Langsung ke konten utama

Tiga Belas Memberi Kode #3 (318)

#Part 03


Foto latar: Aslin Hasdi

Tepuk tanganmu sesekali dilakukan. Tetapi kumenghitung secara keseluruhan, maka sepuluh kali kau layangkan tepuk tangan untuk melambaikan. Menyapaku dalam keadaan sendiri di larutan jerit yang memanggil-manggil. Rupanya selaras dengan meminta izin pakai gambarmu di latar tulisan "Tiga Belas Memberi Kode".

Setidaknya sepuluh kali telah melewati satu angka sebagai tanda sukamu pada angka sembilan. Angka ganjil pertama setelah berselisih dengan sepuluh, sebelas, dan dua belas hingga menuju angka tiga belas sebagai kesukaan angka terakhir. Adanya tiga belas merupakan deretan sederhana. Hingga kepercayaan akan turun sebuah keajaiban untuk penyatuan ganjil dan genap. Biar hidup dipandang dari dua sisi. Yaitu, sisi baik/ buruk dan sisi genap/ ganjil.

Hingga di bagian ketiga. Pelataran rumahku masih saja belum berpenghuni. Hanya kesendirian yang berteman sepi; berteman gundah masih bertahan menguasai. Sebab kesendirian adalah kenyamanan untuk melawan arus pengaruh. Memberi dampak pada mala petaka sampai lupakan diri akan kebaikan. Ini bukan pegangan prinsip sok suci, tapi sebagai hamba ciptaan Tuhan. Setidaknya berpegang teguh pada perintah-Nya dan sedikit perlahan berusaha menjaga apa yang menjadi larangan-Nya.

Selama hijab masih melekat di kepala. Maka dengan keteguhan hati menjaga segala kesucian; menjaga segala macam tabu; menghindari segala bentuk dosa. Baik itu dosa kecil maupun dosa besar. Benar memang kalau bicara dosa sebagai tanggungan pribadi. Tetapi ketika tanggung jawab pribadi juga akan dimintai keterangan, maka aku ingin seperti jam tangan yang kuletakan di tangan kiriku. Yang melingkar dengan erat seperti bola bumi berputar gantikan siang dan malam.

Siang adalah suatu pergantian dan ruang untuk menjalankan segala aktivitas. Rasanya ingin cepat pergi panas getirnya siang, biar tak membakar kulit putihku yang kujaga dengan perawatan. Wajar sebagai perempuan aku harus merawat diri, tapi bukan mengeluarkan banyak rupiah menambah kecantikan. Kucukupkan keindahan alami dengan basuhan air dan timangan merdu membaca kitab suci.

Karena membaca adalah salah satu langkah berkelana ke belahan dunia. Sebab kunci dari penjelajahan dunia adalah buku. Ia merupakan satu rahasia umum yang mampu mendongkrak kaumku harus habiskan waktu bergelut dalam dunia romansa pengetahuan. Baik itu membaca, menulis, menyimak, dan membahas ulang apa yang telah diperoleh.

Bila tiba keheningan datang. Maka tubuhku selalu lemas seolah tak pernah makan beberapa hari. Tapi ini berbeda, aku tahu membedakan rasa lapar dan rasa aneh karena perasaan. Tapi bagaimana perasaan itu muncul ketika hatiku kututup rapat? Atau ada sosok samar-samar lagi yang menyulam kata-kata? Semoga saja perasaanku segera pergi berlalu. Karena berat melawan perasaan dan menyembunyikan kebenaran untuk diakui. Apalagi ini tentang romantika bernuansa ke enam belas kalau aku mengiyakan untuk dimulai.

Muncur pertanyaan dari Fajar.

"Linn...!!!"

"Iya..."

"Bagaimana tanggapanmu tentang tulisan yang dikirim?"

"Tulisan...!" tanyaku heran.

"Iya... Tulisan tentang angka tiga belas."

Aku menarik napas yang dalam dan mencari kata-kata yang tepat.

"Aku hargai sekali karyanya orang sampai tak sanggup untuk memberi kritik".

Protes Fajar.

"Waduh. Bagaimana bisa suatu karya dihargai tanpa kritik? Setidaknya harus ada kritik dan saran kepada sang penulisnya. Supaya karyanya tetap menuju perbaikan dan kesempurnaan."

Aku tetap tunduk dan malu-malu. Sepertinya lambungku diserang oleh penyakit yang membutuhkan pengobatan segera. Tetapi ia adalah lelaki yang mampu menguasai diriku dan membuatku terkagum-kagum. Bagaimana tidak, setiap kalimat yang keluar dari bibirnya mampu menenangi keadaanku. Apalagi nada-nadanya seperti gelombang air laut yang tak bisa lagi pasang surut.

Tetapi apakah niat Fajar hanya untuk mendekatiku? Atau ada maksud yang tersembunyi dengan membawa kepentingan berselubung? Inilah pertanyaan yang menjadi teka-teki. Setidaknya menjaga diri adalah kunci. Aku harus waspada dan mencari tahu. Siapa sebenarnya ini lelaki. Apakah dia diturunkan dari langit sebagai pendamping hidup atau hanya sebagai teman bermain?

Kami berdua tetap dalam keadaan diam-diam. Aku mencari kesibukan dengan bermain dedaunan yang jatuh karena angin puting beliung. Sedangkan Fajar sementara menulis cerpen di android Samsung miliknya. Kemudian Fajar mulai kuasai diriku dengan bertanya lagi.

"Bagaimana membedakan sesuatu yang baik dan buruk kalau keduanya demi kemanusiaan?"

Gila ini orang. Tak habis-habisnya bertanya. Dikiranya aku adalah mesin jawaban. Sehingga dengan suka hati melayangkan pertanyaan.

"Em...em... Sebenarnya tergantung niat Jar. Selagi niat dan tujuaannya demi kebaikan".

Kumenatap Fajar, ia hanya mengangguk-nganguk dan sambil menatapku dengan tatapan yang baru pertama kurasakan.

Sepertinya kekagumanku telah berubah. Rasa kagum ini telah menjadi benih-benih yang sedang tumbuh dengan suburnya. Seolah ada sebuah taman berbobot yang segera menguasai halaman hatiku. Tapi tetap saja aku bersembunyi dengan bungkusan kata yang menghadirkan banyak tebakan. Karena aku tak ingin cepat mendapatkan cinta. Karena sesuatu yang didapatkan dengan mudah, maka ia akan cepat pergi dan meninggalkan tanpa berpikir seribu kali untuk bertahan.

Rasanya seperti dua negara yang sedang berperang. Padahal, secara manusiawi. Kami sama-sama saudara sebagai ciptaan Tuhan. Tetapi lantaran perasaan, maka tanda bahaya perang akan segera dimulai. Tak ada yang takut tentang perang cinta. Apalagi banyak kecocokan yang sedang mengorek batin lalu berbisik perlahan. Hingga aku mulai terjebak dengan prinsipku sendiri yang memilih jalan sendiri (jomblo).

Rupanya lelaki memiliki seribu satu macam cara untuk menaklukan seorang perempuan. Tapi aku tak mudah terima tanpa sebuah pertimbangan. Biar hati kecilku mengakui ada ketertarikan pada sosoknya. Menimbang adalah cara sederhana untuk bertahan menemukan jawaban pasti. Sebelum sepenuhnya menerima ia sebagai pendamping sementara atau pun kekal menuju pembaringan.

Benar memang, tak ada laki-laki yang kasar. Semuanya tergantung bagaimana komunikasi dilancarkan. Inti komunikasi mampu menghindari trauma masa lalu. Baik itu perlakuan dari sang mantan, mau pun perlakuan dari manusia yang namanya lelaki. Karena trauma dari lelaki pernah lama berkuasa sampai dengan hari ini.

Walau pun tak ada yang hebat tentang cinta. Ia akan hebat ketika tiba waktunya. Biar waktunya telah tiba, tapi aku harus mengakui, kalau cintaku jatuh barusan pada tulisannya. Karena Fajar adalah seorang penulis muda yang bergelut di dunia kepenulisan. Tulisannya mampu meneteskan air mata; menenangkan pikiran; menghidupkan yang lemah; serta mendekatkan yang jauh menjadi rapat. Sampai kemarin dia mengejekku dengan pertanyaan konyol.

"Cieee...."

"Kayanya ada yang lagi jatuh cinta ni."

Dengan tegas kuberikan jawaban. "Jar... benar apa katamu, tapi aku jatuh cinta pada karyamu; pada semua tulisanmu. Untuk selebihnya, aku harus batasi. Karena butuh waktu yang panjang untuk kita sama-sama terbuka."

Derasnya angin puting beliung, ternyata sebagai tanda alam. Karena bertepatan dengan sebuah kebohongan yang kulayangkan lewat angin suara. Padahal angin ribut masih belum pergi. Angin itu masih sering kurasakan setiap hembusan napas. Baik di pagi, siang, sore, dan malam hari.


Makassar
Senin, 7 Mei 2018
By: Djik22

Komentar

Populer

FILOSOFI DAUN PISANG

Harapan dan mimpi dari setiap kepala tidak semua terpenuhi dengan usaha dan praktik. Tapi masih membutuhkan untuk saling dekat dan merespon segala polomik. Di masa yang akhir ini, perutmu telah melahirkan bayi yang masih merangkak dipaksa berjalan di kerikil jalan persimpangan. Dari rawat dan buaian, telah membuka mata batin, mengevaluasi adalah jalan yang tepat. Karena kurangnya menilai dari setiap sisi. Sehingga lahir dua persimpangan kiri kanan jalan. Mata telah terang, langkah sudah tepat, bersama sudah terpupuk, kesadaran mulai bangkit. Berdiri dan bergerak. Saatnya cahaya jadi penerang. Titipan amanah 20 21 11 14 jadi bahan belajar bersama. Filosofi "Daun Pisang dan Bidikan Panah yang Tepat" telah ditemui jawaban dan makna yang dalam. Dia bukan sekedar kata, tapi dialah nyawa setiap yang di dalam. Makassar, April 2017 By: Djik22

TOGAKU TAK IBU SAKSIKAN

Perjuanganmu ibu Mengantarkanku meraih mimpi Mataku lembab berhari-hari Setiap saat mengingat ibu Harapan ibu Aku tetap kuat Aku tetap melaju Tapi ibu Saat bahagiaku Takku tatap lagi ibu Wajah bersinar hadir dalam mimpiku Kala itu ibu Ibu Toga dan pakian kebahagiaanku Semua untuk ibu Togaku tak ibu saksikan Karena ibu telah tiada Yakinku ibu senyum melihatnya Tetap tersenyum di sisiku ibu Dua puluh tiga November dua ribu tiga belas Dua kali dengan angka tiga Ibu telah berbaring bergegas Makassar Minggu, 1 Oktober 2017 By: Djik22

PERLUKAH JEMBATAN PALMERAH?

Sedikit menggelitik, ketika wacana pembangunan jembatan Palmerah. Wacana ini, hadir di beberapa tahun terakir. Di tahun 2017, tidak kala seksi pendiskusian jembatan Palmerah. Maka muncullah pro dan kontra. Padahal merefleksikan wacana ini sangat penting. Kenapa Wacananya Jembatan Palmerah? Mari kita menganalisa secara seksama. Pertama, jembatan Palmerah adalah sejarah pertama di Indonesia bila terbangun. Karena menyambungkan dua pulau, yaitu Pulau Adonara dan Pulau Flores (Larantuka). Jarak jembatan Palmerah dengan panjang bentangan 800 meter akan dipasang turbin 400 meter. Kedua, persoalan proses pembangunan jembatan Palmerah dibutuhkan dana tidak sedikit. Diperkirakan dana mencapai Rp. 51 triliun. Hal ini, perlu dipikirkan. Karena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT pada tahun 2016 hanya mencapai Rp. 3,8 triliun. Sama halnya pemerintah mengajak kita mengutang dengan investor (swasta). Ketiga, jembatan Palmerah bukan proses meninabobokan masyarakat Flores Timur

ADONARA DALAM PUISI

Petuah kata sejarah Masih temani kaki untuk melangkah Dalam bayang-bayang ibu kuatkan hari Dalam jelmaan ayah pancarkan cahaya hati Hingga tebal awan kota Ingatkan suasan desa Dihimpit berdiri megahnya Ile Boleng Didekatkan Bukit Seburi tanah kampung Karena kitalah gunung yang berdiri Karena kitalah bukit yang menyapa Membawa bisikan bahari Ketika menghadap ke arah pantai Sampai kata dan petuah terus mengikut Wariskan api dari generasi ke generasi Tentang pentingnya menjaga kata Tentang indahnya memakai tenun ikat Maka... Tak kulupakan petuah indah dan keramat Tak kuingkari segala kata-kata bernyawa Di atas alam ditaburi darah dan air mata Karena air mata Bukan hanya tentang tangisan Bukan hanya tentang derita tanpa rasa Namun air mata darah tanda perjuangan Maka... Untuk mengingatmu yang di gunung Untuk mengenangmu yang di pantai Aku mengisi kata-kata lewat puisi Karena darah dan bisikan kata terus diasa Biar perang telah terganti buka dan pena

ANTARA (576)

Sering ada perbandingan pada kata 'antara' ketika diapit oleh kalimat. Antara kau dan aku ternyata banyak perbedaan, antara kau dan dia memiliki banyak kesamaan. Antara pacar dan mantan adalah orang yang pernah berlabu dan sementara bertahan. Baik terkandas di tengah jalan, mau pun mampu melewati batas getir yang melampau kesabaran. Namun, pada kata 'antara' seolah jadi misteri yang tersembunyi. Serupa kolom kosong yang disembunyikan dengan untain doa. Lalu, dipercaya menjadi sebuah legenda atau mitos. Bagaimana sesuatu yang dipercaya tapi tak pernah diinderai? Apakah setan yang berpenampilan putih pada malam Jumat hanya menakut-nakuti? Kemudian muncul pertanyaan, siapa yang menjahit pakian putih yang dipakai setan? Ulasan ini, aku dapati saat duduk di bangku SD. Sang guru selalu menakut-nakuti pada setiap siswa. Bahwa malam Jumat selalu ada tanda ketika melewati tempat-tempat gelap. Saat itu, aku dan kawan-kawan sebayaku selalu percaya. Namun, batang hidung p

KARYAMU TETAP MEMIKAT

Foto: Abdul Rahim (Khalifah05) Ketika doa-doa Telah kau panjat Dengan lemah-lembut Pada Tuhan Yang Esa Tak lupa pula Pintamu Pada para pendahulu Dengan merinding bulu-bulu Begitu dalam penghayatan Bersama angin Bersama waktu Bercampur masa lalu Maka... Yakin pun mendalam Tak secuil akan buram Tampak pada kaca belaka Namun ia selalu melekat Selalu mempererat Antara roh dan jasat Hingga karyamu tetap memikat Makassar Jumat, 21 September 2018 By: Djik22

PEMUDA SAHABAT PERUBAHAN (397)

Indonesia adalah negara yang terdiri dari ragam perbedaan. Baik suku, ras agama, budaya, dan corak berpikir. Inilah bagian kekhasan dari bangsa ini. Dengan kekhasan tersebut, maka tak heran bangsa Indonesia dikenal dengan kemajemukan dan menjujung tinggi perbedaan. Sebab perbedaan adalah varian dari semangat menuju persatuan. Belum lagi menerobos batas wilayah yang terdiri dari beberapa provinsi. Perlu kita menelisik lebih jauh lagi tentang bagaimana membangun tatanan bangsa. Supaya mampu keluar dari zona ketertinggalan. Ternyata, ketertinggalan adalah salah satu masalah dari apa yang dirasakan setelah revolusi Indonesia didengungkan. Walau merdeka secara pengakuan sudah memhudata sampai ke telinga anak cucu. Tapi pertanyaan besar yang harus dijawab, Kenapa merdeka secara praktik/ penerapan jauh panggang dari api? Ketika secara penerapan dalam kehidupan berbangsa mulai melenceng dengan dasar negara, maka harus kembali mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang telah diletakan oleh