Wahai tuan kuasa yang sedang sidang,
Ketika kantormu didatangi massa,
Dengan spanduk dan petaka,
Beragam macam tulisan,
Menyeru kembali,
Ramai-ramai,
Di jalanan,
Sebelum sampai di kantor megahmu,
Langkah dan nyanyian dihadang,
Lengkap senjata anti perang,
Seolah massa adalah musuh,
Didorong, dicekik, dikasari,
Dengan nada tekanan.
Memasang wajah kejam,
Pada gantian suara orasi,
Dalam aliansi satu simpul,
Bergema di bawah jembatan,
Kota yang melahirkan sejarah,
Gerakan mahasiswa di Indonesia,
Tepatnya bagian timur tanah darah.
Sempat dorongan memanas mengamuk,
Siramkan air pada bakaran ban,
Menyala berkobarnya api,
Tuntutan mengutuk,
Tentang pendidikan,
Yang tak lagi memanusiakan manusia,
Malah menambah para dosen asing,
Hingga biasa tak kala bersaing,
Hasilkan pengangguran,
Menjadi terlena lara,
Sampai pasrah dengan keadaan.
Mau di bawa kemana pendidikan?
Kalau suara kritis dibungkam,
Demokrasi dijepit-jepit,
Kebebasan berpendapat,
Dibentengi otomi kampus,
Hasil dari kompromi para petinggi,
Yang berkepentingan menanam saham,
Lantaran negara lengah membiayai,
Anak bumi yang berpotensi besar,
Sampai putus di tengah jalan.
Terus lingkaran kebenaran dihujat,
Dibalikan berita para pemberontak,
Yang mengganggu keamanan,
Yang memacetkan jalan,
Dengan barisan opini,
Lewat terbitan media.
Untukmu tuan kuasa,
Dimana pun diri berada,
Kemana pun persembunyian,
Akan terus dikejar dengan raga,
Hingga kembali pada ajaran tanah air.
Kenapa suara kebenaran dikotori?
Bukankah tuan kuasa perlu mendengar?
Tentang kegelisahan kaum muda,
Tentang para pelajar...
Yang telah dirampas haknya,
Hingga semua berbondong-bondong,
Turun ke jalan sebagai bentuk protes.
Kenapa tuan hanya menutup telinga?
Lalu diamkan diri dalam ikatan sistem,
Hingga tagihan terus datang,
Terus menagi janjimu,
Untuk pertemukan para petinggi,
Para pengelola pendidikan.
Kalau tuan kuasa terus berjanji,
Maka tidur malammu terganggu,
Dengan perlawanan berjilid,
Yang mampu gulingkan rezim,
Hingga jabatanmu lengser,
Pergi tinggal tanpa pamit.
Sebab semua omongan hanya dipolitisi,
Tanpa menepati segala ikrar,
Yang tuan dengungkan saat kempanye,
Lalu tuan tambah bergaya,
Di depan televisi,
Sambil bekerja sama,
Lahirkan praturan bebas,
Sampai tak ada pertimbangan,
Demi mengarah kepada kaum umum,
Yang sudah lama menunggu.
Pola kehidupan sering memberi kode,
Kalau kebenaran akan terus ada,
Hingga terus bertambah banyak,
Saling bergandeng dengan yang lain,
Untuk menuntut kesetaraan,
Meminta tegakan ruang demokrasi,
Baik dalam kampus,
Maupun di jalanan,
Yang dipandang sebagai guru terbaik.
Makassar
Jumat, 4 Mei 2018
By: Djik22
Komentar