surat pertama
Satu Tahun Lalu
Kadang kuasa tak mampu menerobos hati yang sedang rapuh. Bagaimana tidak, sempat aku percaya dengan dua kekuatan yang tercampur. Tapi, aku terlalu percaya, sedangkan kau terlalu bersembunyi dengan alasan perbedaan. Rasanya, tak ingin memulai kalau berujung alasan sepeleh. Kemudian memilih jalan masing-masing.
Kau dan aku adalah satu angkatan masuk dalam dunia Perguruan Tinggi. Tepatnya, tahun 2013 menjadi catatan peralihan dari kampus pejuang ke kampus bisnis. Kampus Biru pun menjadi saksi persahabatan tanpa ada rasa yang terungkap.
Namun, siapa hendak mengelak tentang rasa? Ada saatnya rasa datang tak diundang, tapi dia tetap datang. Ada saatnya kita tidak sadar, tapi rasa itu menghampiri. Begitu lama jalinan persahabatan kita, sampai bertahan di awal bulan Agustus 2017.
Awal Agustus 2017
Dua puluh empat pengkelana bertekad menaiki puncak gunung Bawakaraeng yang terletak di Sulawesi Selatan. Tepat pada 15 Agustus 2017. Kau, Aku, dan Heni adalah tiga serangkai yang selalu berdempetan saat berjalan dari satu pos ke pos lain. Siapa sangka, kedekatan sesaat, mampu menggetarkan dadaku. Namun, aku tidak buru-buru terbuka saat berada di pos satu. Karena, ini baru pos permulaan yang butuh ujian sampai ke pos sepuluh.
Pendakian tetap berlanjut, sekitar pukul 20:00 kita mulai melangkah dari post satu. Semakin kaki melangkah, debaran hati semakin tak tertahan berteman gelapnya malam di tengah hutan. Aku masih bersikukuh tenangkan rasa yang dicumbui hati.
Pos dua dilewati dengan sadar. Begitu juga pos empat. Semakin ke sini, aku tak bisa menjadi seorang petarung yang munafik. Mendekati pos lima, mulutku terlalu nakal untuk ditegur; rasa terlalu bandel untuk dibendung. Maka, sedikit aku memberi kode tanpa mengharap jawaban. Ini gila dicampur konyol pasangan pendaki yang masih diikat hubungan sahabat.
Dua hari tiga malam, puncak tertinggi Gunung Bawakaraeng mampu kita taklukan. Ada buih bahagia yang terbalut setiap para pendaki. Khususnya antara kau dan aku. Yang belum diikat menjadi kita. Aku berharap banyak; kau menungggu tanya dari bahasa ikhlasku.
Setelah Tiga Hari dari Bawakaraeng
Puncak tertinggi Bawakaraeng telah kita taklukan. Kini saatnya, serpihan catatan perjalanan sedang ditulis oleh seorang pegiat kata-kata. Ia adalah kawan karibku yang suka menulis. Maka kisah ini aku membuka dengan lembaran hampa. Dengan harapan, mampu disulap menjadi kisah yang menarik. Biar tak hilang termakan angin dan sombongnya rasa.
Karena alam tak bisa lepas-pisah dengan kehidupan, maka di hamparan luas taman kampus Unhas, aku meluapkan segala isi hatiku. Dengan harapan kau menolak. Karena, aku ingin kejujuran, tapi tak berharap penerimaan tanya. Aku pun kaget., ketika tanyaku satukan hati, kau terima dengan senyum sambil kuelus tangan halusmu.
Bawakaraeng menjadi awal permulaan rasa, tapi sinyal penyatuan di kelopak mata dan alismu yang rapi. Kini jadi milik kita berdua. Sampai kita mendominasi dunia romantisme yang masih menjadi teka-teki. Kenapa menjadi teka-teki? Karena kau dan aku belum putuskan kapan menuju kata sepakat hingga akhir hayat.
Berjalan sekitar dua bulan lebih, tanpa ada alasan yang jelas. Namun, aku sadar kalau alasanmu tentang perbedaan harus kuterima. Aku dikalungi oleh salib, sedangkan kau ditutupi oleh jilbab dengan ajaran Al-Qur'an. Aku terhempas bersama kotoran debu, sedangkan kau senyum sinis atas keputusan sepihak. Hingga kini, aku belum tahu pasti, apa salahku hingga terbuang jauh dari hidupmu. Kau dan aku akan jadi cerita, tapi tak jadi kisah bahagia. Lantaran akhir kisah berujung luka. Maka, tanpa sadar aku berucap 'Dalam Bayang-bayang Perbedaan' yang sementara dibaca. Semoga surat ini kau pun membacanya.
Ternyata, kisahku disulap jadi catatan singkat perjalanan dari puncak Gunung Bawakaraeng menuju taman kampus Unhas. Apakah masih ada jalan lain mendapat penggantimu? Atau kau ikhlas bila aku memilih yang lain? Semoga sujudmu dipadukan dengan doamu untukku. Biar kita sama-sama menemukan yang terbaik.
Tertanda tangan
-Surat dari Daud untuk Dewi-
Makassar
Kamis, 22 November 2018
By: Djik22
Komentar