Pergantian sistem lama telah meruntuhkan pemimpin pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) terbanyak di negeri ini. Hidup di bangsa majemuk, ruang-ruang aspirasi banyak dibungkam, dilarang, dan diancam oleh penguasa. Padahal, perubahan perlu terus diperbaharui. Agar kemandirian dan keadilan segera menimpah rakyat.
Ketika suara kritis diganti dengan tunduk dan patuh, maka banyak yang menjadi korban dikteaan. Ingat, sektor lahan-lahan tidak lagi menjadi milik sahnya warga. Dimana mata ditusuk membuta? Kenapa keindahan demokrasi tak merata? Kapan penyatuan gerak menuju yang lemah? Atau sudah banyak yang terima jatah?
Mimpi-mimpi membuat senyum gembira, kini harus berusaha sekeras tenaga. Sebab tulinya telinga sudah melanda para pendobrak, butanya mata telah dididik saat usia belia, apalagi harapan menjalin kemesraan bersama kaum yang tertindas?
Selingkuh indah bersama sejarah adalah kebenaran keikhlasan. Dilandasi pada pergulatan ragam bacaan, diaduh dengan pertanyaan-pertanyaan yang mendewasakan, dipertemukan lewat diskusi dan dialog. Maka selingkuh akan melahirkan anak yang namanya aksi tuntutan terus-menerus. Inilah selingkuh indah zaman. Karena budaya kebaikan terus diasah. Agar bengkoknya hukum dan kebijakan yang membunuh mampu dianalisis dengan pemikiran yang sehat (Objektif). Bukan saling perang menuduh satu sama lain.
Sudah saatnya, selingkuh yang indah. Selingkulah bersama buku, menulis, membaca, silaturahmi, dan aksi. Selingkuh bukan hanya antarsatu warna, tapi selingkuh bersama perbedaan dengan metode dialektik. Biar tidak ada kesesatan yang mendarah daging.
Makassar
Senin, 5 Februari 2018
By: Djik22
Komentar