Sudah sekian kali, batang tubuh traili cobaan berduyun
datang. Batu cobaan api bertubi telah banyak kulalui. Jalani dengan riang
gembira; hadapi dengan tabah hati; ikhlas melawan deretan kebenaran. Karena
hanya kebenaran akan bertahan melawan lupa; mengutuk gelap biar terkuak.
Membuka tabir buruk adalah pelurusan sejarah. Seperti mimpi calon
gubernur yang terjerat Operasi Tangkap Tangan kasus korupsi.
Akulah pemimpi yang labil. Bila semasa kecil harapan
jadi polisi, tapi ada tanda cacat di kaki sebelah kiriku terbakar oleh api. Polisi
hanya sebatas 'alat negara'. Slogan itu, kutemui ketika berumur dua puluh enam
tahun. Lalu aku pindah haluan; urungkan niatku. Aku mau jadi tentara yang pegang
senjata mengatasi serangan. Tapi dulu masih ada yang naanya suap-menyuap untuk
meraih jabatan.
Ini aneh, kalau semua yang kuimpikan ternyata satu
komando dari atasan. Perintah menembak; membunuh; bahkan pemukulan
berdarah-darah. Kasus ini, seperti sengketa antara Partai Komunis Indonesia
(PKI) atau Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang melakukan pembunuhan di Lubang
Buaya. Padahal pengungkapan kebenaran harus dibuka. Biar anak cucu bangsa kelak
tidak buta pada sejarah. Tetap memegang prinsip 'salah katakan salah; benar katakan benar' harus diterapkan pada setiap manusia.
Mimpi ketiga adalah menjadi seorang pilot. Tapi
pertanyaannya ‘Bisakah menjadi seorang pilot kalau orang tua tak merestui?
Kenapa mimpi besar harus mengelurkan banyak uang?’ Padahal mimpi tak ada
batasan; tak ada larangan. Asalkan berusaha sambil berdoa dalam meraih mimpi. Bagaimana
aku menjadi pilot kalau tak ada bandara di kota kabupatenku? Kenapa banyak bandar
udara dikuasi oleh perusahan asing? Bukankah nasionalisasi aset negara adalah
cara memberantas kemiskinan?
Tergantung sang waktu, aku melamun memegang bibir
tipisku di atas bukit Seburi, bukit yang penjaganya sudah lama meninggal. Entah
siapa penggantinya sekarang, sebab saat itu aku telah pergi menempuh jalur pendidikan di
kota besar.
Bertambahnya pengelaman; nasihat petuah; bacaan
beragam. Maka aku memilih jadi diri sendiri. Sebab para tokoh dunia sampai
sekarang namanya menjulang tersohor, hanya karena teguh, giat, dan disiplin yang
tiada henti-hentinya. Mimpiku adalah menjadi ‘orang bebas berbudi pekerti;
bebas yang berlandaskan pada negara, agama, dan budaya’. Maka mimpi besarku
akan dikabulkan, bila kupanjatkan segala doa kepada kekuatan yang kupercayai.
Janganlah segan tentang ancaman; jangan jadi bunglon
yang cepat berubah warna. Karena menjadi seorang pemimpi, bukan hanya pada
wilayah imajinasi, tapi turunlah ke medan laga; gaulilah keadaan; refleksilah
segala kesenjangan. Lalu, berikan tenaga dan gagasan cerdik.
--- ¤ ¤ ¤ ---
Jadilah pemimpi yang nyata.
Pemimpi yang tahan banting dan hujatan.
Sebab hidup adalah perjuangan menuju mai.
--- ¤ ¤ ¤ ---
Makassar
Kamis, 15 Februari 2018
By: Djik22
Komentar