Dua tahun menjalin samudera,
Yang dinakhodai hati berdawai,
Menahan remuk-remuk belulang,
Berantakan tercecer campuri duri,
Menyengat bertahan dalam lautan,
Begitu gelap di dasar mengenai pasir.
Lalu aku yang terlena di dua gelombang,
Melawan dengan pijakan menimbang,
Hasilnya akan kau raih kesakitan,
Kemudian menuduhi sumpah,
Kutukan serapah menekan,
Pinta semua pemberian,
Untuk dikembalikan,
Dengan tagihan,
Yang mengeri,
Menggila.
Di batas,
Tekanan,
Menggoda,
Tuk berkata,
Paksakan aku,
Jujur banjirkan,
Air yang tak bersih,
Basahi sekucur tubuh,
Yang tak pantas basah.
Kenapa aku terus ditekan?
Bukankah sebuah keputusan,
Harus diterima walau terpukul,
Yang bukan dengan tangan hina,
Menyambar dalam kata-kata duka.
Jangan lagi kau menekanku,
Dengan tata krama trauma,
Menyalahkan pribadiku,
Membongkar meludahi,
Memaki di bulan suci,
Kuanggap sebagai,
Godaan bertahan,
Menjaga diri ini,
Biar selalu dalam,
Keadaan pancingan,
Yang kau coret bahasa,
Dalam kata-kata kutukan,
Aku harus dewasa dalam pikiran,
Apalagi dalam perbuatan nyata,
Hingga kumerdeka menentukan,
Sebuah nasib yang diimpikan,
Di liang-liang begitu sempit,
Harus kuhindari menjaga.
Makassar
Kamis, 17 Mei 2018
By: Djik22
Komentar