Langsung ke konten utama

Merindukan Sosokmu (101)


Kegilaan masa remaja, membuat kebanggaan tersendiri terus diingat. Suka duka hidup dirasakan bersama saat di sekelilingku diapit para sahabat. Seperti sepasang saudara tapi beda air susu. Padahal antara aku dan mereka, banyak berbagai karakter berbeda. Tapi itulah keberagaman dengan candaan gokil  yang sulit terulang lagi.

Warna putih kesukaanku melambangkan kemurnian hati; kesucian niat. Tapi hidup tak semudah mengembalikan 'telapak tangan'. Putih hanya sebatas simbol memutus harapan berlinang air mata. Tangisan seperti seorang kewae (Perempuan) Adonara yang dipukul pilu tanpa bedil. Mendengar kabar ayah telah meninggal saat aku kelas VI SD. Kenapa derita mengahadangku di teba jalan? Pada siapa aku harus mengadu kalau hanya berteman ibu?

Ayah meninggal di tanah perantaun. Hanya kudengar kabar lewat angin duka; menitihkan air mata tanpa ragu. Sontak teriak tapi tak ayah dengar. Oh...pulau Adonara pijakan pejuang. Kali ini aku lemas dahaga bersama pelukan hangat.

Merelakan kepergian dengan berat hati, itu sama seperti kumenatap budaya tenun (kewatek) di nusaku hanya digunakan untuk  tidur berkusut bau. Budaya harus dilestarikan dengan semangat pantang mundur. Bagaimana hasil jerih payah pendahulu ludes terbawa arus zaman? Kalau generasinya hanya menonton telanjang mata.

Aku ingin, jerih payah bunda jadi kebanggaan. Aku tak mau rahim bundaku terus diperkosa. Takut menjerat bila cucunya tak digendong bersahaja. Biar tak ada penyesalan mendalam, maka harus kuhapus air mata ina (ibu) lewat keringat usaha.

Sekolahku telah putus di tengah jalan. Seperti aku nyasar, harus memilih persimpangan kiri jalan atau kanan jalan. Naas menimpah ketika universitasku lagi berkelahi dengan dua kubu kepemimpinan.

Memang benar kata Tan Malaka "Angka ganjil adalah angka sial." Penyatuan sepuluh bertambah satu melahirkan sebelah, maka itulah kecintaanku pada nomor angka.

Aku jadi gembel jalanan Kota Karang. Gembel yang berpenghasilan jadi karyawan kuliner. Kenapa harus kerja? Bukankah kita bekerja untuk memberi kekayaan kepada orang lain? Mendapatkan gaji sedikit untuk membeli kosmetik?

Iri kumelihat dunia sekarang. Ada yang bahagia bersama keluarga; bergelar pahlawan; berharta hasil rampokan. Tapi aku tertusuk bila menatap mereka yang di sanjung sosok ayah; dibelai rambut karena sudah tumbuh dewasa. Kenapa aku berteman sepi? Kenapa pemandangan sebagai tempat curhatku? Kuharap ibu tak segera menyusul.

Cerita ini kucurahkan lewat sosok misterius. Membakar rahasia yang kusembunyikan; memancing tangan berbalas nyeri dengan api pertanyaan. Kucukupkan kisah pada angka nomor empat. Ketika siap, maka lebih bijak dan tenang berceloteh memberi kesan.

Pesanku "Lestarikan tenun budaya bermotif. Tunjukan pada dunia, bahwa harga diri bukan hanya pada anggota tubuh. Tapi menjaga budaya sebagai generasi muda adalah amanah. Mari bergandeng tangan teriakan lestari alamku; lestari budayaku" Aku yang yatim saja masih bersemangat baja. Bagaimana geram dan lantangmu wahai pemuda yang sempurna keluarga? Jangan diam putus asa, jadilah hidup ini terus berarti. Seperti aku berusaha sisihkan keringatku demi keinginan ibu.

... ¤ ¤ ¤ ...
Bila kematian tak dapat ditawar-tawar,
maka manfaatkan segala tenaga selama masih hidup kuat.
Jangan sampai musibah lebih kejam datang menyerang.
... ¤ ¤ ¤ ...

Makassar
Rabu, 21 Februari 2018
By: Djik22

Komentar

Populer

FILOSOFI DAUN PISANG

Harapan dan mimpi dari setiap kepala tidak semua terpenuhi dengan usaha dan praktik. Tapi masih membutuhkan untuk saling dekat dan merespon segala polomik. Di masa yang akhir ini, perutmu telah melahirkan bayi yang masih merangkak dipaksa berjalan di kerikil jalan persimpangan. Dari rawat dan buaian, telah membuka mata batin, mengevaluasi adalah jalan yang tepat. Karena kurangnya menilai dari setiap sisi. Sehingga lahir dua persimpangan kiri kanan jalan. Mata telah terang, langkah sudah tepat, bersama sudah terpupuk, kesadaran mulai bangkit. Berdiri dan bergerak. Saatnya cahaya jadi penerang. Titipan amanah 20 21 11 14 jadi bahan belajar bersama. Filosofi "Daun Pisang dan Bidikan Panah yang Tepat" telah ditemui jawaban dan makna yang dalam. Dia bukan sekedar kata, tapi dialah nyawa setiap yang di dalam. Makassar, April 2017 By: Djik22

TOGAKU TAK IBU SAKSIKAN

Perjuanganmu ibu Mengantarkanku meraih mimpi Mataku lembab berhari-hari Setiap saat mengingat ibu Harapan ibu Aku tetap kuat Aku tetap melaju Tapi ibu Saat bahagiaku Takku tatap lagi ibu Wajah bersinar hadir dalam mimpiku Kala itu ibu Ibu Toga dan pakian kebahagiaanku Semua untuk ibu Togaku tak ibu saksikan Karena ibu telah tiada Yakinku ibu senyum melihatnya Tetap tersenyum di sisiku ibu Dua puluh tiga November dua ribu tiga belas Dua kali dengan angka tiga Ibu telah berbaring bergegas Makassar Minggu, 1 Oktober 2017 By: Djik22

PERLUKAH JEMBATAN PALMERAH?

Sedikit menggelitik, ketika wacana pembangunan jembatan Palmerah. Wacana ini, hadir di beberapa tahun terakir. Di tahun 2017, tidak kala seksi pendiskusian jembatan Palmerah. Maka muncullah pro dan kontra. Padahal merefleksikan wacana ini sangat penting. Kenapa Wacananya Jembatan Palmerah? Mari kita menganalisa secara seksama. Pertama, jembatan Palmerah adalah sejarah pertama di Indonesia bila terbangun. Karena menyambungkan dua pulau, yaitu Pulau Adonara dan Pulau Flores (Larantuka). Jarak jembatan Palmerah dengan panjang bentangan 800 meter akan dipasang turbin 400 meter. Kedua, persoalan proses pembangunan jembatan Palmerah dibutuhkan dana tidak sedikit. Diperkirakan dana mencapai Rp. 51 triliun. Hal ini, perlu dipikirkan. Karena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT pada tahun 2016 hanya mencapai Rp. 3,8 triliun. Sama halnya pemerintah mengajak kita mengutang dengan investor (swasta). Ketiga, jembatan Palmerah bukan proses meninabobokan masyarakat Flores Timur

ADONARA DALAM PUISI

Petuah kata sejarah Masih temani kaki untuk melangkah Dalam bayang-bayang ibu kuatkan hari Dalam jelmaan ayah pancarkan cahaya hati Hingga tebal awan kota Ingatkan suasan desa Dihimpit berdiri megahnya Ile Boleng Didekatkan Bukit Seburi tanah kampung Karena kitalah gunung yang berdiri Karena kitalah bukit yang menyapa Membawa bisikan bahari Ketika menghadap ke arah pantai Sampai kata dan petuah terus mengikut Wariskan api dari generasi ke generasi Tentang pentingnya menjaga kata Tentang indahnya memakai tenun ikat Maka... Tak kulupakan petuah indah dan keramat Tak kuingkari segala kata-kata bernyawa Di atas alam ditaburi darah dan air mata Karena air mata Bukan hanya tentang tangisan Bukan hanya tentang derita tanpa rasa Namun air mata darah tanda perjuangan Maka... Untuk mengingatmu yang di gunung Untuk mengenangmu yang di pantai Aku mengisi kata-kata lewat puisi Karena darah dan bisikan kata terus diasa Biar perang telah terganti buka dan pena

ANTARA (576)

Sering ada perbandingan pada kata 'antara' ketika diapit oleh kalimat. Antara kau dan aku ternyata banyak perbedaan, antara kau dan dia memiliki banyak kesamaan. Antara pacar dan mantan adalah orang yang pernah berlabu dan sementara bertahan. Baik terkandas di tengah jalan, mau pun mampu melewati batas getir yang melampau kesabaran. Namun, pada kata 'antara' seolah jadi misteri yang tersembunyi. Serupa kolom kosong yang disembunyikan dengan untain doa. Lalu, dipercaya menjadi sebuah legenda atau mitos. Bagaimana sesuatu yang dipercaya tapi tak pernah diinderai? Apakah setan yang berpenampilan putih pada malam Jumat hanya menakut-nakuti? Kemudian muncul pertanyaan, siapa yang menjahit pakian putih yang dipakai setan? Ulasan ini, aku dapati saat duduk di bangku SD. Sang guru selalu menakut-nakuti pada setiap siswa. Bahwa malam Jumat selalu ada tanda ketika melewati tempat-tempat gelap. Saat itu, aku dan kawan-kawan sebayaku selalu percaya. Namun, batang hidung p

KARYAMU TETAP MEMIKAT

Foto: Abdul Rahim (Khalifah05) Ketika doa-doa Telah kau panjat Dengan lemah-lembut Pada Tuhan Yang Esa Tak lupa pula Pintamu Pada para pendahulu Dengan merinding bulu-bulu Begitu dalam penghayatan Bersama angin Bersama waktu Bercampur masa lalu Maka... Yakin pun mendalam Tak secuil akan buram Tampak pada kaca belaka Namun ia selalu melekat Selalu mempererat Antara roh dan jasat Hingga karyamu tetap memikat Makassar Jumat, 21 September 2018 By: Djik22

PEMUDA SAHABAT PERUBAHAN (397)

Indonesia adalah negara yang terdiri dari ragam perbedaan. Baik suku, ras agama, budaya, dan corak berpikir. Inilah bagian kekhasan dari bangsa ini. Dengan kekhasan tersebut, maka tak heran bangsa Indonesia dikenal dengan kemajemukan dan menjujung tinggi perbedaan. Sebab perbedaan adalah varian dari semangat menuju persatuan. Belum lagi menerobos batas wilayah yang terdiri dari beberapa provinsi. Perlu kita menelisik lebih jauh lagi tentang bagaimana membangun tatanan bangsa. Supaya mampu keluar dari zona ketertinggalan. Ternyata, ketertinggalan adalah salah satu masalah dari apa yang dirasakan setelah revolusi Indonesia didengungkan. Walau merdeka secara pengakuan sudah memhudata sampai ke telinga anak cucu. Tapi pertanyaan besar yang harus dijawab, Kenapa merdeka secara praktik/ penerapan jauh panggang dari api? Ketika secara penerapan dalam kehidupan berbangsa mulai melenceng dengan dasar negara, maka harus kembali mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang telah diletakan oleh