Langsung ke konten utama

KISAH #2


Kita terjebak pada pertemuan pertama
Kita yang diaatukan oleh gubuk tua
Kini mulai saling diikat rasa
Dengan segala aksaramu begitu terasa

Apakah kau menulis dengan hati?
Apakah kau sengaja membela diri?
Biat aku terus digoda rasa
Untuk mencari tahu siapa dirimu

Jika kau hadir dengan rasa
Maka...
Detak dan kode pertemuan pertama
Kita sudah memulainya dengan cinta

Aku terkesima saat membaca tulisanmu. Seolah-olah kau tahu segalanya tentangku. Membuat hati tersobek dengan detak jantung tak menentu. Apakah ini sebuah tanda? Bagaimana jika detak jantung tak mampu kukontrol dengan baik? Kenapa secepat ini rasa diikat oleh bahasa?

"Tenanglah wahai diri. Ini adalah sebuah permulaan. Biar, pertemuan pertama itu berkesan. Tapi, jangan terlalu buru-buru menaruh harap." Aku coba menenangkan diri sendiri.

Harapanku, esok kita akan bertemu kembali. Aku semakin rindu dengan segala kisahmu lewat cerita empat mata. Aku ingin terus didekatmu mendengar curahanmu dan menatapmu lebih dekat lagi. Setidanya, getaran bibirmu terusku tatap. Gerak bola-mata hitam putihmu terus kunikmati. Biar segala tentangmu mampu kucermati satu-demi satu. Sayangnya, waktu yang ditunggu begitu lama. Membuat hati bertambah rindu tak bisa dikontrol. Aku mau bertanya kabarmu lewat chatt. Tapi, masa aku yang memulai lebih dahulu. Dikiranya diriku begitu murah. Biar gelora rasa tak bisa dibendung. Setidaknya genggsi dan harga diri tetap kupertahankan dengan sadar.

Terkadang aku harus senyum sendiri mengingat kebersamaan kita yang begitu singkat. Namun, aku juga ingin segera bertemu. Mau curhat pada sepupuku, dikiranya aku tiba di kota hanya mengurusi soal perasaan. Lagi-lagi, aku harus memendamnya dalam hati. Biar aku sendiri yang menanggung segala yang diingat dan beragam yang kukhayalkan.

Jika benar apa yang dia bahasakan, pasti ada waktu yang tepat. Dia akan tiba menyapaku lagi. Setidaknya, penungguanku mampu dibayar lewat pertemuan. Ah... kenapa pertemuan yang selalu terbayang dalam pikiranku? Akhirnya aku mengkhayal jauh melewati malam melampaui terangnya lampu. Sambil menatap cahaya itu tajam-tajam. Tiba-tiba, sepupuku bertanya.

"Kamu kenapa?"

"Hem... tidak apa-apa, Kak. Memangnya kenapa, Kak?"

"Tidak!... Cuman kamu kelihatan beda saja. Kaya orang mau kerasukan saja."

"Apaan sih, Kak!!!... Nakut-nakutin saja."

Sepupuku itu masih saja merasa heran. Aku kira ia sudah selesai berceloteh. Tapi, malah tambah jadi dengan segala tanyanya tanpa henti. Biarkan saja di ceramah panjang agar keadaan tetap jadi ramai. Yang penting jangan dia singgung soal cinta atau rasa. Karena ia akan tahu lewat raut muka dan tingkahku yang salah penuh kemerah-merahan.

"Kamu kalau ada masalah bilang, biar sama-sama kita selesaikan, Dek."

"Benaran deh, Kak. Tidak ada masalah!"

"Kamu, kok mulai pintar berbohong sama Kakakmu sendiri ya, Dek?"

"Hahahhahahaa.... Kak, ini kaya paranormal yang suka menebak pikirannya orang. Memangnya Kakak tahu jalan pukiranku?" Tanyaku mencoba mengalihkan pokok pembahasan.

"Tidak juga. Cuman aku jadi khawatir saja. Jangan sampai ada angin titipan yang mulai mengikutimu. Hati-hati saja. Banyak berdoa, biar malam ini tidak terjadi apa-apa padamu." Sepupuku coba mengingatkanku.



○○★★★○○

Keheningan mulai tiba menyapaku lagi. Orang-orang mulai terlelap dalam tidur panjang. Sisa aku yang masih termenung dan termangu-mangu. Khayalanku semakin menjadi-jadi. Seolah-olah, aku baru pertama kali merasakan getaran jantung terpoles rasa yang sesungguhnya.

Akhirnya, aku beranikan diri untuk mengababarinya lewat chatt.

"Hay... Apa kabar?"

"Boleh tahu, ini siapa?"

Waduh, baru aku sadar. Ternyata aku yang meminta kontaknya. Hingga aku lupa mengabarinya terlebih dahulu saat pertemuan pertama itu. Ini celaka. Begini memang kalau jantung terlalu berdetak. Semua yang mudah jadi sulit; semua yang buruk jadi baik. Tapi, malam ini segala prediksi dan duga-sangka tak dijaga dengan baik. Membuat aku jadi malu sendiri.

Aku tak ingin membalas tanyanya. Maka, kuperlukan waktu beberapa menit untuk menulis sebelum aku bersahabat dengan ranjang. Beginilah tulisanku malam itu kalau disusun kembali:

Untukmu yang selalu kukagumi. Entah keterangan apa yang harus kuceritakan kalau kita bertemu nanti. Namun, diriku selalu terbayang wajahmu yang tak tampak gerogi itu. Belum lagi, sorotan bola mata indahmu mampu memberikan pancaran makna yang kutemukan. Aku mengagumi tiada tara. Aku menunggumu terlalu lama.

Sebagai manusia yang dirundung rasa, aku selalu salah melangkah. Bagaimana tidak? Mengharapkan pertemuan tapi aku hanya bisa menunggu. Menginginkan sebuah awalan, tapi aku masih gengsi tentang harga diri yang dibungkus rasa malu. Mungkin kau di posisiku, maka akan terasa berbeda. Tapi, aku ini hanya manusia yang lemah dan sedang mencari jati diri. Aku harap, kau tetap membimbing untuk membuka jalan baru di hingar-bingarnya kota. Biar kita temukan jalan setapak untuk tempat persembunyian sementara dalam berbagi cerita.

Sudi-kiranya kau jadi teropong sekaligus kompas hidup. Agar segala gerak-gerik kesaharianku dirimu pun tahu. Mungkin aku sering berkhayal. Semua itu karena dirimu selalu menjelma dalam pikiranku. Ia tak mau kuusir pergi. Malah terus bertahan sampai tak menentu.

Jika, benar kau menggunakan bahasamu dengan hati. Maka, aku di sini mengharapkan dengan hati. Aku ingin di sebuah waktu kita bertemu kembali. Karena penggalan ceritamu selalu membuat penasaran. Kau adalah jarum jam yang selalu mengingatkanku tentang pentingnya sebuah proses. Di detik dan menit selalu mengajariku tentang bagaimana cara mengingat dan cara berharap.

Semoga saja segala harapku tak jadi sia-sia. Segala doa dan gundahku mampu terbayar seperti pertemuan pertama kita di gubuk tua itu. Bukankah kau pernah bilang ".... Semoga pertemuan pertama ini bukan menjadi sebuah akhir dari segala pertemuan." Selanjutnya. Jangan kau siksa aku dengan sengaja. Biar aku tak selalu terjebak pikiran. Jika, kau sengaja dengan caramu. Maka, aku pinta untuk segera kau hentikan. Karena aku adalah orang baru di kota ini. Aku juga baru mengenali dirimu. Seolah-olah dirimu diutus oleh semesta menjadi pasang juang. Namun, sayang kita masih terpisah oleh jarak.


Makassar
Kamis, 31 Januari 2019
By: Djik22

Komentar

Populer

FILOSOFI DAUN PISANG

Harapan dan mimpi dari setiap kepala tidak semua terpenuhi dengan usaha dan praktik. Tapi masih membutuhkan untuk saling dekat dan merespon segala polomik. Di masa yang akhir ini, perutmu telah melahirkan bayi yang masih merangkak dipaksa berjalan di kerikil jalan persimpangan. Dari rawat dan buaian, telah membuka mata batin, mengevaluasi adalah jalan yang tepat. Karena kurangnya menilai dari setiap sisi. Sehingga lahir dua persimpangan kiri kanan jalan. Mata telah terang, langkah sudah tepat, bersama sudah terpupuk, kesadaran mulai bangkit. Berdiri dan bergerak. Saatnya cahaya jadi penerang. Titipan amanah 20 21 11 14 jadi bahan belajar bersama. Filosofi "Daun Pisang dan Bidikan Panah yang Tepat" telah ditemui jawaban dan makna yang dalam. Dia bukan sekedar kata, tapi dialah nyawa setiap yang di dalam. Makassar, April 2017 By: Djik22

TOGAKU TAK IBU SAKSIKAN

Perjuanganmu ibu Mengantarkanku meraih mimpi Mataku lembab berhari-hari Setiap saat mengingat ibu Harapan ibu Aku tetap kuat Aku tetap melaju Tapi ibu Saat bahagiaku Takku tatap lagi ibu Wajah bersinar hadir dalam mimpiku Kala itu ibu Ibu Toga dan pakian kebahagiaanku Semua untuk ibu Togaku tak ibu saksikan Karena ibu telah tiada Yakinku ibu senyum melihatnya Tetap tersenyum di sisiku ibu Dua puluh tiga November dua ribu tiga belas Dua kali dengan angka tiga Ibu telah berbaring bergegas Makassar Minggu, 1 Oktober 2017 By: Djik22

PERLUKAH JEMBATAN PALMERAH?

Sedikit menggelitik, ketika wacana pembangunan jembatan Palmerah. Wacana ini, hadir di beberapa tahun terakir. Di tahun 2017, tidak kala seksi pendiskusian jembatan Palmerah. Maka muncullah pro dan kontra. Padahal merefleksikan wacana ini sangat penting. Kenapa Wacananya Jembatan Palmerah? Mari kita menganalisa secara seksama. Pertama, jembatan Palmerah adalah sejarah pertama di Indonesia bila terbangun. Karena menyambungkan dua pulau, yaitu Pulau Adonara dan Pulau Flores (Larantuka). Jarak jembatan Palmerah dengan panjang bentangan 800 meter akan dipasang turbin 400 meter. Kedua, persoalan proses pembangunan jembatan Palmerah dibutuhkan dana tidak sedikit. Diperkirakan dana mencapai Rp. 51 triliun. Hal ini, perlu dipikirkan. Karena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT pada tahun 2016 hanya mencapai Rp. 3,8 triliun. Sama halnya pemerintah mengajak kita mengutang dengan investor (swasta). Ketiga, jembatan Palmerah bukan proses meninabobokan masyarakat Flores Timur

ADONARA DALAM PUISI

Petuah kata sejarah Masih temani kaki untuk melangkah Dalam bayang-bayang ibu kuatkan hari Dalam jelmaan ayah pancarkan cahaya hati Hingga tebal awan kota Ingatkan suasan desa Dihimpit berdiri megahnya Ile Boleng Didekatkan Bukit Seburi tanah kampung Karena kitalah gunung yang berdiri Karena kitalah bukit yang menyapa Membawa bisikan bahari Ketika menghadap ke arah pantai Sampai kata dan petuah terus mengikut Wariskan api dari generasi ke generasi Tentang pentingnya menjaga kata Tentang indahnya memakai tenun ikat Maka... Tak kulupakan petuah indah dan keramat Tak kuingkari segala kata-kata bernyawa Di atas alam ditaburi darah dan air mata Karena air mata Bukan hanya tentang tangisan Bukan hanya tentang derita tanpa rasa Namun air mata darah tanda perjuangan Maka... Untuk mengingatmu yang di gunung Untuk mengenangmu yang di pantai Aku mengisi kata-kata lewat puisi Karena darah dan bisikan kata terus diasa Biar perang telah terganti buka dan pena

ANTARA (576)

Sering ada perbandingan pada kata 'antara' ketika diapit oleh kalimat. Antara kau dan aku ternyata banyak perbedaan, antara kau dan dia memiliki banyak kesamaan. Antara pacar dan mantan adalah orang yang pernah berlabu dan sementara bertahan. Baik terkandas di tengah jalan, mau pun mampu melewati batas getir yang melampau kesabaran. Namun, pada kata 'antara' seolah jadi misteri yang tersembunyi. Serupa kolom kosong yang disembunyikan dengan untain doa. Lalu, dipercaya menjadi sebuah legenda atau mitos. Bagaimana sesuatu yang dipercaya tapi tak pernah diinderai? Apakah setan yang berpenampilan putih pada malam Jumat hanya menakut-nakuti? Kemudian muncul pertanyaan, siapa yang menjahit pakian putih yang dipakai setan? Ulasan ini, aku dapati saat duduk di bangku SD. Sang guru selalu menakut-nakuti pada setiap siswa. Bahwa malam Jumat selalu ada tanda ketika melewati tempat-tempat gelap. Saat itu, aku dan kawan-kawan sebayaku selalu percaya. Namun, batang hidung p

KARYAMU TETAP MEMIKAT

Foto: Abdul Rahim (Khalifah05) Ketika doa-doa Telah kau panjat Dengan lemah-lembut Pada Tuhan Yang Esa Tak lupa pula Pintamu Pada para pendahulu Dengan merinding bulu-bulu Begitu dalam penghayatan Bersama angin Bersama waktu Bercampur masa lalu Maka... Yakin pun mendalam Tak secuil akan buram Tampak pada kaca belaka Namun ia selalu melekat Selalu mempererat Antara roh dan jasat Hingga karyamu tetap memikat Makassar Jumat, 21 September 2018 By: Djik22

PEMUDA SAHABAT PERUBAHAN (397)

Indonesia adalah negara yang terdiri dari ragam perbedaan. Baik suku, ras agama, budaya, dan corak berpikir. Inilah bagian kekhasan dari bangsa ini. Dengan kekhasan tersebut, maka tak heran bangsa Indonesia dikenal dengan kemajemukan dan menjujung tinggi perbedaan. Sebab perbedaan adalah varian dari semangat menuju persatuan. Belum lagi menerobos batas wilayah yang terdiri dari beberapa provinsi. Perlu kita menelisik lebih jauh lagi tentang bagaimana membangun tatanan bangsa. Supaya mampu keluar dari zona ketertinggalan. Ternyata, ketertinggalan adalah salah satu masalah dari apa yang dirasakan setelah revolusi Indonesia didengungkan. Walau merdeka secara pengakuan sudah memhudata sampai ke telinga anak cucu. Tapi pertanyaan besar yang harus dijawab, Kenapa merdeka secara praktik/ penerapan jauh panggang dari api? Ketika secara penerapan dalam kehidupan berbangsa mulai melenceng dengan dasar negara, maka harus kembali mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang telah diletakan oleh