Langsung ke konten utama

MIMPI [2]


Patahan kata
Sementara terkumpul
Dari gubuk-gubuk rumah
Dari petuah-petuah ramah

Keramahan dalam kata
Membuat jiwa
Percaya pada angan
Yakin pada percikan
Ternyata...
Percikan yang berdawai
Berlipat ganda
Dalam nafas kuatkan dada
Oh...
Dada yang teduh
Di bait puisi keempat
Yang semakin mengapit
Teruslah mengapit jiwa
Teruslah merangkul raga
Biar...
Arah langkah terus mendekati benar
Sampai di suatu ketika
Cerita tentang angan
Cerita tentang gumpalan
Disulap jadi nyata
Kuatkanlah hati
Dalam alam berseri ini
Sembari tangan memanjat
Mengejar mimpi-mimpi

Memasuki babak baru pada bagian kedua di tanah perantauan. Ternyata gundahnya hati semakin melalang-buana tak karuan. Terus memaksa otak untuk pecahkan teka-teki di alam semesta ini. Dengarah wahai alam semesta tentang keluh; tentang hati yang kosong; tentang hati yang butuh obat penenang. Paling tidak, ada jalan terang antarkan aku meraih mimpi.
Malam semakin sepi bagi Maya, yang hidup jauh dari orang tua. Kerinduan itu semakin menjadi-jadi mengajak Maya ingin pulang ke pelukan ibu. Seketika gawai Maya bergetar. Ternyata ibu Maya menelpon.
Assalamualaikum Nak...”
Waalaikumsalam Bu...”
“Ibu khawatir, apakah Nak baik-baik saja”
“Maya baik-baik saja Bu”
“Tetap hati-hati dalam bergaul Nak...!!!”
“Iya Bu... Maya selalu jaga diri Bu”
“Jangan lupa makan Nak, kesehatan itu mahal”
“Udah dulu Nak, ibu mau siapkan makan malam dulu”
Assalamualaikum Nak”
Waalaikumsalam Bu, titip salam buat papa dan kakek”
Tiba-tiba, percakapan berakhir. Maya semakin rindu dan gelisah setelah mendengar suara ibunya. Rupanya, ibunya merasakan apa yang Maya rasakan.
Untuk hilangkan gelisah, Maya pergi ke dapur menyiapkan makan malam. Pada saat itu, arah jarum jam menunjukan Pukul 20:00. Maya membuat nasi goreng dengan telur mata sapi. Soal masak-memasak, Maya jagonya. Sedari kecil, Maya diajarkan mandiri. Salah satunya adalah memasak.
Usai memasak, Maya tak lupa membuat susu Dancow kesukaannya. Bagi Maya, kesehatan itu perlu dijaga seperti pesan ibunya “Kesehatan itu mahal.” Bagaimana kesehatan tidak dijaga? Jika perjuangan masih panjang. Lantaran perjuangan, Maya berani menginjakan kaki di tanah perantauan dengan tekad membara.
Maya makan dengan lahap, tak lupa mengucapkan syukur kepada Sang Kuasa yang masih memberikan kesempatan untuk menghirup udara lembut dan harum bau kota penuh dengan polusi. Tapi, Maya sadar tugasnya sebagai mahasiswa serta perannya sebagai perempuan.
Belum selesai gunda itu hilang dari pikirannya, Maya dihantui ingatan masa lalu tentang perempuan hanya berperan di sumur, dapur, dan kasur. Terus untuk apa kuliah? Kalau stigma itu masih melekat di zaman modern ini.
“Ahhhh.... Brukkkkk...”
Maya membanting gawainya di atas tempat tidur.
Maya merasa, kaum perempuan selalu diremehkan dengan tiga stigma itu. Maya punya keyakinan tersendiri demi membawa kaumnya menuju perubahan besar. Caranya bagaimana? Bagi seorang Maya, gagasan tentang solusi merangkul kaumnya memang tak mudah. Tapi, Maya tak kehabisan ide menuju tahap kesadaran kaumnya. Ada strategi taktik yang sudah disiapkan dalam catatan hariannya.
Seketika ingin melanjukan membaca novel Egosentris, Maya di-chatt oleh Rini.
“Jangan lupa presentasi besok May?”
“Presentasi apa Ri?”
“Aduh May, kok kamu lupa ya!!!”
“Benaran aku lupa Ri, soalnya banyak yang dipikirkan Ri” Jelas Maya kepada Rini.
“Memamangnya mikir apa, cowok ya?”
“Walah... boro-boro pikirin cowok.  Pacar aja gak punya”
“Haha... Ha...” Rini ketawa lepas.
“Kenapa ketawa Ri?”
Gak... lucu aja May, orang kaya kamu ko jomblo”
“Salah ya...!!! Kalau aku jomblo Ri?”
“Udah deh, jangan bahas lagi” Cegah Rini melerai percakapan tersebut. Tadi saya mau bilang.
“Kalau besok presentasi kelompok II tentang Apresiasi Sastra”
“Aduh Ri... Baru keingat, ternyata itu kelompokku. Berarti besok aku sama Rama yang presentasi. Makasih ya Ri, sudah ingatkan...!!!”
“Iya... Sama-sama May”
“Udah dulu... Siapkan mental May, Sempat besok banyak yang bertanya”
- - -¤¤¤- - -
Presentasi kelompok II segera dimulai. Maya berperan sebagai moderator, sedangkan Rama menjelaskan materi. Sesi pertanyaan pun dibuka. Kali ini hanya satu sesi dengan tiga penanya. Setiap pertanyaan dijawab dengan singkat, padat, dan jelas oleh Rama dan Maya. Sehingga Ibu Nana sebagai dosen mata kuliah Pengantar Sastra memberikan apresiasi kepada kelompok II.
“Mari kita berikan tepuk tangan kepada kelompok II...!!!”
Semua mahasiswa dalam ruangan memberi tepuk tangan dengan sorak-sorai yang dibuat-buat. Walaupun kebiasaan Ibu Nana selalu mengajak mahasiswa mengapresiasi setiap kelompok yang presentasi. Kali ini, raut Ibu Nana lebih bersinar. Raut ibu Nana terpengaruh oleh penjelasan dari Maya dan Rama yang begitu apik.
Tegas ibu Nana kepada mahasiswanya.
“Sttt... Stttt... Harusnya, setiap kelompok tampil seperti ini. Kalau boleh, melebihi dari kelompok II. Sebagai tim penyaji, harus punya persiapan matang. Apalagi bicara tentang Apresiasi Sastra. Gampang-gampang susah masuk dalam dunia sastra. Karena sastra punya ruang tersendiri. Mengkaji sastra, harus menggunakan barometer sastra. Baik itu metode, pendekatan, dan teori.”
Tiba-tiba, ruang kelas kembali hening.
“Ada lagi yang mau bertanya?” Maya bertanya.
“Tidak ada” Jawab Rini.
“Kalau tidak ada yang bertanya, kami akhiri presentasi ini”
Maya dan Rama kembali ke tempat duduk semula. Pelajaran Pengantar Sastra pun diperdalam lagi dengan tambahan penjelasan dari Ibu Nana. Itulah karakter Ibu Nana. Punya sifat keibuan yang luar biasa. Sehingga banyak mahasiswa yang menganggap beliau sebagai orang tua di dalam kelas. Selain memiliki sifat keibuan, Ibu Nana pun memiliki sifat yang lemah-lembut. Selama mengajar, beliau tidak pernah memarahi mahasiswanya. Beliau menganggap mahasiswa sebagai sahabat karibnya.
- - -¤¤¤- - -
Maya, membuka pintu kelas menuju perpustakaan setelah selesai kuliah jam pertama. Kali ini, Maya tak mau mengajak siapa-siapa. Maya butuh ketenangan, banyak yang heran dengan sikap Maya hari itu. Namun, langkah Maya terhenti ketika Dayat bertanya.
“Kamu kenapa May?” Tanya Dayat
“Kenapa Yat?”
“Soalnya... Kamu berubah...!!!”
“Memamangnya berubah jadi Power Ranger?”
“Bukan, tapi berubah jadi Batman...!!!”
“HAHAHA... HAHA” Maya dan Dayat ketawa.
“Bukan berubah jadi Power Ranger atau Batman May, tapi tidak biasanya kamu seperti ini. Kalau ada masalah curhat donk May. Sempat ada solusi diselesaikan bersama. Tidak enak, kalau kita sebagai sahabat, baru saling merahasiakan satu sama lain. Bukankah kita saling terbuka antara satu sama lain? Kalau kamu keberatan untuk cerita, gak apa-apa kok.” Jelas Dayat menenangkan Maya.
“Benaran Yat, tak ada yang aku sembunyikan. Cuman...?” Maya berhenti melanjutkan penjelasannya. Takut kalau Dayat tahu hatinya sedang gelisah. Makanya, Maya pun tunduk sambil memeluk buku yang di genggamnya itu. Maya merasa bersalah, lantaran menyembunyikan sesuatu dari Dayat.
“Cuman apa May?” Tanya Rama.
Udah deh... bisa tidak jangan memaksa!!!”
Kok kamu jadi marah May?” Tanya Rama dan Dayat secara bersamaan.
Maya berlari tinggalkan kedua sahabatnya. Rama dan Dayat jadi bingung. Mereka berdua pun tahu, kalau Maya tak bisa dipaksa, atau ditanya dengan nada tinggi. Karena Maya dididik dengan kelembutan seperti kapas dan dibesarkan dengan kasih sayang seperti air yang mengalir. Ketika ada yang bertanya dengan nada tinggi dan terkesan memaksa, maka Maya akan gemetaran serta ketakutan.
“Yat... tadi kamu kasari May?” Serang Rama.
“Tidak sob, saya hanya bertanya pada May. Itu pun dengan nada lembut kok
“Tapi, kenapa Maya sampai lari tinggalkan kita?”
“Mana saya tahu” Tangkis Dayat merasa disalahkan.
“Ya udah Yat... Maya butuh ketenangan. Jadi biarkan dulu dia menyendiri. Setelah membaik, baru kita dekati pelan-pelan”
Ada saatnya seseorang butuh menyendiri. Karena menyendiri mampu tenangkan gejolak; mampu menghilangkan amarah; dan mampu menghilangkan rasa dari setiap tekanan. Memang tak semua orang menyendiri dengan mudah masalah dapat diselesaikan. Akan tetapi, sedikit tidaknya ruang baru yang sedang menanti segera memberi asupan udara lembut. Memberi tambahan zona nyaman bagi mereka yang sedang marah.
Setiap orang butuh kebebasan berbicara, tapi jangan sampai kebebasan berbicara tak punya batas. Hingga membuat orang ain tersinggung. Banyak orang bicara dengan bahasa candaan, tapi lawan bicara merasa tersinggung. Hal seperti ini perlu dijaga dalam berbicara. Maka, pembicara harus melihat konteks. Yang paling penting, kita tau, karakter lawan bicara. Atau orang yang menyimak apa yang kita katakan.
- - -¤¤¤- - -
Patahan kata-kata, terus dikumpulkan Maya untuk naskah yang segera diterbitkan dalam waktu dekat. Patahan kata-kata itu, Maya mengumpulnya dari gubuk-gubuk tua; petuah-petuah; serta dari ragam bacaan. Maka, Maya terus mengumpulkan karyanya. Ketika karyanya kurang lengkap, maka Maya tambahkan lagi bahannya. Ketika merasa sudah cukup, Maya koreksi ulang editannya. Jangan sampai masih ada kesalahan naskahnya sebelum diserahkan ke penerbit.
Dari luar, Dayat dan Rama melihat Maya sedang membaca di dalam perpustakaan kampus.
“Ayo masuk...!!!” Dayat mengajak Rama.
“Jangan Yat, kamu tahu Maya sedang apa?”
Tu... Sedang nulis
“Iya... Saya pun tahu kalau Maya sedang menulis”
“Terus kenapa kamu tanya?”
“Ini orang” Lama-lama saya botakin rambutnya. Biar tidak tumpul cara berpikirnya. Maksudku bukan butuh jawabanmu Maya sedang menulis. Tapi kamu tahukan, Maya tak ingin diganggu kalau ada masalahnya. Karakter Maya berbeda dengan kita berdua. Setiap ada masalah, Maya selalu menulis.
Kok kamu tahu begitu dalam tentang Maya?” Tegur Dayat.
“Makanya, jangan kaku donk kalau jadi orang. Sahabat sendiri aja gak tau
Cie... Cie... Saya jadi curiga ni” Dayat mencibir.
“Bukann karena ada sesuatu yang saya sembunyikan  Yat, tapi kita harus tau mana kekurangan dan kelebihan sahabat kita. Biar ada masaah, kita tahu solusinya.”
“Mmmm... Bagaimana kita ajak Maya nongkrong di warkop?”
“Tumben kamu punya solusi kreatif?”
“Biar begini-begini... Tapi soal tenangkan perempuan, caraku tidak habis dimakan waktu”
“Awas ya...!!! Kalau otakmu ngeres” Rama ingatkan Dayat.
Memang harus diakui, kalau perempuan lebih suka dipahami. Perempuan butuh kelembutan dan kenyamanan. Itulah sedikit karakter perempuan yang tidak asing bagi laki-laki. Tapi perlu dicatat, tidak semua perempuan memiliki karakter yang sama. Jadi, tetap hati-hati dengan perempuan. Kalau perempuan adalah lempengan yang patah, maka segera sambungan lempengan tersebut agar segera utuh. Jadi, perempuan dan lelaki adalah sepasang juang yang selalu bergandeng tangan untuk bergerak bersama dan bicara lantang tentang perubahan. Baik itu perubahan bersama, mau pun perubahan secara pribadi untuk meraih mimpi.
- - -¤¤¤- - -
Maya semakin disadarkan dengan realitas yang terjadi disekitarnya. Maya mulai menyusun strategi baru dalam catatan hariannya. Lantaran, Maya semakin memandang dengan tajam pada keseharian yang dialami. Baik apa yang dialami bersama sahabatnya, dunia kampus, dan lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Benturan-benturan itu, membuat Maya semakin dewasa dengan cara berpikir. Maya mulai menggiring perlahan-lahan agar sahabatnya kembali ke kesadaran tugas sebagai generasi muda. Antara Rama, Dayat, Rini, Rani, dan teman kelas lainnya lebih mengakrabkan diri lagi dengan Maya. Mereka sudah sedikit tahu tentang diamnya Maya selama ini.
Tepat pukul lima sore, ada sebuah pesan masuk. "Apa kabar?" Rama bertanya pada Maya. Belakangan Rama jarang ke kampus. Karena ada urusan yang harus diselesaukan
Pasan Rama tak dijawab Maya. Karena bagi Maya "Rama menghilang tanpa ada kabar. Saat Maya membutuhkan, Rama selalu tak ada di sisinya." Ada bagian yang hilang dari kehidupan Maya. Walau Maya sudah lebih akrab bersama teman-temannya.
Tiba-tiba, langit yang di pandang Maya lewat kamar kontrakan berubah dengan turunnya hujan. Maya mengingat masa indah bersama teman-temannya. Terkhusus ingatan Maya tentang sosok lelaki. Maya menatap dalam-dalam rintik-rintik hujan. Hujan yang indah bagi yang berharap. Namun, yang ditnggunggu tak kunjung tiba. Kemanakah dirimu yang kurindu? Bukankah dirimu sudah mampu menenangkanku? Membuatku nyaman di sandaran bahumu.
Gawai Maya berdering kagetkan lamunan gadis itu. Maya melirik pada gawainya, muncul nama Rama. Maya tetap bersikeras untuk tidak mengangkatnya. Suasana jadi hening lagi bersama matinya deringan telepon. Hujan mulai redah; keadaan kembali semula. Maya masih tetap gelisah dalam kerinduan. Dan malam telah tiba mengusir Maya masuk dalam rutinitas catatan harian.
- - -¤¤¤- - -
Rama semakin heran dengan sikapnya Maya. Tak tahan dengan kepastian yang semu atas kesalahan apa. Rama beranikan diri untuk menelpon lagi Maya. Tapi tidak diangkat, kemabali lagi menelpon, tapi masih tetap sama. Tidak diangkat oleh Maya.
Pintu kamar kost Maya terketuk. Maya masih asyik dalam tidur panjangnya. Pintu itu, semakin keras diketuk. Kaget Maya. "Siapa sih?" Tiba-tiba pintu dibuka Maya. Kaget Maya bukan main. Maya persilahkan sosok lelaki berdiri di depan pintu untuk masuk.
"Silahkan duduk"
"Iya May... Makasih...!!!
"Kenapa tidak kasih kabar kalau mau datang?" tanya Maya.
"Kebetulan lewat, habis ketemu teman yang kontrakannya tidak jauh dengan May. Jadi aku singgah melihat May" Ucap Rama dengan nada kaku.
"Oh... begitu, atau rindu yang mengajak kemari?" Goda Maya.
"Rindu? Tidaklah... Saya hanya minta kepastian. Kenapa pesanku tak dibalas? Telponku tak diangkat. Memangnya apa salahku May?"
"Tak ada yang salah. Mungkin aku terlalu besar menaruh harap. Sampai saat butuh, sosok yang kunanti tak kunjung tiba. Susah memang kalau hanya mengerti. Butuh kepekaaan untuk memahami." Rama semakin heran dengan penjelasannya Maya. Karena bagi Rama. Maya adalah sahabat dan perempuan yang tekun. Tak lebih dari itu.
- - -¤¤¤- - -

Mimpi telah aku tempuh dengan semakin terangnya jalan menuju ke titik tujuan. Ketika semakin dekat, aku terobang-ambing dengan rasa. Di awal aku terlalu diam, sampai sepelehkan hati yang sedang gelisah. Semakin ke sini aku sadar. Tak cukup berdiam diri berlarut-larut. Butuh kepastian dari setiap teka-teki yang sedang dimainkan lewat sandiwara. Rama yang kunanti dengan keramahan, terlalu lama mengungkap. Padahal hatiku sudah terbuka lebar untuknya.


Makassar
Senin, 12 November 2018
By: Djik22

Komentar

Populer

FILOSOFI DAUN PISANG

Harapan dan mimpi dari setiap kepala tidak semua terpenuhi dengan usaha dan praktik. Tapi masih membutuhkan untuk saling dekat dan merespon segala polomik. Di masa yang akhir ini, perutmu telah melahirkan bayi yang masih merangkak dipaksa berjalan di kerikil jalan persimpangan. Dari rawat dan buaian, telah membuka mata batin, mengevaluasi adalah jalan yang tepat. Karena kurangnya menilai dari setiap sisi. Sehingga lahir dua persimpangan kiri kanan jalan. Mata telah terang, langkah sudah tepat, bersama sudah terpupuk, kesadaran mulai bangkit. Berdiri dan bergerak. Saatnya cahaya jadi penerang. Titipan amanah 20 21 11 14 jadi bahan belajar bersama. Filosofi "Daun Pisang dan Bidikan Panah yang Tepat" telah ditemui jawaban dan makna yang dalam. Dia bukan sekedar kata, tapi dialah nyawa setiap yang di dalam. Makassar, April 2017 By: Djik22

TOGAKU TAK IBU SAKSIKAN

Perjuanganmu ibu Mengantarkanku meraih mimpi Mataku lembab berhari-hari Setiap saat mengingat ibu Harapan ibu Aku tetap kuat Aku tetap melaju Tapi ibu Saat bahagiaku Takku tatap lagi ibu Wajah bersinar hadir dalam mimpiku Kala itu ibu Ibu Toga dan pakian kebahagiaanku Semua untuk ibu Togaku tak ibu saksikan Karena ibu telah tiada Yakinku ibu senyum melihatnya Tetap tersenyum di sisiku ibu Dua puluh tiga November dua ribu tiga belas Dua kali dengan angka tiga Ibu telah berbaring bergegas Makassar Minggu, 1 Oktober 2017 By: Djik22

PERLUKAH JEMBATAN PALMERAH?

Sedikit menggelitik, ketika wacana pembangunan jembatan Palmerah. Wacana ini, hadir di beberapa tahun terakir. Di tahun 2017, tidak kala seksi pendiskusian jembatan Palmerah. Maka muncullah pro dan kontra. Padahal merefleksikan wacana ini sangat penting. Kenapa Wacananya Jembatan Palmerah? Mari kita menganalisa secara seksama. Pertama, jembatan Palmerah adalah sejarah pertama di Indonesia bila terbangun. Karena menyambungkan dua pulau, yaitu Pulau Adonara dan Pulau Flores (Larantuka). Jarak jembatan Palmerah dengan panjang bentangan 800 meter akan dipasang turbin 400 meter. Kedua, persoalan proses pembangunan jembatan Palmerah dibutuhkan dana tidak sedikit. Diperkirakan dana mencapai Rp. 51 triliun. Hal ini, perlu dipikirkan. Karena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT pada tahun 2016 hanya mencapai Rp. 3,8 triliun. Sama halnya pemerintah mengajak kita mengutang dengan investor (swasta). Ketiga, jembatan Palmerah bukan proses meninabobokan masyarakat Flores Timur

ADONARA DALAM PUISI

Petuah kata sejarah Masih temani kaki untuk melangkah Dalam bayang-bayang ibu kuatkan hari Dalam jelmaan ayah pancarkan cahaya hati Hingga tebal awan kota Ingatkan suasan desa Dihimpit berdiri megahnya Ile Boleng Didekatkan Bukit Seburi tanah kampung Karena kitalah gunung yang berdiri Karena kitalah bukit yang menyapa Membawa bisikan bahari Ketika menghadap ke arah pantai Sampai kata dan petuah terus mengikut Wariskan api dari generasi ke generasi Tentang pentingnya menjaga kata Tentang indahnya memakai tenun ikat Maka... Tak kulupakan petuah indah dan keramat Tak kuingkari segala kata-kata bernyawa Di atas alam ditaburi darah dan air mata Karena air mata Bukan hanya tentang tangisan Bukan hanya tentang derita tanpa rasa Namun air mata darah tanda perjuangan Maka... Untuk mengingatmu yang di gunung Untuk mengenangmu yang di pantai Aku mengisi kata-kata lewat puisi Karena darah dan bisikan kata terus diasa Biar perang telah terganti buka dan pena

ANTARA (576)

Sering ada perbandingan pada kata 'antara' ketika diapit oleh kalimat. Antara kau dan aku ternyata banyak perbedaan, antara kau dan dia memiliki banyak kesamaan. Antara pacar dan mantan adalah orang yang pernah berlabu dan sementara bertahan. Baik terkandas di tengah jalan, mau pun mampu melewati batas getir yang melampau kesabaran. Namun, pada kata 'antara' seolah jadi misteri yang tersembunyi. Serupa kolom kosong yang disembunyikan dengan untain doa. Lalu, dipercaya menjadi sebuah legenda atau mitos. Bagaimana sesuatu yang dipercaya tapi tak pernah diinderai? Apakah setan yang berpenampilan putih pada malam Jumat hanya menakut-nakuti? Kemudian muncul pertanyaan, siapa yang menjahit pakian putih yang dipakai setan? Ulasan ini, aku dapati saat duduk di bangku SD. Sang guru selalu menakut-nakuti pada setiap siswa. Bahwa malam Jumat selalu ada tanda ketika melewati tempat-tempat gelap. Saat itu, aku dan kawan-kawan sebayaku selalu percaya. Namun, batang hidung p

KARYAMU TETAP MEMIKAT

Foto: Abdul Rahim (Khalifah05) Ketika doa-doa Telah kau panjat Dengan lemah-lembut Pada Tuhan Yang Esa Tak lupa pula Pintamu Pada para pendahulu Dengan merinding bulu-bulu Begitu dalam penghayatan Bersama angin Bersama waktu Bercampur masa lalu Maka... Yakin pun mendalam Tak secuil akan buram Tampak pada kaca belaka Namun ia selalu melekat Selalu mempererat Antara roh dan jasat Hingga karyamu tetap memikat Makassar Jumat, 21 September 2018 By: Djik22

PEMUDA SAHABAT PERUBAHAN (397)

Indonesia adalah negara yang terdiri dari ragam perbedaan. Baik suku, ras agama, budaya, dan corak berpikir. Inilah bagian kekhasan dari bangsa ini. Dengan kekhasan tersebut, maka tak heran bangsa Indonesia dikenal dengan kemajemukan dan menjujung tinggi perbedaan. Sebab perbedaan adalah varian dari semangat menuju persatuan. Belum lagi menerobos batas wilayah yang terdiri dari beberapa provinsi. Perlu kita menelisik lebih jauh lagi tentang bagaimana membangun tatanan bangsa. Supaya mampu keluar dari zona ketertinggalan. Ternyata, ketertinggalan adalah salah satu masalah dari apa yang dirasakan setelah revolusi Indonesia didengungkan. Walau merdeka secara pengakuan sudah memhudata sampai ke telinga anak cucu. Tapi pertanyaan besar yang harus dijawab, Kenapa merdeka secara praktik/ penerapan jauh panggang dari api? Ketika secara penerapan dalam kehidupan berbangsa mulai melenceng dengan dasar negara, maka harus kembali mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang telah diletakan oleh