Langsung ke konten utama

Siapa yang Kejam (103)


Kehidupan manusia seperti perputaran roda. Manusia tidak bisa hidup secara terpisah. Karena manusia adalah makhluk sosial. Maka saling mendukung dan membutuhkan (ketergantungan). Sebagai makluk yang berakal budi, seharusnya beragam pesoalan mampu diretas dengan 'kepala dingin'. Jangan mengambil keputusan berdasarkan libido keegoisan.

Bertambahnya usia, cara berpikirmu semakin menurun. Padahal, tumpukan bukumu tersusun rapi di balik kamar tidur. Hari-hari kau memegang pena sambil mencoret garis-garis buku yang kosong. Tapi kenapa bacaanmu tidak kau tuangkan dalam bentuk sikap dan bertutur? Kenapa kau semakin sombong ketika kuliahmu semakin meningkat? Aku kehabisan cara berpikir untuk menenangkan lajunya arus amarahmu.

Bukankah dulu saat bulan puasa kau kabari aku menjaga kesetian? Kenapa kau meningalkanku memilih pelabuhan yang lebih besar? Dan ingatkah tangisanmu meminta sandar di pundakku lagi? Sambil kau kirim foto linangan air matamu menerobos pipi kiri kananmu.

Kalau niatanmu ingin mencari kapal dan nakhoda yang lebih ulung, maka kau tak harus menamparku dengan sikap telanjang amarahmu. Aku kira sisa kesempatan ini menyatukan hubungan kepalsuan. Bukan aku mau mengemis, bukan aku menete; bukan aku meminta balikan.

Siapa yang kejam antara kita? Aku diganggu dalam mimpi mengingatmu; aku dihujat dari jarak jauh lantaran tuduhan keluargamu. Jangan kau samakan 'buah yang jatuh tak jauh dari pohon' untuk menilaiku. Seharusnya aku yang berbalik tanya "Kenapa kau setega itu? Kenapa kau memilih abu-abu seperti warna kesukaanmu? Maka hasil yang aku terima adalah kata-kata bermakna ganda.

Kata-katamu singkat mengikat. Tapi tetap menusuk pada luka hatiku. Bagaimana tidak? Aku menegirim ribuan kata hanya kau jawab dengan empat lima deretan kalimat. Dari sisi pilihan kata, maka kau lebih dari orang-orang kikir yang pernah kujumpai di republik ini.

Hadirku adalah menambah inspirasi; menjalin hubungan baik sebagai kakak dan adik. Tapi kau malah memilih pada kecantikan terpampang murah. Kecantikan tak akan bertahan lama, biar kau rawat dengan kosmetik yang harganya mahal melampaui batas mampu orang miskin.

Lebih baik, menyandang status sederhana pemikat ribuan orang. Dari pada berpijak pada tatanan hawa napsu kotori tubuh molekmu. Saatnya, kau dan aku harus terbuka. Kalau pun memang kau kunci dengan deretan gembok raksasa, maka dengan mudah aku buka. Caranya adalah mendoakanmu jadi orang bebas tak kerdil pemikiran.

Kau memilih berdiri di Kota Pelajar kraton alam raya. Aku memilih berteduh di bawah alam para Karaeng. Maka sudah saatnya kebohongan yang selama ini kau tutupi, mampu terkuak dengan kesabaran hati.

Kau tak bisa menilai kata-kataku hanya lewat tulisan dengan tanda tanya, lalu kau beri penilaian "aku tidak kejam". Enteng betul gaya retorika sensasi bertabur racun. Menambah keheningan malamku tak berhenti.

Pada pandangan budaya, kau kuhargai sebagai garis darah. Tapi pada kaca mata perspektik ilmu, kau adalah murid yang harus banyak lagi belajar. Seperti kau katakan padaku "Akan memegang megafon didampingin ratusan ribu massa". Tapi sudahkah kau penunuhi janjimu? Sudahkah hari-harimu kau habisi untuk membaca, menulis, diskusi, dan silahturahmi? Atau jangan-jangan kau habisi waktumu mecari pemandangan menambah sederet galeri foto di anroidmu.

... ¤ ¤ ¤ ...
Sebelum berucap janji,
Pikirkan dahulu matang-matang.
Biar tak ada kekecewaan yang 
mendarah daging.
... ¤ ¤ ¤ ...

Makassar
Rabu, 21 Februari 2018
By: Djik22

Komentar

Populer

FILOSOFI DAUN PISANG

Harapan dan mimpi dari setiap kepala tidak semua terpenuhi dengan usaha dan praktik. Tapi masih membutuhkan untuk saling dekat dan merespon segala polomik. Di masa yang akhir ini, perutmu telah melahirkan bayi yang masih merangkak dipaksa berjalan di kerikil jalan persimpangan. Dari rawat dan buaian, telah membuka mata batin, mengevaluasi adalah jalan yang tepat. Karena kurangnya menilai dari setiap sisi. Sehingga lahir dua persimpangan kiri kanan jalan. Mata telah terang, langkah sudah tepat, bersama sudah terpupuk, kesadaran mulai bangkit. Berdiri dan bergerak. Saatnya cahaya jadi penerang. Titipan amanah 20 21 11 14 jadi bahan belajar bersama. Filosofi "Daun Pisang dan Bidikan Panah yang Tepat" telah ditemui jawaban dan makna yang dalam. Dia bukan sekedar kata, tapi dialah nyawa setiap yang di dalam. Makassar, April 2017 By: Djik22

TOGAKU TAK IBU SAKSIKAN

Perjuanganmu ibu Mengantarkanku meraih mimpi Mataku lembab berhari-hari Setiap saat mengingat ibu Harapan ibu Aku tetap kuat Aku tetap melaju Tapi ibu Saat bahagiaku Takku tatap lagi ibu Wajah bersinar hadir dalam mimpiku Kala itu ibu Ibu Toga dan pakian kebahagiaanku Semua untuk ibu Togaku tak ibu saksikan Karena ibu telah tiada Yakinku ibu senyum melihatnya Tetap tersenyum di sisiku ibu Dua puluh tiga November dua ribu tiga belas Dua kali dengan angka tiga Ibu telah berbaring bergegas Makassar Minggu, 1 Oktober 2017 By: Djik22

PERLUKAH JEMBATAN PALMERAH?

Sedikit menggelitik, ketika wacana pembangunan jembatan Palmerah. Wacana ini, hadir di beberapa tahun terakir. Di tahun 2017, tidak kala seksi pendiskusian jembatan Palmerah. Maka muncullah pro dan kontra. Padahal merefleksikan wacana ini sangat penting. Kenapa Wacananya Jembatan Palmerah? Mari kita menganalisa secara seksama. Pertama, jembatan Palmerah adalah sejarah pertama di Indonesia bila terbangun. Karena menyambungkan dua pulau, yaitu Pulau Adonara dan Pulau Flores (Larantuka). Jarak jembatan Palmerah dengan panjang bentangan 800 meter akan dipasang turbin 400 meter. Kedua, persoalan proses pembangunan jembatan Palmerah dibutuhkan dana tidak sedikit. Diperkirakan dana mencapai Rp. 51 triliun. Hal ini, perlu dipikirkan. Karena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT pada tahun 2016 hanya mencapai Rp. 3,8 triliun. Sama halnya pemerintah mengajak kita mengutang dengan investor (swasta). Ketiga, jembatan Palmerah bukan proses meninabobokan masyarakat Flores Timur

ADONARA DALAM PUISI

Petuah kata sejarah Masih temani kaki untuk melangkah Dalam bayang-bayang ibu kuatkan hari Dalam jelmaan ayah pancarkan cahaya hati Hingga tebal awan kota Ingatkan suasan desa Dihimpit berdiri megahnya Ile Boleng Didekatkan Bukit Seburi tanah kampung Karena kitalah gunung yang berdiri Karena kitalah bukit yang menyapa Membawa bisikan bahari Ketika menghadap ke arah pantai Sampai kata dan petuah terus mengikut Wariskan api dari generasi ke generasi Tentang pentingnya menjaga kata Tentang indahnya memakai tenun ikat Maka... Tak kulupakan petuah indah dan keramat Tak kuingkari segala kata-kata bernyawa Di atas alam ditaburi darah dan air mata Karena air mata Bukan hanya tentang tangisan Bukan hanya tentang derita tanpa rasa Namun air mata darah tanda perjuangan Maka... Untuk mengingatmu yang di gunung Untuk mengenangmu yang di pantai Aku mengisi kata-kata lewat puisi Karena darah dan bisikan kata terus diasa Biar perang telah terganti buka dan pena

ANTARA (576)

Sering ada perbandingan pada kata 'antara' ketika diapit oleh kalimat. Antara kau dan aku ternyata banyak perbedaan, antara kau dan dia memiliki banyak kesamaan. Antara pacar dan mantan adalah orang yang pernah berlabu dan sementara bertahan. Baik terkandas di tengah jalan, mau pun mampu melewati batas getir yang melampau kesabaran. Namun, pada kata 'antara' seolah jadi misteri yang tersembunyi. Serupa kolom kosong yang disembunyikan dengan untain doa. Lalu, dipercaya menjadi sebuah legenda atau mitos. Bagaimana sesuatu yang dipercaya tapi tak pernah diinderai? Apakah setan yang berpenampilan putih pada malam Jumat hanya menakut-nakuti? Kemudian muncul pertanyaan, siapa yang menjahit pakian putih yang dipakai setan? Ulasan ini, aku dapati saat duduk di bangku SD. Sang guru selalu menakut-nakuti pada setiap siswa. Bahwa malam Jumat selalu ada tanda ketika melewati tempat-tempat gelap. Saat itu, aku dan kawan-kawan sebayaku selalu percaya. Namun, batang hidung p

KARYAMU TETAP MEMIKAT

Foto: Abdul Rahim (Khalifah05) Ketika doa-doa Telah kau panjat Dengan lemah-lembut Pada Tuhan Yang Esa Tak lupa pula Pintamu Pada para pendahulu Dengan merinding bulu-bulu Begitu dalam penghayatan Bersama angin Bersama waktu Bercampur masa lalu Maka... Yakin pun mendalam Tak secuil akan buram Tampak pada kaca belaka Namun ia selalu melekat Selalu mempererat Antara roh dan jasat Hingga karyamu tetap memikat Makassar Jumat, 21 September 2018 By: Djik22

PEMUDA SAHABAT PERUBAHAN (397)

Indonesia adalah negara yang terdiri dari ragam perbedaan. Baik suku, ras agama, budaya, dan corak berpikir. Inilah bagian kekhasan dari bangsa ini. Dengan kekhasan tersebut, maka tak heran bangsa Indonesia dikenal dengan kemajemukan dan menjujung tinggi perbedaan. Sebab perbedaan adalah varian dari semangat menuju persatuan. Belum lagi menerobos batas wilayah yang terdiri dari beberapa provinsi. Perlu kita menelisik lebih jauh lagi tentang bagaimana membangun tatanan bangsa. Supaya mampu keluar dari zona ketertinggalan. Ternyata, ketertinggalan adalah salah satu masalah dari apa yang dirasakan setelah revolusi Indonesia didengungkan. Walau merdeka secara pengakuan sudah memhudata sampai ke telinga anak cucu. Tapi pertanyaan besar yang harus dijawab, Kenapa merdeka secara praktik/ penerapan jauh panggang dari api? Ketika secara penerapan dalam kehidupan berbangsa mulai melenceng dengan dasar negara, maka harus kembali mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang telah diletakan oleh