Rahim bunda telah melelahkan dalam buaian. Dalam keadaan
penuh kekurangan; dalam kondisi sederhana di ujung Timur Matahari Terbit. Di sana
gersang, ketika kemarau tiba; panas menyengat rontokan rambut putih, hitamkan kulit
membakar. Panasnya matahari sama dengan jiwa berkobar membentuk pola pikir.
Sekeliling rumah ditanami bunga-bunga elok menghibur
mata. Belum lagi, serambi rumah yang atapnya bocor tertembus cahaya terik fajar
pagi datang menyingsing. Seolah penampakan malaikat sedang tersenyum menaburi rezeki.
Tapi tak ada yang pasrah dengan keadaan. Sebab hidup adalah perjuangan; kesenangan
adalah cipta manusia. Maka bertahan menjalani adalah jalan yang tepat.
Perjuangan anak petani; amanah jadi cita-cita dibalik
langkah mencari seberkah pengetahuan. Anak petani bermimpi kelak akan merubah pendidikan
dari akar rumput menuju pendidikan formal. Karena hari ini, pendidikan hanya mengeluarkan
dana besar untuk biaya jelmaan sekolah. Pembelajaran bukan hanya di dapat di sekolah
formal, tetapi pembelajaran banyak didapat di lahan pertanian milik orang.
Sebagai anak petani, maka kehidupan hari-hari tak seperti
kebanyakan orang yang berlian harta. Seorang anak petani harus berjuang dengan gigih;
berjuang tanpa pujian; berjuang dengan kucuran keringat tiada henti.
--- ¤ ¤ ¤ ---
Ayah sekarang ditumbuhi uban-uban; ia dulu dipercayai
menakhodai sebuah desa lahir bunda. Tapi sekarang, semua telah pergi; semua penuh
kebohongan dari lawan politik untuk menggulingkan sosok periang anak tunggal. Karena
ayah adalah pendatang yang bermukim, maka dilarang lebih cerdas dan mengabdi untuk
masyarakat luas.
Bunda yang dulu jelita, sekarang keriput wajah bercahaya
lelah. Hari-harinya dihabiskan menjual hasil tani di pasar-pasar lokal. Tapi sampai
sejauh ini, bunda tak sedikitpun merasa gelisah. Bunda hanya ingin; kalau kelak
nasib anak-anaknya tak sama dengan dirinya.
--- ¤ ¤ ¤ ---
Bila semua dijbarkan untuk kekurangan, maka laut tuak
manis Pulau Pembunuh tak akan kering; jika mengingat penyerangan pembunuhan bertubi-tubi
ke ayah, maka gunung dan bukit tak mampu mengalahkan serangan.
Ketika anak petani sebagai generasi pelanjut, maka ‘pantang
pulang sebelum sukses; sebelum berbuat banyak demi kemuliaan’. Karena didikan petani
adalah menjaga, merawat, membesarkan, dan memberi kehidupan. Seperti merawat tanaman
di ladang yang dibesarkan dengan keringat. Itulah patahan kepercayaan yang menemani
hidup tiap malam-malam; bersenyum menyapa tiap datangnya siang.
Anak petani yang malang; resiko cobaan hidup tak akan
habis. Bila tak mampu menebus amanah para leluhur, maka kembalilah ingat setiap
dalam doa dan hembusan napas. Amanah yang dibisikan tak kala meninggalkan kampung
halaman. Teruslah berjalan di atas semboyan yang telah lama terwaris. Berjuanglah
dengan hati; mengabdilah selama masa muda. Jangan pernah bosan atas perbuatan baik;
tapi jadilah kehausan untuk membuat orang-orang terseyum.
--- ¤ ¤ ¤ ---
Bila anak petani yang sederhana,
maka muliahlah bersikap.
Banggalah pada moral budi pekerti
--- ¤ ¤ ¤ ---
Makassar
Minggu, 11 Februari 2018
By: Djik22
Komentar