Sumber foto: Olivia Letek
Jauh adalah alasan untuk bertemu. Sayangnya, jarak selalu meminta untuk sedikit bersabar. Lantaran tak ingin terburu-buru, maka aku harus tetap bertahan di sini. Entah, sampai kapan kita harus bertemu. Semua masih penuh tanda-tanya. Namun, biar jarak begitu jauh. Aku selalu memberi kabar padamu. Karena, darimu aku bisa menikmati hidup yang penuh dengan cobaan.
Waktu begitu lama untuk berputar. Biar aku sering berontak untuk tetap bersua. Tapi, lagi-lagi aku selalu dihadang di seperempat malam. Saat itu, suara tanya datang tiba-tiba.
"Apa yang membuatmu tetap bertahan?"
Aku kira, ada sosok yang datang mendekat. Namun, aku terhanyut oleh lamunan tentang, Ibu. Karena Ibu terlalu dekat denganku. Hingga sebagai bentuk menghilangkan rindu, maka buah tangan karyanya aku selalu kenakan untuk membalut tubuh. Ia adalah tenun daerah yang penuh motif seni dan makna sakral.
Mungkin, tak seperti kebanyakan orang merasa malu jika memakainya. Tapi, bagiku tenun Ibu adalah sebuah warisan budaya yang penuh dengan nilai timangan dan jerih payah. Maka, tak ada sedikit pun gengsi untuk menangkis langkahku kala dibalut 'kewatek' hasil ciptanya.
Aku yang masih tergoda dengan lamunan malam. Tiba-tiba kubuka gawaiku, lalu muncul tanya seolah tak percaya. Kuusap mata perlahan-lahan. Kemudian kubuka pesan yang dikirim melalui sebuah aplikasi chatting.
"Apa yang membuatmu selalu memakai 'kewatek'? Adakah rasa nyaman saat memaikainya?"
Hatiku tertusuk oleh ingatan. Seolah tanyanya mampu membuat ingatanku kembali ke timangan kasih dan belaian mesra Ibu yang sedang di Pulau Pembunuh. Kutarik nafas dalam-dalam. Kemudian kubalas dengan bahasa hati.
"Aku lebih memilih memakai tenun hasil kreasi ibu. Karena lebih bernilai seni ketika tenun sudah membalut di tubuhku. Dan akan berbeda dengan yang lain. Kalau hanya mengandalkan campur tangan produk luar negeri." Ada gerogi mewakili balasan chattku.
Kondisi kembali hening. Aku terus dihantui dengan wajah linang kasih sayang, Ibu. Biar tak berlarut-larut ditemani malam. Maka aku lanjutkan lagi mengirimi pesan sebagai jawaban lanjutan dari tanyanya.
"Ketika dengan balutan tenun buatan tangan Ibu, maka ada kehangatan dan kenyamanan yang kurasa. Karena tubuhku dibalut dengan tenun sebagai ciri khas daerahku. Sudah pasti kebanggan itu bukan hanya dalam balutan. Tapi, selalu menamaniku di mana pun berada."
Aku kembali mengingat pesan Ibu di beberapa tahun lalu.
Anakku, jika dalam dirimu kuwariskan dengan budaya. Maka, kelak dalam gejolak zaman kau harus mampu pertahankan budaya aslimu. Karena budaya adalah identitas bangsa. Bagaimana kau tidak pertahankan warisan budaya leluhurmu? Apa yang akan kau ceritakan kepada generasimu? Karena budaya bukan sebuah temuan seperti teori ilmiah. Tapi, budayamu adalah tercampur dengan keringat, darah, air mata, dan pergulatan panjang oleh leluhurmu. Maka tugasmu harus menjadi generasi yang peka dan selalu peduli pada pelestarian budaya. Bukan sebagai generasi yang selalu mengandalkan budaya luar saja.
Anakku, tak banyak yang Ibu wariskan untukmu. Karena Ibu adalah perempuan sederhana yang selalu menghormati budaya dan pesan para petuah, maka terimalah 'kewatek' ini dengan ikhlas. Pakailah di mana pun kamu berada. Jangan pernah merasa malu. Karena ketika memakai pun kamu malu. Maka yakin dan percaya, suatu saat generasimu tak lagi tahu-menahu soal pentinganya menjaga warisan budaya.
Apalagi yang membuatmu malu. Sebagai perempuan yang melahirkan generasi. Maka tugasmu adalah mendidik setiap orang untuk selalu berdiri pada kebenaran. Bukan hanya soal kebenaran kata saja, tapi kebenaran dalam tindakan pun harus kau ajarkan. Karena kita hidup bermula dari kata, dan mati dengan kata.
Satu lagi sebagai pesan terakhir untukmu anakku. Pakailah 'kewatek'. Jangan pernah merasa genggsi. Sebab, suatu saat roda zaman akan lebih maju dan laju lagi. Biar zaman tetap maju, tapi jangan kau berkecil hati tentang pertahankan budayamu. Karena kamu adalah perempuan yang ibu didik dengan timangan kasih dan doa sepanjang hari.
Makassar
Senin, 17 Desember 2018
By: Djik22
Komentar