Mimpi
besar dan kemauan baja adalah keinginan setiap manusia. Baik miskin, kaya, tua,
dan muda. Tetapi selalu saja alasan mendasar adalah ketika mimpi besar harus
dihadang oleh ekonomi yang cukup. Terus bagaimana kalau orang miskin? Terus
bagaimana kalau orang lemah? Tetapi hal ini, kebanyakan dijadikan alasan.
Ketika
manusia dituntut untuk berusaha, maka harus bangga atas hasil keringat
sendiri. Apalagi di dalam kehidupan keluarga saling mendukung. Yang kakak harus
mendukung adiknya; yang tua memberi bantuan kepada yang muda. Tapi kenapa yang
kakak selalu otoriter batasi ruang gerak sang adik? Atau sang kakak takut kalau
isi kantongnya menipis gara-gara menolong?
Ternyata
mimpi besar meraih tangga, harus terhenti. Karena kepelitan adalah watak asli;
kepongahan adalah duri berkuasa hati. Buat apa lagi bicara berlian harta? Buat apa
lagi bicara gaji bulanan? Nah toh…!!!
Kalau hanya digunakan untuk maksiat; dihabiskan dalam dunia malam; dikeluarkan demi
bayar para dalang wanita-wanita bayaran?
Penghalang
mimpi, dengarlah ‘kalau garis waktu ini mengizinkan, maka aku tunjukan padamu. Kalau
kau sang penghalang yang berpura-pura bijak; berpura-purah sholeh’. Sudah saatnya
kata-kata kutukan harus aku layangkan Karena menghalangku mencuri, maka kuiyakan.
Tetapi membatasi diri meraih mimpi, maka kau adalah manusia durhaka.
Dari
tempat yang jauh. Aku selelu berdoa, kalau kelak kau dan aku bertemu; kau akan kujadikan lawan abadiku secara bijak. Tapi aku harus memilih untuk tak lagi pertemuan;
mengakahiri semua yang telah lama kucita-citakan. Bukan pasrah, pembatas dogma terlalu
berlebihan. Kau hadir sebagai dewa, tapi orang-orang tak lagi percaya tentang kekuatan
pada dewa-dewa.
Sudah
berapa kali mimpi besarku kau halangi? Mau seperti apa kau jadikan diriku? Seolah
mata batinmu sudah tertutup; telinga kau tulikan; matamu sengaja kau butakan. Maka
dari tempat ini, aku mulai memutus mata rantai amanahmu. Kau didikku sebagai murid
yang tauladan; adik yang pantang menyerah. Tetapi kau menabur pasir dalam mata terangku;
kau tembakan panah tuamu di seluruh badanku dengan dua belas kali tembakan.
Penghalang
yang berdasi; salamlah para kerabat terbaik Katakan pada mereka ‘kalau aku membenci
sifatmu; aku mengutuk lakumu, maka kaulah senjata yang selama ini dipakai oleh pejabat
yang bertopeng’.
--- ¤ ¤ ¤ ---
Rintangan
tetap berduyun.
Bukan
tak lagi mampu menghadap.
Tetapi
napas ini mendekati maut,
Maka
kuburlah mayat yang telah patah arang.
--- ¤ ¤ ¤ ---
Makassar
Kamis,
15 Februari 2018
By:
Djik22
Komentar