Mata binar Gifran
mengingat kelakuan semasa hidupnya. Perbuatannya merugikan banyak kawan
karibnya yang sudah dianggap seperti saudara kandung. Atas tindakan dan
perbuatan Gifran yang bicaranya blak-blakan, membuat
kawan-kawanya semakin menjauh. Hubungan akrab yang terjalin semenjak tiga tahun
silam, sekarang jadi renggang dengan jarak terpisah jauh.
Di suatu malam,
Gifran didatangi beberapa kawan-kawannya yang dipimpin oleh Gafur. Gafur
bersama enam orang lainnya menghadang Gifran dengan pertanyaan-pertanyaan
mengancam "Kenapa mulutmu begitu lancang? Kenapa kau merasa dirimu paling
cerdas? Kenapa kau tidak memikirkan kami dipermalukan di depan umum?"
Sambil memegang baju Gafur mendorong tubuh Gifran. Malah Gifran dengan raut
riang dan senyum mengajak Gafur dan kawan-kawannya masuk di dalam kamar
kontrakan.
"Ayo masuk
dulu kawan-kawan; kita bicarakannya di dalam kamar". Namun ada suara
protes dari Dudi "Kami tidak bisa ditenangkan, kami hanya meminta
penjelasan. Karena tidak ada lagi toleransi bila sekali lagi perbuatanmu terulang
kembali".
Suasana jadi
hening. Muncul Arya menenangkan keadaan. "Tidak begini caranya
kawan-kawan; sebenarnya ini salah paham. Sebab Gifran adalah sahabat kita sejak
kecil. Apalagi sekarang, Gifran adalah ketua kita dalam lembaga ini".
Gifran berdaham
dan menenangkan keadaan "Sudahlah kawan-kawan. Bila aku tidak lagi
dianggap sebagai kawan yang baik, maka kawan-kawan menjauhiku, boleh memukulku,
dan boleh membunuhku. Tetapi ingat kawan-kawan, mimpi kita besar, mimpi kita
mau merubah bangsa dan negara, merubah kesengsaraan menjadi
kesejahteraan".
Lanjut Gifran
"Bagaimana kita bicara sebagai saudara seperjuangan; bicara tentang
kolektif? Kalau masalah sekecil ini tidak mampu kita selesaikan? Apakah aku
tetap dianggap lawan seumur hidup?" Ucap Gifran ketika ajakannya tak
didengar oleh kawan-kawannya.
- - - ¤ ¤ ¤ - - -
Gafur
yang tadi dengan nada tinggi dan emosi yang tidak terkendali, sekarang merasa
diri bersalah. Karena biar seburuk-buruknya Gifran, dia tetap kawan
seperjuangan. Niat Gafur dan kawan-kawannya tadi ingin memukul Gifran. Malah
mereka mulai menemukan jalan keluar.
Sekali lagi,
Gifran meminta maaf atas sifatnya "Aku meminta maaf kepada kawan-kawan.
Kalau sifat atau kelakuanku membuat kawan-kawan tersinggung dan menjauhiku.
Karena tidak ada unsur dendam dalam diriku. Aku anggap setiap polemik harus
diselesaikan dengan cara baik-baik". Dengan nada datar, Gifran menundukan
kepala sambil menjabat tangannya Gafur dan kawan-kawannya yang lain. Kemudia
Gifran mengajak kawan-kawan untuk tetap dewasa dalam menyelesaikan setiap
persoalan.
Menurut Gifran "Sebaik-baiknya mimpi tentang merubah bangsa,
negara, dan dunia. Hal pertama yang harus dilakukan adalah memupuk rasa
persaudaraan yang tinggi, kedua: kebersamaan yang militan, dan ketiga: semangat
yang tak pernah surut". Sebab, ketiga kunci tersebut adalah jalan menuju
perubahan besar. Saat itu, beberapa kawan-kawannya menyimak secara seksama.
- - - ¤ ¤ ¤ - - -
Keesokan
paginya, Gifran ditugaskan sebagai perwakilan delegasi anggota untuk menemani
Kiran mengahadiri Pertemuan Akbar di Jakarta. Jarak yang begitu jauh, bila
menggunakan kapal laut. Maka Gifran meminta Rendy untuk memboking tiket pesawat
dengan penerbangan pagi. Kebetulan hari itu, bertepatan dengan hari 'Sumpah
Pemuda'. Maka kondisi di kontrakan (baca sekretariat) lagi ramai membicarakan
tentang pemuda sebagai tongkat estafet bangsa ini.
Tiket yang
diboking telah diserakan Rendy kepada Gifran. Sambil menerima tiket, Gifran
berkata kepada Rendy "Jagalah kebersamaan dan kekompakan kawan-kawan.
Karena untuk beberapa hari, aku dan Kiran akan menghadiri Pertemuan
Akbar". Pertemuan tersebut dihadiri oleh seluruh pemuda dari Sabang sampai
Merauke.
- - - ¤ ¤ ¤ - - -
Di
bandara Sultan Hasanudin, Gifran dan Kiran mengantri di deretan chek-in.
Tetapi, kenapa tiba-tiba pandangan Kiran kepada Gifran begitu mengagumi. Seolah
ada sesuatu yang selama ini disembunyikan oleh Kiran.
Tegur Gifran
"Apa yang kau lihatkan Ran? Apakah ada hal aneh pada tubuhku?" Kiran
kaget, karena tiba-tiba petugas pemeriksa tiket memanggil namanya yang tertera
di Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Dalam
pesawat Lion Air. Gifran dan Kiran duduk bersebelahan. Sambil
merapikan posisi duduk, Gifran diajak Kiran untuk mengabadikan momen tersebut.
"Ran selfie yo!...Dengan suara datar Gifran menjawab
"Aduh Ran, aku tidak biasa selfie, sebab aku tidak ingin
meninggalkan kenangan yang berujung duka".
"Walah...gombalmu
Ran... !!!" Celoteh Kiran kepada Gifran. "Ayo...siapa takut? Tapi aku
klarifikasi, aku bukan lelaki yang suka gombal; yang suka merayu. Karena
bagiku, gombal atau pun bahasa yang dibuat-buat indah hasilnya akan membawa
perasaan" Tungkas Gifran kepada Kiran.
"Gila lo
Ran...Tumben kau tiba-tiba puitis. Bukankah kau mengagumi sosok Tan Malaka?
Bukankah kau orang yang selalu protes di setiap diskusi? Kalau perempuan adalah
penghambat perubahan; perempuan adalah insan yang lemah?" Gifran hanya
memberi senyum untuk menanggapi kata-kata barusan yang diucap oleh Kiran.
- - - ¤ ¤ ¤ - - -
Gifran
memilih menghabiskan waktu dalam pesawat dengan membaca. Saat itu, Gifran
membaca buku 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' yang ditulis oleh
Cindy Adams. Dimana buku tersebut hasil wawancara Cindy Adams kepada Bung
Karno.
Buku tersebut
memiliki tebal 369 halaman. Yang terdiri dari 33 pokok pembahasan. Pembahasan
pertama dimulai dari 'Alasan Buku ini Ditulis' sampai dengan 'Refleksi' sebagai
penutup.
Pada pembahasan
pertama, Gifran secara serius dan penuh penjiwaan membacanya. Pada halaman
satu, Gifran kagum dengan paragraf pertama 'Cara yang mudah
menggambarkan sosok Sukarno ialah dengan menyebutnya seorang mahacipta. Dia
mencintai negerinya, dia mencintai rakyatnya, dia mencintai perempuan, dia
mencintai seni, dan di atas segala-galanya, dia mencintai dirinya sendiri.'
Tiba-tiba Gifran merasakan ada beban berat di sebelah kanan
pundaknya. Ternyata Kiran tertidur dan menyandarkankepala di bahu kanan Gifran.
Sedikit tersenyun Gifran menatap Kiran. Kemudian melanjutnkan bacaannya lagi.
Makassar
Jumat, 9
Februari 2018
By: Djik22
Komentar