Langsung ke konten utama

AKU YANG KESEKIAN (69)


Di dalam keluarga sederhana aku telah dianggap anak durhaka, anak yang tak bisa diatur. Semua keburukan sebagai titel sapaan di kalangan kawan sebayaku. Apalagi, di jalanan, aku seperti cacing kepanasan bila terkena abu dapur. Tetapi jalan hidup tetap kunikmati, tetap kusyukuri, tetap menjadi mujizat yang jatuh dari negeri seberang. Negeri yang sampai sekarang masih mencari dimana kepastian tempatnya. Karena aku temukan negeri subur itu, di dalam alam mimpi malamku.

Tak lagi mendengar kata-kata bermakna ganda (ambigu). Sebab seburuk-buruknya tingkah-laku, aku masih tetap memegang komitmen, memegang slogan kebajikan. Karena setiap kalimat yang keluar dari mulut manis manusia, pasti memiliki maksud yang berselubung. Seperti memberi hadiah (sedakah) dengan tangan kanan, berharap tangan kiri menerima balas puja-puji meninggi.

Apakah aku lebih buruk? Kenapa aku disalahkan? Benarkah penilaian tanpa bukti dapat dikatakan sebuah kebenaran? Ah...itu sama saja menuntun roh orang hidup yang merasuki anak kandungnya di perkampungan kumuh. Yang harus dikeluarkan roh jahat dengan sesajen dan bacaan mantra yang melebih-lebihkan.

Aku adalah perempun suci, yang belum dikotori kemolekan tubuhku, belum pernah dijamah oleh lelaki. Walaupun pasangan hidupku. Karena aku membuat diriku setara dengan butir telur; sekali pecah, maka tidak lagi dibuat utuh kembali. Lonjongnya telur sama mirip dengan paras cantikku.

Untuk kesekian kalinya, aku digoda, aku dirayu gombal kata bermutiara, kata bertujuan melampiaskan napsu demi mencicipi daging murniku.

Menjalin hubungan, aku terus dikhianati, terus dicaci-maki dengan kata-kata yang tak wajar. Kalau aku mengutuk, maka bisa saja jadi patung yang kaku berdiri. Tetapi aku tak seburuk itu, yang menyimpan dendam berlarut-larut. Aku ingin lapang dada dan berbudi luhur menjalani sisa masa remajaku.

Orang tuaku tak lagi mengangap aku adalah bagian dari keluarga mereka. Karena aku pernah melakukan kesalahan memilukan; kesalahan mencoreng nama baik keluarga. Yaitu aku mengonsumsi obat-obatan terlarang (narkoba). Tetapi mereka (keluarga) tidak pernah bertanya "Kenapa aku mengonsumsi obat-obat terlarang? Kenapa aku senekat itu?".

Sekarang aku mulai sadar, kalau di mata manusia, budaya, adat, dan agama maka aku salah besar. Tetapi janjiku dalam-dalam penuh ikhlas. Bahwa tak lagi mengulangi kesalahan yang sama. Aku percaya Tuhan mendengar keluhku, Tuhan mengampuni segala dosaku bila aku bertaubat seutuhnya.

Memasuki usia 25 tahun. Aku merawat tubuh tetap cantik, tetap alami. Biar kelak kutemukan pasangan hidup yang menerima diriku dengan ikhlas. Membawaku dalam buku, menepel tanda tangan di lembar tulisan basah, mendampingiku di atas podium pengantin. Sambil mencium keningku yang disaksikan oleh ribuan mata para undangan. Maka akan kujaga rambut hitam ini, tak sedikit kubiarkan jatuh dipelukan lelaki lain.

--- ¤ ¤ ¤ ---
Untuk yang tak lagi terhitung.
Dengarlah seksama.
Nilailah perbuatan dengan sewajarnya.
--- ¤ ¤ ¤ ---

Makassar
Kamis, 8 Februari 2018
By: Djik22

Komentar

Populer

FILOSOFI DAUN PISANG

Harapan dan mimpi dari setiap kepala tidak semua terpenuhi dengan usaha dan praktik. Tapi masih membutuhkan untuk saling dekat dan merespon segala polomik. Di masa yang akhir ini, perutmu telah melahirkan bayi yang masih merangkak dipaksa berjalan di kerikil jalan persimpangan. Dari rawat dan buaian, telah membuka mata batin, mengevaluasi adalah jalan yang tepat. Karena kurangnya menilai dari setiap sisi. Sehingga lahir dua persimpangan kiri kanan jalan. Mata telah terang, langkah sudah tepat, bersama sudah terpupuk, kesadaran mulai bangkit. Berdiri dan bergerak. Saatnya cahaya jadi penerang. Titipan amanah 20 21 11 14 jadi bahan belajar bersama. Filosofi "Daun Pisang dan Bidikan Panah yang Tepat" telah ditemui jawaban dan makna yang dalam. Dia bukan sekedar kata, tapi dialah nyawa setiap yang di dalam. Makassar, April 2017 By: Djik22

TOGAKU TAK IBU SAKSIKAN

Perjuanganmu ibu Mengantarkanku meraih mimpi Mataku lembab berhari-hari Setiap saat mengingat ibu Harapan ibu Aku tetap kuat Aku tetap melaju Tapi ibu Saat bahagiaku Takku tatap lagi ibu Wajah bersinar hadir dalam mimpiku Kala itu ibu Ibu Toga dan pakian kebahagiaanku Semua untuk ibu Togaku tak ibu saksikan Karena ibu telah tiada Yakinku ibu senyum melihatnya Tetap tersenyum di sisiku ibu Dua puluh tiga November dua ribu tiga belas Dua kali dengan angka tiga Ibu telah berbaring bergegas Makassar Minggu, 1 Oktober 2017 By: Djik22

PERLUKAH JEMBATAN PALMERAH?

Sedikit menggelitik, ketika wacana pembangunan jembatan Palmerah. Wacana ini, hadir di beberapa tahun terakir. Di tahun 2017, tidak kala seksi pendiskusian jembatan Palmerah. Maka muncullah pro dan kontra. Padahal merefleksikan wacana ini sangat penting. Kenapa Wacananya Jembatan Palmerah? Mari kita menganalisa secara seksama. Pertama, jembatan Palmerah adalah sejarah pertama di Indonesia bila terbangun. Karena menyambungkan dua pulau, yaitu Pulau Adonara dan Pulau Flores (Larantuka). Jarak jembatan Palmerah dengan panjang bentangan 800 meter akan dipasang turbin 400 meter. Kedua, persoalan proses pembangunan jembatan Palmerah dibutuhkan dana tidak sedikit. Diperkirakan dana mencapai Rp. 51 triliun. Hal ini, perlu dipikirkan. Karena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT pada tahun 2016 hanya mencapai Rp. 3,8 triliun. Sama halnya pemerintah mengajak kita mengutang dengan investor (swasta). Ketiga, jembatan Palmerah bukan proses meninabobokan masyarakat Flores Timur

ADONARA DALAM PUISI

Petuah kata sejarah Masih temani kaki untuk melangkah Dalam bayang-bayang ibu kuatkan hari Dalam jelmaan ayah pancarkan cahaya hati Hingga tebal awan kota Ingatkan suasan desa Dihimpit berdiri megahnya Ile Boleng Didekatkan Bukit Seburi tanah kampung Karena kitalah gunung yang berdiri Karena kitalah bukit yang menyapa Membawa bisikan bahari Ketika menghadap ke arah pantai Sampai kata dan petuah terus mengikut Wariskan api dari generasi ke generasi Tentang pentingnya menjaga kata Tentang indahnya memakai tenun ikat Maka... Tak kulupakan petuah indah dan keramat Tak kuingkari segala kata-kata bernyawa Di atas alam ditaburi darah dan air mata Karena air mata Bukan hanya tentang tangisan Bukan hanya tentang derita tanpa rasa Namun air mata darah tanda perjuangan Maka... Untuk mengingatmu yang di gunung Untuk mengenangmu yang di pantai Aku mengisi kata-kata lewat puisi Karena darah dan bisikan kata terus diasa Biar perang telah terganti buka dan pena

ANTARA (576)

Sering ada perbandingan pada kata 'antara' ketika diapit oleh kalimat. Antara kau dan aku ternyata banyak perbedaan, antara kau dan dia memiliki banyak kesamaan. Antara pacar dan mantan adalah orang yang pernah berlabu dan sementara bertahan. Baik terkandas di tengah jalan, mau pun mampu melewati batas getir yang melampau kesabaran. Namun, pada kata 'antara' seolah jadi misteri yang tersembunyi. Serupa kolom kosong yang disembunyikan dengan untain doa. Lalu, dipercaya menjadi sebuah legenda atau mitos. Bagaimana sesuatu yang dipercaya tapi tak pernah diinderai? Apakah setan yang berpenampilan putih pada malam Jumat hanya menakut-nakuti? Kemudian muncul pertanyaan, siapa yang menjahit pakian putih yang dipakai setan? Ulasan ini, aku dapati saat duduk di bangku SD. Sang guru selalu menakut-nakuti pada setiap siswa. Bahwa malam Jumat selalu ada tanda ketika melewati tempat-tempat gelap. Saat itu, aku dan kawan-kawan sebayaku selalu percaya. Namun, batang hidung p

KARYAMU TETAP MEMIKAT

Foto: Abdul Rahim (Khalifah05) Ketika doa-doa Telah kau panjat Dengan lemah-lembut Pada Tuhan Yang Esa Tak lupa pula Pintamu Pada para pendahulu Dengan merinding bulu-bulu Begitu dalam penghayatan Bersama angin Bersama waktu Bercampur masa lalu Maka... Yakin pun mendalam Tak secuil akan buram Tampak pada kaca belaka Namun ia selalu melekat Selalu mempererat Antara roh dan jasat Hingga karyamu tetap memikat Makassar Jumat, 21 September 2018 By: Djik22

PEMUDA SAHABAT PERUBAHAN (397)

Indonesia adalah negara yang terdiri dari ragam perbedaan. Baik suku, ras agama, budaya, dan corak berpikir. Inilah bagian kekhasan dari bangsa ini. Dengan kekhasan tersebut, maka tak heran bangsa Indonesia dikenal dengan kemajemukan dan menjujung tinggi perbedaan. Sebab perbedaan adalah varian dari semangat menuju persatuan. Belum lagi menerobos batas wilayah yang terdiri dari beberapa provinsi. Perlu kita menelisik lebih jauh lagi tentang bagaimana membangun tatanan bangsa. Supaya mampu keluar dari zona ketertinggalan. Ternyata, ketertinggalan adalah salah satu masalah dari apa yang dirasakan setelah revolusi Indonesia didengungkan. Walau merdeka secara pengakuan sudah memhudata sampai ke telinga anak cucu. Tapi pertanyaan besar yang harus dijawab, Kenapa merdeka secara praktik/ penerapan jauh panggang dari api? Ketika secara penerapan dalam kehidupan berbangsa mulai melenceng dengan dasar negara, maka harus kembali mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang telah diletakan oleh