Sumber foto: Khairahayati M. Barek Tokan
Berdiriku dengan hati
Sambil memandang keadaan di sini
Untuk menanti tibamu
Demi menjawab segala rindu
Maka...
Aku tetap menanti dengan rasa
Aku tetap menunggu dengan sadar
Tanpa mengiyakan yang tak jujur
Datanglah wahai kau yang kutunggu
Tepat di satu titik dan jarak
Kita tak harus mengelak
Bahwa aku tetap menunggumu di sini
Gedung-gedung megah didandani atas nama pembangunan. Biar mata tetap melihat yang indah dari segala tawar warna terpampang di tembok-tembok itu. Jika, tembok itu menawarkan keindahan, maka aku pun ingin terlihat indah oleh matamu. Maka, dengan sadar aku tetap menunggumu di sini. Apakah kau akan datang sesuai dengan janji?
Dengarlah wahai yang kutunggu. Kaki tak akan lelah di berdiriku. Sebab, yang kucinta lebih memikat hati ketimbang segala pembangunan yang penuh omong-kosong dari kemegahan dan kekuasaan. Setidaknya, kita nikmati segala yang ada dengan kejujuran. Dari pada mengagumi kondisi di sekitar kita dengan ragam kata yang penuh kebohongan dan deret bahasa yang penuh janji. Apakah kau masih suka berjanji seperti para penguasa dan mereka yang haus kekuasaan? Apakah dirimu tetap tersenyum melihat penderitaan yang dirasakan oleh orang-orang?
Ketika kau tetap tersenyum melihat penderitaan. Maka, aku mulai ragu dengan segala rindu dan janji. Karena ketakutan akan menjadi penjara hati ini. Semua yang merasa digilas pun kau masih senyum dengan segala kesombongan. Apalah arti hadirku masih dalam penungguan? Semoga saja kau tak gunakan senyum kobohongan untuk memikat hatiku.
Jika, yang kau janjikan adalah kebohongan. Aku tidak akan menyesal sebagai seorang penunggu. Toh aku juga harus turun ke medan yang penuh taburan megah biar kutemukan makna dibalik semua itu. Sayangnya, sedikit perlahan ketemukan segala ketamakan, kerakusan, dan ketidakadilan. Jangan sampai dirimu juga ikut berkompromi dengan segala ketidakadilan. Oh... sialnya diriku yang suka ditipu janji beragam rupa. Sampai, kugadaikan niatku demi menatap wajah dan bola mata indahmu.
Aku masih setia menunggumu di sini. Biar waktu terus pindah dari detik ke menit. Tapi, kau tak kunjung tiba dengan janji yang kita sepakati. Maka, putaran menit menuju jam telah melayang menghukumku. Sekiranya, aku dapat mengambil hikmah 'tak semua janji harus dipercaya. Biar yang bicara adalah orang lama atau baru. Tugas kita sebagai pendengar/ penyimak harus menyaring setiap bahasa' yang dilantunkan dengan semangat berapi-api.
Ternyata, penungguanku sia-sia. Aku dijebak janji mengatasnakan rindu. Aku disuruh hadir di tempat ini hanya memberikan penilaian terhadap gedung-gedung megah berdiri mencakar langit. Inilah sebuah drama ala pengejar kekuasaaan dan jabatan. Untukmu yang aku tunggu, dengarlah balasan kataku 'aku tak mau jadi boneka dan kelinci percobaanmu. Maka, kau sudah masuk dalam daftar hitam penelitianku. Biar kelak akan kuhasilkan sebuah karya yang objektif untuk membongkar segala kebohongan' yang penuh rupa-rupa ini.
Makassar
Rabu, 30 Januari 2019
By: Djik22
Komentar