Sumber foto: Dokumentasi Ikappem-Abat Flotim-Makassar
Jika doa-doamu mampu mewakili namaku setiap sujud dan rukukmu. Maka, kita masih berharap akan datang sebuah keajaiban dari pendirian yang berbeda. Setidaknya, bukan perbedaan yang menjadi dalil untuk terus berpisah. Sebab, kau dan aku merasa nyaman kala kondisi penembakan sedang terjadi. Apalagi, saat perang mulai berkurang. Maka keyakinan yang tumbuh lebih dari nyaman saat suara dihirup dan nafas dihembuskan.
Kau sering protes "Kenapa penembakan sering terjadi di negeri pengaggum demokrasi?" Aku memilih dan memilah, kata-kata yang tepat untuk menjawab tanyamu. Biar, mampu kau pahami dengan ikhlas tanpa harus ada paksaan.
"Negara ini terlalu sibuk mengurusi hal-hal besar. Sampai hal kecil menjadi luput dari perhatian. Karena sekarang ini, negara hadir dengan segala kepentingan. Yang mengatasnamakan 'sejahtera'. Tapi, perang sering terjadi di mana-mana. Apakah negara juga terlibat kompromis jika peluru menjadi murah? Dan apakah darah menjadi hal biasa ketika ada yang tertembak?"
Sayangku, aku ingin melanjutkan kekejaman ini. "Apakah kau belum bosan dengan celoteh singkatku?" Tanyaku padamu.
Namun, kau hanya mengangguk sebagai tanda setuju. "Oke... !!! Mari kita lanjutkan ceritanya." Aku mencegah dengan sedikit rayuan. Supaya tak ada ketegangan antara satu sama lain.
"Perang yang terjadi, harus dilihat dengan pengkajian yang objektif. Perang dan penembakan karena soal tanah atau soal agama. Jika, kedua kategori itu masuk. Maka, harus ditelusuri lebih jauh. Apakah peperangan di saat kontekstasi politik sedang segar? Karena, soal tanah juga menjadi hal yang serius yang perlu diperhatikan. Akan tetapi, baik dibungkus dengan kepentingan politik. Maka perlu dilihat dari setiap sisi."
Aku tak ingin melanjutkan cerita ini secara detail. Karena, nanti dikategorikan sebagai pihak yang sering mengkritik. Tapi, tak punya solusi yang kongkrit pada masalah-masalah yang terjadi di negeri ini. Keadaan semakin sunyi dan sepi. Saat kita saling diam. Tiba-tiba, kau berkata.
"Aku sedikit memahami beberapa penjelasan. Namun, belum kuselami secara mendalam. Karena, aku ingin lebih serius lagi menganalisis. Jika, kau menggunakan pendekatan yang objektif, maka aku sedikit berdiri pada subjektif. Tapi, ini aku tahu hal yang jadi pertentangan. Namun, objektif dan subjektif juga sebuah perbedaan. Yang paling penting, kau dan aku harus terus serius menukar gagasan. Supaya tidak ada kesesatan antara kita. Dan memahami perbedaan bukan sebagai hal yang memalukan. Namun, perbedaan yang menyatukan kita. Hingga tak sadarkan diri, kau dan aku sedang menjalani perbedaan ini." Jelasmu penuh semangat.
Sembari menatapi keadaan di sekitar, ternyata begitu nyaman untuk dinikmati. Maka, aku memilih diam tanpa menanggapi kejujuranmu. Yang penting, kau dan aku sudah menjadi 'kita' sayangku. Kita sudah dewasa secara pemikiran dan tindakan. Sehingga tidak wajar lagi, harus saling menyalahkan dan saling mengutuk mana yang paling benar atau mana yang salah.
Makassar
Jumat, 14 Desember 2018
By: Djik22
Komentar