Pengantar imajinasi berjalan di atas kekaguman. Jalan macet menahan mobil, ingin aku ikut menikmati kemacetan rupa. Biar menjadi pemain yang adil di antara kaca spion kiri dan kanan. Pada putaran roda, pada baja berlapis menempel bak penguat, pada bagian yang tak tersentuh tangan. Baru aku hentikan kendaraan di tengah jalan, sambil memasang gambar-gambar kutukan. Berupa karikatur yang di desain seorang seniman. Melukisnya dengan bahasa hati, menulis dengan kerinduan, memasang dengan keberanian.
Aku sadar, kalau seniman yang menghasilkan ribuan karya harus dicari tahu. Kenapa tiba-tiba datang? Kenapa malu-malu mengaku? Semua dengan tanda tanya. Seperti menyapa lewat chatt, Apa kabar? Hilang kabar ooo...? Padahal kau dan aku sama-sama merasakan getaran. Aku tak tahu, kenapa ada yang tak bisa dijelaskan dengan logika.
Bila dianalisis, maka kau seperti pengagum rahasia. Kau jelmakan diri lewat status, kau hadir lewat godaan mencari tahu, kau hadir lewat halusinasi. Mencari kecocokan antara pundak-pundak yang perlu jadi sandaran. Aku dalam posisi lemah, karena aku adalah perempuan yang diikat oleh sebuah hubungan batin.
Beberapa pertanyaan membuat aku kikuk memberi jawaban. Sebab, kau giring aku masuk dalam lubang harimau yang siap memangsa. Memakan dengan sedikit rakus, tapi tak akan makan anak kandungnya. Apalagi saat-saat genting, aku memilih untuk bertahan.
Andai aku berada di posisi netral, maka seranganmu tentang 'Kangen cerita atau orangnya? Kenapa kau dan aku takut saling sapa?' Dengan jujur aku katakan "Karena kenyamanan adalah kedekatan, karena keindahan adalah tali-temali bersimpul rasa, penguat adalah ketika kau dan aku menyatakan satu tekad satu tujuan. Biarlah hanya Tuhan dan aku yang tahu".
Aku anak darah, kau adalah senjata berlian pemberi nasihat. Ada kecocokan antara kau dan aku, yaitu sama-sama menyukai angka ganjil, mencintai warisan budaya, sederhana tanpa pura-pura. Terus siapa yang jadi agen rahasia? Biar bertambah para punggawa berani dan mampu menyelesaikan persoalan kecil serta besar.
Aku ingin menaiki tangga secara bertahap. Tujuannya adalah tangga nomor dua puluh dua. Penggabungan yang berkolaborasi setiap angka. Seperti sepasamg sandal jepit: aku memakai di sebelah kiri, kau memakai sandal sebelah kanan. Kelihatannya seperti orang gila. Tapi orang gila hanya dalam bentuk sapaan. Jangan-jangan yang menilai orang gila adalah orang tak waras.
--- ¤ ¤ ¤ ---
Mengupas tuntas menuju tangga.
Maka bertahan jangan malas.
Biarlah jadi gila karena jujur.
--- ¤ ¤ ¤ ---
Makassar
Senin, 5 Februari 2018
By: Djik22
Komentar