dan luka
Dan menjadikan sebuah naskah cerita
Dinamai kisah penutup tanggal berkala
Makassar, 23219 | Djik22
189
Adalah keringat yang meleleh
Adalah usaha tanpa henti
Sebrangi tantangan hutan belantara hari
Lewati batas patok keadaan bersejarah
Muncullah sebuah teguran di awal
Saat kaki melangkah penuh semangat
Saat itu juga sebuah kata-kata menjepit
Menghajar kemalasan diri yang kebal
Dan sebuah insiatif baru untuk tetap maju
Biar segala tantangan datang merayu
Namun tak mudah patahkan semangat
Songsong hari depan dengan berusaha laju
190
Adalah suara kegaduhan di kota ini
Yang tak henti-hentinya menjama diri
Yang tak pandang bulu saling menggilas
Dalam dentuman penjuru penuh jurus
Membuat diri lebih kuat untuk bertahan
Melawan semua tekanan dan cobaan
Yang datang sili berganti tanpa kasihan
Yang tiba tanpa undangan yang dilayangkan
Hingga di sebuah titik persinggahan
Mengukir namamu dengan kekuatan
Diilhami dari bisikan semesta kampung halaman
Dan mengukirmu jadi sebuah peradaban
Makassar, 24219 | Djik22
191
Luasnya alam purba
Mengasa eja merawat rasa
Dalam pelukan hangat tanah semesta
Dalam budaya penuh ragam warna
Gambarkan tentang sebuah pulau
Dari lilitan kewatek mengasah rindu
Tentang batas-batas patok cinta belantara
Masih dipertahan oleh bumi dan manusia
Ialah manusia yang tetap melestarikan budaya
Ialah bumi yang merestui setiap doa-doa
Dengan bisikan ikhlas bernada
Untukmu ibu pulau kami tetap menghormati
Makassar, 27219 | Djik22
192
Saat kau bertanya tentang tujuan hidup
Yang selama ini kujaga
Yang sering kali kututup
Walau kita sering bersama
Karena belum saatnya tiba
Kau tahu segalanya
Tentang siapa diriku
Tantang apa misiku
Suatu saat akan kusampaikan
Kalau semua perjuangan
Akan menuai hasil
Dan kubawamu menuju rumah yang kekal
193
Tak ada perjuangan
Yang harus kita khianati
Demi mencapai sebuah kemenangan
Dibalut ketakutan dan rasa wanti-wanti
Aku tak pernah inginkan pengkhinatan
Dan kau pasti tak mengiyakan kebencian
Dari setiap masalah-masalah
Menjadikan diri terus mengeluh
Karena kita ingin berpijak pada kebenaran
Karena kita ingin bersandar pada kejujuran
Untuk melahirkan pion baru yang kekal
Untuk meraih hasil yang diusaha dengan mahal
194
Setalah semua usaha kita raih
Maka...
Perlahan gembira mengusir keluh
Keringat dan air mata diganti bagahia
Dan selanjutnya kita seiya sekata
Dalam arah langkah mencapai tujuan
Walau sering mendapat tekanan
Namun kita selalu setia
Arungi samudera yang kelam
Lalui setiap desahan angin malam
Menuju pagi dengan semangat baru
Terbungkus rindu dan rayu mengusir luka
195
Aku tahu
Jika sakit pernah menyerangmu
Dan bahagia jarang tiba temani raga
Setiap masa yang kita lalui berdua
Tapi...
Untuk ke sekian kali
Sakit yang kau derita
Ingin segera aku singkirkan dengan rasa
Biar semua diganti dengan bahagia
Biar semua ditukar menjadi kisah indah
Untuk meletakan sebuah sejarah
Dan mengusir luka mejauh dari dirimu
156
Banyak ketimpangan yang terjadi
Di balik rumah kaca
Di atas tangga turun
Di depan pintu masuk
Yang terpasang kamera
Yang dirapatkan badan
Untuk menerima tawar
Untuk mengkhianati kejujuran
Hanya bermodal seragam
Hanya bermodalkan keberanian
Walau dalam tanda kutip
Semua berjalan aman
157
Keamanan tak akan merata
Jika berbagai seragam
Mengatasnamakan keadilan
Malah mengkhianati kejujuran
Maka...
Siapa lagi yang diharapkan bicara jujur?
Jika yang berseragam pun menipu
Yang gempel pun ikut tertipu
Atas nama isi dompet
Atas nama keberlangsungan hidup
Dari segala usaha dan mata pencaharian
Dengan cara-cara kotor mulut berbusa
158
Banyak yang tak sadar
Dari segala kemewahan
Yang mencekik leher
Yang menghardik nyali
Kemudian ditahan di pembatas
Untuk diperiksa oleh petugas
Bagi siapa yang melanggar
Bagi siapa yang diizinkan masuk
Banyak yang ikut
Banyak yang terjebak
Sampai...
Budaya sogok pun dimulai
159
Mental dibunuh perlahan
Dengan meninggikan suara
Tanpa tanda bahagia
Tanpa memamerkan senyum
Padahal...
Hanya sengaja menakuti
Biar tak ada yang lolos
Karena meminta kepijakan tak lagi bisa
Lalu...
Untuk apa banyak aturan
Kalau berlaku masih pandang bulu
Kalau masih membedakan warna kulit
160
Tas dan barang ditahan
Kami berdiri berjejer
Sambil mengatur langkah
Sambil mempersiapkan tenaga
Karena yang kami hadapi
Adalah singa yang sedang tidur
Seolah baik tapi bengis
Tampak dari gigi dan raut
Namun kami tak takut
Kami tak gentar
Karena semua penuh pola
Yang selalu dirubah-rubah
Makassar, 1219 | Djik22
161
Tekhnologi mulai berkuasa
Aku yang puasa
Kau datang menggoda
Dengan rayuan data
Dunia sekarang bisa digenggam
Dengan kelebaran android
Dengan kekuatan jangkauan data
Menjadikan kita paranoid
Maka...
Jangan kau lampiaskan
Semua dengan mudah
Pada pasang-buka kartu data
162
Kau selingkuh aku
Lewat kolom chattmu
Yang dijaga rapi
Yang dikunci dengan pola
Padahal...
Kita tampak setia
Kita tampak bahagia
Mengiringi jalan romantisme
Masih adakah setia itu?
Kenapa kau terus selingkuh?
Maka...
Aku singkirkan diri dari kolom hatimu
163
Dunia kau jadikan maya
Hingga semua jadi buram
Dari segala yang terang
Dari segala yang nyata
Karena duniamu
Penuh abu-abu
Dirayu dengan segala mimpi
Langsung dirimu menempel
Maka...
Kau kupanggil maya
Sesuai kebiasaanmu
Yang suka jelajah di dunia maya
164
Kita mulai berbeda
Tak seperti dulu lagi
Semenjak pertikaian itu
Semenjak perbedaan itu mengamuk
Sayangnya...
Kita mengamuk
Atas nama emosi
Atas nama kebersamaan
Tapi...
Kebersamaan yang nihil
Dari segala adu-domba
Dari segala masalah tanpa solusi
165
Mestinya...
Kau tak menyesal
Saat hujan turun
Kau ikuti dengan air mata
Karena kita hanya salah sangka
Kita terjebak cemburu
Di beberapa hari belakangan
Membuat kita merasa tertekan
Sudahi saja segala drama
Yang dilakukan dengan sengaja
Untuk menguji hati
Untuk menguji keberanian cinta
166
Aku kaget
Terbangun dari tidur
Saat hujan mulai redah
Saat itu juga kau tiba
Kau tiba dengan suasana baru
Menambah segala cerita
Menghapus rerintik hujan
Mengusir pergi yang telah lewat
Karena kita tak mau terjebak
Membuat diri tak berderet
Menanti kisah baru
Mengukir jalan baru
167
Malam itu
Kalau kuingat
Kau berontak mengatakan
Kalau aku adalah orang sombong
Tepat di malam Sabtu
Kau mengeluh tanpa laju
Menghapus segala rindu
Mengenang segala yang lewat
Ah...
Kau itu
Hanya mengktegorikan diri
Kesampingkan segala kebaikan
168
Meminummu tanpa laju
Menambah segala inspirasi
Untuk menambahkan kata-kata
Biar jadi puisi
Iya...
Aku menulis puisi malam
Berteman kopi hitam
Bersahabat sebatang rokok
Kau terus kukeduk
Kau terus kuhisap
Membuat malam tak sepi
Dan membalut segala kenangan
169
Catatan awal bulan
Harus kubuka lagi
Biar kita masuk dalam teks
Yang disusun jadi kata-kata
Karena kitalah kata-kata
Kitalah peluru-peluru
Yang siap membidik
Kemudian menembak
Bagi siapa saja yang bandel
Bagi siapa saja yang berkhianat
Menggunakan dalil manja
Menggunakan jubah kelabu
170
Kulit coklatmu
Membuat aku jatuh cinta
Saat lirikan seketika tiba
Membuat aku terus menatap
Kaulah segala kenangan
Kaulah segala yang bermuara
Yang selama ini terpendam
Dihimpit oleh baju putih
Maka...
Kau tawarkan kenangan
Kau lukiskan keaslian Indonesia
Yang kunamai Perempuan Pertiwi berisi
Makassar, 12219 | Djik22
171
Ketika semua terlelap
Tampak pintu-pintu mulai tertutup
Menemui mimpi larut dalam keaslian
Pada setiap wajah yang di pembaringan
Tepat di tiga tiga puluh enam
Semua tampak jelas tak lagi buram
Saat kaki menginjaki ubin putih
Saat asap Surya melayang lemah
Saat itu juga
Hati menikmati sepi
Dalam lenggangan jemari yang sayu
Dalam perenungan jiwa yang mendayu
172
Di beberapa deret lembar
Terbaca ungkapan bahasa jujur
Dalam naskah Anak Semua Bangsa
Dalam waktu percobaan si pemula
Hingga di sebelah kiri
Ia disimpan menuju peristirahatan
Menemui anak-anak yang tersusun
Oleh tuan pemilik ilmu-ilmu berseri
Maka...
Bersyukurlah ia yang bertarung
Dalam dekap suara juang
Dalam arungan lentera aksara nyata
173
Suara motor itu mengganggu lamunan
Ia datang tanpa terlihat
Ia tiba tanpa disapa bertahan
Hinga berhenti tak dihujat-penat
Karena pintu kamar ini ditutup rapat
Tak ingin satu pun sengaja melihat
Saat bacaan sedang menuai bahagia
Saat bibir dirapatkan perenungan asa
Maka...
Biarkan bunyimu mengalahkan malam
Tapi...
Tak bisa kau ganggu mereka yang mengasa
174
Semua pemula berlomba-lomba
Menulis puisi berlatar budaya
Dari timur ke barat
Dari selatan ke utara
Ialah mereka yang sadar
Akan pentingnya menulis
Walau dalam waktu begitu tragis
Hingga terus menguji-mengasa nalar
Karena budaya harus ditulis
Karena nalar harus diasa
Biar ia tak digilas
Oleh kesombogan dan kebodohan raga
175
Berbahagialah mereka yang membaca
Berbahagialah mereka yang menulis
Sebagai tugas anak manusia
Yang menginjaki kaki di semesta
Karena mereka tak ingin semua sia-sia
Hanya jadi debu dan angin lalu
Terbang jauh tanpa arah
Mengejar mimpi dengan harapan pasrah
Maka...
Teruslah menulis
Teruslah membaca dengan serius
Biar kita menjadi manusia tak buta asa
176
Jangan kau tiba
Bila aku masih sakit
Jangan kau sapa
Bila aku masih terjepit
Karena semua tak ada guna
Karena semua hanya jadi celaka
Kecewakan hatimu
Dan menyimpan dendam di hatimu
Maka...
Jangan berkecil hati padaku
Suatu saat akan kuundang kau tiba
Dalam waktu yang tak kaku
177
Terima kasih padamu
Yang telah membaca jemari penaku
Dengan sebuah apresiasi yang teliti
Dengan pujian yang tak terlalu meninggi
Sebab tanpamu aku mati
Tanpamu aku musnah dimakan hari
Karena darimulah aku dapat inspirasi
Untuk terus dituliskan dalam puisi
Walau hanya dalam puisi rasa
Biar hanya dalam puisi budaya
Dan hanya tercipta sajak layu
Serta hanya perjalanan rindu
178
Kita akan terus abadi
Dalam naskah yang sedang digarap
Dalam rasa yang penuh harap
Dengan kedalaman cinta yang suci
Maka...
Tetaplah datang padaku
Jangan kau pergi dengan cinta
Karena aku tak mau terlarut rindu
Biarkan kita terus menyapa
Tanpa harus menyimpan amarah
Tanpa harus menyimpan dendam rasa
Di sebuah waktu dan jeda
179
Tepat pukul tiga lima tujuh
Kau datang naiki tangga
Dengan diri yang begitu pasrah
Hanya bertemu denganku secara mesrah
Sayangnya...
Aku belum siap menyapa dengan manja
Karena aku sedang sakit
Karena aku di ranjang lain rasa berbeda
Maka...
Kau kembali pulang karena malu
Karena pintuku tak dibuka
Karena panggilmu tak kujawab raga
180
Ikutlah aku bermain di pulauku
Biar kau akan jatuh cinta
Biat kau nyaman mengungkap rasa
Pada setiap keindahan alam nusa
Karena di sanalah aku lahir
Di sanalah aku besar
Dalam timangan bunda
Di pulau Adonara bersuara
Aku akan menunggu kabar darimu
Biar cepat atau lambat aku tetap setia
Siapkan segala bekal perjalanan
Demi sebuah petualang rasa
Makassar, 19219 | Djik22
181
Memasuki dunia baru
Orang-orang berbondong-bondong
Dengan sikap lugu mendayu
Datang dari daerah yang berbeda pula
Iya...
Mereka yang menikmati kemewahan gedung
Dari lantai dasar ke lantai atas penuh warna
Tampak ada suara yang menuding
Inikah kemegahan dari dunia kampus?
Apakah kemerdekaan kita diikat sampai mampus?
Hingga pendidikan yang tertuang
Dari UUD 1945 mulai melenceng
182
Jadikan dirimu yang selalu merdeka
Tapi...
Jangan kau lupa pada sesamamu
Yang terus ditindas dan dibelenggu
Karena penindasan harus dihapuskan
Karena keadilan harus ditegakan
Biar semua butuh proses perjuangan
Biar semua butuh kesabaran
Yang penting atas nama kesejahteraan
Semua harus kolektif seirama
Ikuti tangga-tangga lagu
Menyuarakan suara pembebasan
183
Jika duniamu
Telah dijemput paksa
Maka...
Jangan kau diam termangu
Karena jika diam
Sama halnya kau relakan diri
Untuk diatur dan didikte
Biar dalam bentuk hal-hal sepele
Sekiranya...
Kemerdekaanmu tak dilanggar
Dan hak-hakmu tetap kau bela
Walau dalam keadaan terteror
184
Orang-orang mulai ribut
Tanpa menghargai mereka yang penat
Dengan suara meninggi mereka bernyanyi
Di tengah malam yang mulai sepi
Semoga orang itu
Tak pamer suara dengan cara mengganggu
Terlelapnya tidur dan beristirahat
Bagi mereka yang menunggu hari
Iya...
Mereka tak akan menegur
Karena itu soal ekpresi bernada
Tinggal orang itu yang merasa peka
185
Semua semakin jelas
Dan semakin ganas
Saat kau memilih pergi
Saat kau jadi pengkhianat sejati
Iya...
Kau berkhianat karena godaan
Yang tiba dengan sapa
Yang datang dengan rayuan
Hingga mukamu jadi tebal
Seolah tak ada rasa malu
Mengganggap semua biasa dan bisu
Dan tak sedikitpun mantul
186
Sekiranya...
Kau tak pergi
Meninggalkan diri
Yang sedang diserang tanya
Aku ingin kau tetap di sini
Memberi jawab padaku
Biar rasa galau ini
Segera pergi
Karena...
Aku tak tahan lagi
Jika senua tak dijawab
Pasti akan jadi malapetaka
187
Telalu jauh khayalanmu
Membuat mata tetap terbuka
Hingga aku menyapa lewat tanya
Mengajakmu untuk melangkah bersama
Karena kita tak ingin satu yang tersakiti
Karena kita sama-sama merasakan
Keindahan rasa dan cinta sejati
Selama ini dipertahankan
Hingga kini semua tetap aman
Dalam segala tekanan dan cobaan
Dalam curiga dan duga sangka
Namun kita masih tetap saling percaya
Makassar, 20219 | Djik22
188
Kaulah sumbu yang menyala
Kaulah mata terang yang bercahaya
Memberi pijar tentang pentingnya inspirasi
Tiba pada waktu yang terlalu pagi
Tapi...
Itulah dirimu yang penuh mimpi
Membisikan kata untuk ditulis
Walau jemari kita tak saling menggenggam
Namun kau mampu mengantarkan kisah
Pada sebuah ingatan dan luka
Dan menjadikan sebuah naskah cerita
Dinamai kisah penutup tanggal berkala
Makassar, 23219 | Djik22
189
Adalah keringat yang meleleh
Adalah usaha tanpa henti
Sebrangi tantangan hutan belantara hari
Lewati batas patok keadaan bersejarah
Muncullah sebuah teguran di awal
Saat kaki melangkah penuh semangat
Saat itu juga sebuah kata-kata menjepit
Menghajar kemalasan diri yang kebal
Dan sebuah insiatif baru untuk tetap maju
Biar segala tantangan datang merayu
Namun tak mudah patahkan semangat
Songsong hari depan dengan berusaha laju
190
Adalah suara kegaduhan di kota ini
Yang tak henti-hentinya menjama diri
Yang tak pandang bulu saling menggilas
Dalam dentuman penjuru penuh jurus
Membuat diri lebih kuat untuk bertahan
Melawan semua tekanan dan cobaan
Yang datang sili berganti tanpa kasihan
Yang tiba tanpa undangan yang dilayangkan
Hingga di sebuah titik persinggahan
Mengukir namamu dengan kekuatan
Diilhami dari bisikan semesta kampung halaman
Dan mengukirmu jadi sebuah peradaban
Makassar, 24219 | Djik22
191
Luasnya alam purba
Mengasa eja merawat rasa
Dalam pelukan hangat tanah semesta
Dalam budaya penuh ragam warna
Gambarkan tentang sebuah pulau
Dari lilitan kewatek mengasah rindu
Tentang batas-batas patok cinta belantara
Masih dipertahan oleh bumi dan manusia
Ialah manusia yang tetap melestarikan budaya
Ialah bumi yang merestui setiap doa-doa
Dengan bisikan ikhlas bernada
Untukmu ibu pulau kami tetap menghormati
192
Saat kau bertanya tentang tujuan hidup
Yang selama ini kujaga
Yang sering kali kututup
Walau kita sering bersama
Karena belum saatnya tiba
Kau tahu segalanya
Tentang siapa diriku
Tantang apa misiku
Suatu saat akan kusampaikan
Kalau semua perjuangan
Akan menuai hasil
Dan kubawamu menuju rumah yang kekal
193
Tak ada perjuangan
Yang harus kita khianati
Demi mencapai sebuah kemenangan
Dibalut ketakutan dan rasa wanti-wanti
Aku tak pernah inginkan pengkhinatan
Dan kau pasti tak mengiyakan kebencian
Dari setiap masalah-masalah
Menjadikan diri terus mengeluh
Karena kita ingin berpijak pada kebenaran
Karena kita ingin bersandar pada kejujuran
Untuk melahirkan pion baru yang kekal
Untuk meraih hasil yang diusaha dengan mahal
194
Setalah semua usaha kita raih
Maka...
Perlahan gembira mengusir keluh
Keringat dan air mata diganti bagahia
Dan selanjutnya kita seiya sekata
Dalam arah langkah mencapai tujuan
Walau sering mendapat tekanan
Namun kita selalu setia
Arungi samudera yang kelam
Lalui setiap desahan angin malam
Menuju pagi dengan semangat baru
Terbungkus rindu dan rayu mengusir luka
195
Aku tahu
Jika sakit pernah menyerangmu
Dan bahagia jarang tiba temani raga
Setiap masa yang kita lalui berdua
Tapi...
Untuk ke sekian kali
Sakit yang kau derita
Ingin segera aku singkirkan dengan rasa
Biar semua diganti dengan bahagia
Biar semua ditukar menjadi kisah indah
Untuk meletakan sebuah sejarah
Dan mengusir luka mejauh dari dirimu
Komentar