Langsung ke konten utama

Tiga Belas Memberi Kode #7 (347)

#Part 07

Foto latar: Aslin Hasdi

Kini purnama telah berganti dengan sesuka hatinya, tapi tak kulihat dirimu bersama purnama melambaikan tangan menyapa. Apakah sengaja kau tak datang di saat purnama? Atau sekali lagi aku yang jadi korban yang telah lama kau bidik? Jika memang bidikanmu adalah aku, maka jangan kau lukai hati untuk ke sekian kali. Sebab aku sudah tak kuat lagi menahan perih dalam penungguan. Apalagi luka-luka lama belum disembuhkan dengan obat yang paling mujarab.

Sempat kuberpikir untuk gantikan kerinduan dengan menyusun bait-bait puisi. Tapi tanganku selalu gemetar ketika kumemulai. Ditambah lagi keringat-keringat dingin basahi tubuhku saat berhadapan di meja belajar. Lama tak kusadarkan diri dalam lamunan penuh khayal. Berhayal tentang pertemuan; tentang cerita indah menawan hati; serta sepenggal pengetahuan baru yang kau bagikan.

Kupaksakan diri menulis beberapa bait puisi, akan tetapi tanganku terhenti di bait ketiga ketika ketukan pintu rumah tepat pukul 20.40 WITA.

"Tok...tok...tok." Sambil memberi salam, "Assalamualaikum...."

Kujawab, "Waalaikumsalam...."

Kakiku melangkah mendekati arah pintu. Rasa takutku semakin memuncak. Sebab tak seperti biasanya tamuku datang di malam hari di atas jam delapan malam.

Kuintip lewat gorden pintu melihat siapa di luar sana. Ternyata dalam remang-remang kumelihat ada sosok lelaki.

"Siapa gerangan lelaki di luar?"

Tanyaku dalam hati semakin penasaran dicampur ketakutan. Lalu pintu diketuk lagi sambil memberi salam lagi.

"Tok...tok...tok."

"Iya...sebentar."

Perlahan kubuka pintu sambil membalas salam. "Waalaikumsalam. Silahkan masuk."

"Maaf Linn...Aku mengganggu di waktu malammu."

Ternyata orang yang barusan mengetuk-ngetuk pintuku adalah Fajrin.

"Ada apa Rin."

"Anu...Linn...Aku hanya mau kembalikan buku catatan harianmu waktu tertinggal di tempat larangan."

Semakin kaget keadaanku, aku dirasuki pikiran buruk.

"Kenapa bisa Fajrin menemui catatan harianku?"

Sambil menyodorkan buku ke tanganku Fajrin berucap. "Linn...Aku buru-buru. Jadi langsung balik."

"Benaran Rin... tidak masuk dulu?"

"Iya Linn...di lain waktu dulu baru kita bercerita."

Sambil buru-buru bergegas Fajrin mengucapakan salam.

"Assalamualaikum Lin. Bay...bay...."

Aduh...Segala rahasia dalam catatanku pasti diketahui oleh Fajrin. Belum sempat kubertanya apakah ia sudah membaca isi tulisannya. Ia segera hilang dari pandanganku. Bukan hanya Fajar sebagai sosok yang misterius, tetapi Fajrin juga mendekati sosoknya Fajar. Semoga ini bukan tanda bahaya.

Kugenggap erat-erat catatan harianku. Sambil membuka perlahan-lahan. Teenyat ada tetesan darah di dalam lembaran ketiga. Pas di lembaran ketiga kumenulis tentang pertemuanku dengan Fajar di dialog warkop Pa'de. Beberapa paragraf catatanku tertutupi oleh darah. Tapi ini darahnya siapa? Kenapa tak ada luka tapi ada tetesan darah dalam bukuku? Bukankah saatku menulis keadaanku baik-baik saja?

Ah...darah lagi. Apakah petanda kebaikan atau ada tanda kematian menuju maut sudah dekat? Kalau memang darah sebagai tanda kematian, maka tak ada sedikit ketakutanku menuju maut. Sebab sudah kusiapkan diri matang-matang, bila maut datang membawaku ke liang kubur. Tapi bagaimana matiku sebelum menemukan orang terbaik yang selama ini kucari? Bagaimana kumembalas kebaikan orang tuaku?

Ya Tuhan. Jika kematian tak bisa ditawar-tawar, maka izinkanlah hambamu ini untuk melanjutkan lagi penggalan kata di bait keempat. Biar bait ketujuh dan seterusnya akan dilanjutkan oleh generasiku. Bagaimana generasiku mengetahui kalau aku belum memiliki keturunan?

Kududuk lagi di kursi tempat dudukku. Kutenangkan pikiran dan rasa takutku pada dua sosok misteri tersebut. Di dalam hati yang paling dalam kuberdoa untuk segera tertuang segala percaturan hidup tentang lelaki; tentang Fajar yang pergi tak kembali; tentang Fajrin yang menemukan catatan harianku. Andaikan masih ada lagi waktu untuk pertemuan, maka kulayangkan pertanyaan sebanyak-banyaknya. Biar segala teka-teki segera dibuka.

Hidup ini seolah dalam kotak-kotak rahasia yang penuh sandi. Hingga butuh tenaga dan pikiran yang jernih mencari kunci jawaban. Biar rahasia-rahasia di dunia sebagian besarnya kuketahui; biar banyak waktu yang kugunakan untuk melakukan hal yang bermanfaat. Tapi kenapa hidup begitu rumit seperti bait-bait puisi? Kenapa makna tersembunyi di dalam karya terus-menerus dicari?

Rasa bosan mulai tumbuh di batinku dengan perlahan, hingga kepalaku mulai berat memikirkan kejadian yang telah lewat. Andaikan segala masalah dalam otakku kutuliskan, maka butuh sekitar dua ribu lembar kertas untuk dituangkan dalam bentuk teks yang ditulis tangan. Tapi sayang, beratnya kepala mencoba mengajakku berteman dengan ranjang. Kugeser kepalaku bersandar di tempat tidur tanpa mencuci muka terlebih dahulu. Tuhan pun tahu keadaanku ini, maka kukirimkan doa sebelum tidur. Biar esok bangun atau tidak, aku tertidur dalam lindungan malaikat dan para penjaga rumah.

Sebelum kumenutup mata, ingatanku kembali diganggu dengan tragisnya. Seolah ingatan bergulat dengan ganasnya memaksaku tidak tidur. Tetap kupaksakan diri untuk menutup mata. Akhirnya aku yang menang melawan lamunan pada sosok-sosok miterius. Setidaknya hanya misterius dalam dunia nyata. Aku tak mau pola pikirku diganggu dengan hal yang aneh-aneh. Paling tidak, aku harus menang di dalam pikiran.

Tak ada satu pun orang yang mau,  kalau pikirannya dikuasai oleh doktrin dan dogma membelenggu menuju keterpurukan. Sebab kebebasan manusia harus dimulai dari dalam pikiran hingga kebebasan berbuat. Bukan bebas tanpa ada batas. Tapi bebas sesuai ajaran agama, budaya, dan konstitusi negara. Inilah ketiga item pengikat menjelma dalam hidupku. Kalau ketiga pijakan itu salah satunya aku langgar, maka segera kurefleksikan diri.

Refleksi diri atas perbuatan yang pernah kulalui; pernah kulewati dengan perenungan malam yang maha tenang terus kuhayati. Biar kutemukan bulir-bulir solusi di atas ranjang idamanku. Ranjang yang dipenuhi dengan doa, tangisan, dan penyesalan. Semoga malam ini, tak ada tangisan yang jatuh di atas bantal guling yang kupeluk erat-erat.

Pelukam hangat mengobati dingin hati; dingin menggigil merasuki seluruh badan. Biar pun dingin menggodaku dengan angin sepoi-sepoi, keadaan masih tetap utuh. Karena dingin adalah salah satu teman hidupku ketika tak ada satu orang pun kuajak untuk bercerita. Maka kutitipkan dingin dengan kabar gembira bercampur haru. Kalau hatiku sedang dalam keadaan tak tentu arah.


Makassar
Senin, 21 Mei 2018
By: Djik22

Komentar

Populer

FILOSOFI DAUN PISANG

Harapan dan mimpi dari setiap kepala tidak semua terpenuhi dengan usaha dan praktik. Tapi masih membutuhkan untuk saling dekat dan merespon segala polomik. Di masa yang akhir ini, perutmu telah melahirkan bayi yang masih merangkak dipaksa berjalan di kerikil jalan persimpangan. Dari rawat dan buaian, telah membuka mata batin, mengevaluasi adalah jalan yang tepat. Karena kurangnya menilai dari setiap sisi. Sehingga lahir dua persimpangan kiri kanan jalan. Mata telah terang, langkah sudah tepat, bersama sudah terpupuk, kesadaran mulai bangkit. Berdiri dan bergerak. Saatnya cahaya jadi penerang. Titipan amanah 20 21 11 14 jadi bahan belajar bersama. Filosofi "Daun Pisang dan Bidikan Panah yang Tepat" telah ditemui jawaban dan makna yang dalam. Dia bukan sekedar kata, tapi dialah nyawa setiap yang di dalam. Makassar, April 2017 By: Djik22

TOGAKU TAK IBU SAKSIKAN

Perjuanganmu ibu Mengantarkanku meraih mimpi Mataku lembab berhari-hari Setiap saat mengingat ibu Harapan ibu Aku tetap kuat Aku tetap melaju Tapi ibu Saat bahagiaku Takku tatap lagi ibu Wajah bersinar hadir dalam mimpiku Kala itu ibu Ibu Toga dan pakian kebahagiaanku Semua untuk ibu Togaku tak ibu saksikan Karena ibu telah tiada Yakinku ibu senyum melihatnya Tetap tersenyum di sisiku ibu Dua puluh tiga November dua ribu tiga belas Dua kali dengan angka tiga Ibu telah berbaring bergegas Makassar Minggu, 1 Oktober 2017 By: Djik22

PERLUKAH JEMBATAN PALMERAH?

Sedikit menggelitik, ketika wacana pembangunan jembatan Palmerah. Wacana ini, hadir di beberapa tahun terakir. Di tahun 2017, tidak kala seksi pendiskusian jembatan Palmerah. Maka muncullah pro dan kontra. Padahal merefleksikan wacana ini sangat penting. Kenapa Wacananya Jembatan Palmerah? Mari kita menganalisa secara seksama. Pertama, jembatan Palmerah adalah sejarah pertama di Indonesia bila terbangun. Karena menyambungkan dua pulau, yaitu Pulau Adonara dan Pulau Flores (Larantuka). Jarak jembatan Palmerah dengan panjang bentangan 800 meter akan dipasang turbin 400 meter. Kedua, persoalan proses pembangunan jembatan Palmerah dibutuhkan dana tidak sedikit. Diperkirakan dana mencapai Rp. 51 triliun. Hal ini, perlu dipikirkan. Karena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT pada tahun 2016 hanya mencapai Rp. 3,8 triliun. Sama halnya pemerintah mengajak kita mengutang dengan investor (swasta). Ketiga, jembatan Palmerah bukan proses meninabobokan masyarakat Flores Timur

ADONARA DALAM PUISI

Petuah kata sejarah Masih temani kaki untuk melangkah Dalam bayang-bayang ibu kuatkan hari Dalam jelmaan ayah pancarkan cahaya hati Hingga tebal awan kota Ingatkan suasan desa Dihimpit berdiri megahnya Ile Boleng Didekatkan Bukit Seburi tanah kampung Karena kitalah gunung yang berdiri Karena kitalah bukit yang menyapa Membawa bisikan bahari Ketika menghadap ke arah pantai Sampai kata dan petuah terus mengikut Wariskan api dari generasi ke generasi Tentang pentingnya menjaga kata Tentang indahnya memakai tenun ikat Maka... Tak kulupakan petuah indah dan keramat Tak kuingkari segala kata-kata bernyawa Di atas alam ditaburi darah dan air mata Karena air mata Bukan hanya tentang tangisan Bukan hanya tentang derita tanpa rasa Namun air mata darah tanda perjuangan Maka... Untuk mengingatmu yang di gunung Untuk mengenangmu yang di pantai Aku mengisi kata-kata lewat puisi Karena darah dan bisikan kata terus diasa Biar perang telah terganti buka dan pena

ANTARA (576)

Sering ada perbandingan pada kata 'antara' ketika diapit oleh kalimat. Antara kau dan aku ternyata banyak perbedaan, antara kau dan dia memiliki banyak kesamaan. Antara pacar dan mantan adalah orang yang pernah berlabu dan sementara bertahan. Baik terkandas di tengah jalan, mau pun mampu melewati batas getir yang melampau kesabaran. Namun, pada kata 'antara' seolah jadi misteri yang tersembunyi. Serupa kolom kosong yang disembunyikan dengan untain doa. Lalu, dipercaya menjadi sebuah legenda atau mitos. Bagaimana sesuatu yang dipercaya tapi tak pernah diinderai? Apakah setan yang berpenampilan putih pada malam Jumat hanya menakut-nakuti? Kemudian muncul pertanyaan, siapa yang menjahit pakian putih yang dipakai setan? Ulasan ini, aku dapati saat duduk di bangku SD. Sang guru selalu menakut-nakuti pada setiap siswa. Bahwa malam Jumat selalu ada tanda ketika melewati tempat-tempat gelap. Saat itu, aku dan kawan-kawan sebayaku selalu percaya. Namun, batang hidung p

KARYAMU TETAP MEMIKAT

Foto: Abdul Rahim (Khalifah05) Ketika doa-doa Telah kau panjat Dengan lemah-lembut Pada Tuhan Yang Esa Tak lupa pula Pintamu Pada para pendahulu Dengan merinding bulu-bulu Begitu dalam penghayatan Bersama angin Bersama waktu Bercampur masa lalu Maka... Yakin pun mendalam Tak secuil akan buram Tampak pada kaca belaka Namun ia selalu melekat Selalu mempererat Antara roh dan jasat Hingga karyamu tetap memikat Makassar Jumat, 21 September 2018 By: Djik22

PEMUDA SAHABAT PERUBAHAN (397)

Indonesia adalah negara yang terdiri dari ragam perbedaan. Baik suku, ras agama, budaya, dan corak berpikir. Inilah bagian kekhasan dari bangsa ini. Dengan kekhasan tersebut, maka tak heran bangsa Indonesia dikenal dengan kemajemukan dan menjujung tinggi perbedaan. Sebab perbedaan adalah varian dari semangat menuju persatuan. Belum lagi menerobos batas wilayah yang terdiri dari beberapa provinsi. Perlu kita menelisik lebih jauh lagi tentang bagaimana membangun tatanan bangsa. Supaya mampu keluar dari zona ketertinggalan. Ternyata, ketertinggalan adalah salah satu masalah dari apa yang dirasakan setelah revolusi Indonesia didengungkan. Walau merdeka secara pengakuan sudah memhudata sampai ke telinga anak cucu. Tapi pertanyaan besar yang harus dijawab, Kenapa merdeka secara praktik/ penerapan jauh panggang dari api? Ketika secara penerapan dalam kehidupan berbangsa mulai melenceng dengan dasar negara, maka harus kembali mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang telah diletakan oleh