Bukan soal gugatan keluh; bukan tentang menerawang batas-batas
kesabaran. Bagaimana tidak? Kejayaan yang sudah bertahun-tahun telah kutaburi, eh…malah
kau larutkan abu panas ditiup angin. Ini bukan soal penolakan, tapi soal kepercayaan.
Kenapa aku yang selalu dituduh berbuat salah? Padahal sudah
jelas kukatakan berulang kali, ‘kalau pelabuhanku adalah dalam dirimu’ Saat aku
bisikan di telinga kananmu sambil meremas-meras tanganmu di hari Sabtu pagi. Kau
dan aku sudah saling percaya tanpa keraguan. Kenapa harus ada pendatang baru? Dimana
letak prikemanusian berbudaya?
Ketika semua berlumbung kesucian dirampas oleh sosok lain,
maka mengharapmu tapi tangan dan badanmu ditiduri oleh lelaki lain. Bagaimana aku
tidak percaya? Kalau aku pernah melihat film kau dan dia mainkan di dalam kamar
sempitmu.
Ini bentuk kekurangajaran yang sengaja kau lihatkan; sengaja
kau tampakan dalam drama semumu. Kalau memang ada bayangan lain, maka itulah pilihan
bejat menodai dirimu dalam zina. Sayangnya kau masih polos yang harus diajari dengan
kelembutan.
Karena ada pendatang baru, maka sudah berdiri tegak arah
pijakanmu. Bahu kiriku tak lagi berat, karena tak ada lagi yang bersandar sambil
ceritakan tentang alam semsesta ini ada.
... ¤ ¤ ¤ ...
Bila yang datang adalah pilihan,
maka harus merelakan dibawa bayang.
... ¤ ¤ ¤ ...
Makassar
Kamis, 15 Februari 2018
By: Djik22
Komentar