Langsung ke konten utama

MENCARI [1]

Getirnya malam
Yang semakin kelam
Dalam asap yang mengepul
Pada ingatan yang menempel

Tempelan itu
Masih subur membisu
Sampai tak bisa terbuka
Untuk bercerita ke siapa

Karena ada saatnya
Kita memilih diam tanpa berkata
Tanpa mengumbar kata
Dengan murah terjual

Sedikit mahal
Tak jadi soal
Yang penting
Terus mencari sulu api juang

Maka...
Kau kalungi aku
Dengan cara menunggu
Kemudian mencari arti kata

Kata itu
Membuat rindu
Terganti bisu lagi
Sembari mengejar mimpi

Seorang pengkelana terlahir dengan jiwa besar. Yang selalu percaya pada kekuatan alam; kekuatan semesta yang tak bisa dilepaspisahkan dalam nafas-nafas para penghuni bumi. Maka para pengkelana selalu menghargai keharmonisan alam. Karena baginya, menjaga adalah ibarat mimpi yang terus dikejar. Biar akan menjadi budaya untuk anak cucu. Setidaknya mereka tahu tentang cara menjaga, bukan sukanya merusak. Inilah satu garis konsisten yang perlu diviruskan kepada generasi muda yang lain.
Bukan sebagai generasi muda yang sibuk pada pembahasan berita hoax. Kemudian ikut nimbrung menyebar berita yang kadar kebenaran jauh bumi dengan langit. Sampai semesta ikut tersenyum sinis melihat tingkah laku yang demikian.
"Bukankah generasi muda adalah sulu api juang suatu perubahan bangsa?"
Tanya Maya dalam hati saat duduk menyendiri di kamar kontakannya sambil merenungi porak-poranda dunia yang semakin membabi-buta. Ternyata, tak semua orang memikirkan hal-hal kecil tapi memberi dampak besar dan merugikan banyak orang.
Kondisi seperti ini, banyak kita temukan di mana saja. Baik di halaman kampus, tempat perbelanjaan, pinggiran jalan, dan kamar-kamar kontrakan. Akan tetapi, berbeda dengan Maya. Karena ia memilih diam untuk tetap berpijak pada sulu api juang.
Di samping tempat duduk Maya dikelilingi orang-orang, tapi saling diam dalam keadaan yang ribut saat asap ngepul para pengendara yang lewat dengan sombongnya. Mereka lebih memilih menatap layar gawai miliknya masing-masing. Inilah mental dari pengaruh tekhnologi yang merasuk pelan-pelan di masing-masing kepala generasi muda. Sepertinya, kesadaran seperti ini perlahan harus dirubah. Karena kesadaran itu perlu diasa. Biar kondisi lingkungan mampu membentuk buih nafas baru dan keberanian.
Sadar akan dirinya merasa asing di dunia arah langkahnya, Maya tetap percaya pada kekuatan jiwa. Karena arah langkahnya selalu berpijak pada kebenaran. Bukan pada kebenaran semu tapi kebenaran yang bertahan dan mampu robohkan suatu tatanan sosial yang bobrok. Hal ini, senada dengan teori-teori revolusioner yang didengungkan oleh para pendobrak sejarah. Namun, sejarah pun masih banyak yang tersembunyi dibalik naskah manipulasi. Sampai-sampai muncul kecurigaan objektif dari Maya. Tapi, maya masih tetap memilih diam sementara waktu untuk mengetahui kondisi di sekitaarnya. Biar mampu menyusun strategi untuk mendekatkan diri kepada siapa saja. Sebab, prinsip yang terus dipegang secara turun-temurun, yaitu ada saatnya kita memilih diam tanpa berkata; tanpa mengumbar kata dengan murah terjual.
- - -¤¤¤- - -
Keinginan itu, selalu mengajak untuk terus bergerak. Maka, Maya pun melangkah perlahan dari kontrakannya menuju kampus yang sedang memanggil lewat desiran lembut angin pagi yang segar.
Pagi itu, Rama duduk di pelataran kampus memainkan game di gawainya sambil marah-marah. Karena bidikan musuhnya selalu lolos dari kejaran senapan. Sebelum melanjutkan amarahnya, Maya menyapa dari jarak sekitar setengah meter tanpa disadari Rama.
"Pagi amat datangnya, takut dimarahin dosen?"
"Iya ni May, soalnya Pak Darsam selalu disiplin" Jelas Rama.
Tepat jam 08.00 semua mahasiswa masuk dalam ruangan untuk mengikuti mata kuliahnya Pak Darsam. Kebetulan Pak Darsam mengasuh mata kuliah Strategi Belajar-Mengajar. Semua mata tertuju pada Rama. Karena yang mereka tahu, Rama sering menghabiskan waktu di kontrakannya untuk main game.
"Ini bukan mimpikan?" Tanya Rini.
"Bukan, ini pemburu peluru"
Ruangan dipenuhi tawa dari teman-temannya Rama yang sering mengganggunya.
“Santai donk tatapannya coy"
Tegur Rama kepada teman-teman kelasnya yang suka usil.
Namun, Maya tetap mengambil posisi duduknya di bagian depan. Karena bagi Maya duduk di depan lebih menikmati apa yang disampaikan oleh dosen dan suara tetap jelas. Sambil menarik nafas pada udara yang sedikit pengap, Maya mengeluarkan novel Egosentris karya Syahid Muhammad dari dalam tasnya untuk dibaca. Karena bagi Maya, membaca adalah melawan; membaca adalah mengeja penuh penghayatan. Kemudian mengaya asa untuk tetap berjuang, maka teruslah membaca.
Ketekunan Maya membaca sudah terlatih sejak kecil oleh kedua orang tuanya. Makanya, budaya membaca tak bisa dilepaspisahkan dengan pribadi Maya. Apalagi, Maya sebagai mahasiswa yang selalu dikagumi oleh dosen dan teman-temannya. Akan tetapi, Maya tetap rendah hati dan menganggap segala apresiasi dari teman-temannya dan lingkungan sekitar adalah bibit unggul yang terus dirawat. Bukan hanya dirinya saja. Namun, setiap yang bernafas; setiap yang bernyawa harus mengeja asa pada buku, dan mendekatkan diri pada rasa ikhlas mengabdi. Apalagi sebagai generasi muda.
Sekitar lima lembar novel telah dibaca oleh Maya. Namun Pak Darsam pun tak kunjung tiba. Sampai suara cetus dari Rini yang duduk di pojok bagian belakang.
"Giliran dosen terlambat lima menit, pasti diizinkan masuk kelas"
"Tapi kalau mahasiswa?" Tanya Rama.
"Ya jelas...tidak bisa, karena mahasiswa harus tunduk dan patuh" Jelas Dayat.
Rini memasang wajah jengkelnya. Beberapa orang yang sepakat dengan apa yang dikatakan Rini, tapi ada yang hanya diam sambil menunggu perkataan Dayat selanjutnya.
Giliran Rama yang angkat bicara sambil mebungkuk memainkan game di gawainya.
"Tak usah mengambil keputusan untuk menilai sesuatu hanya dari satu sisi. Tapi cobalah menilai dari sisi lainnya juga."
"Sok bijak loh..." Protes Rini dengan nada heran.
Ruang kelas jadi ramai dengan perdebatan kusir yang tak ada ujung akhirnya. Karena di dalam ruangan kelasnya Maya, banyak yang selalu menghabiskan waktu untuk menunggu dosen. Atau mencari aktivitas lain biar tidak bosan.
"Tumben loh sebijak itu Ma?" Tanya Dayat
"Hahaha... semalam saya membaca di media online"
"Wah...wah... sudah mulai berubah ini sob?" Kata Dayat sambil mengeleng kepalanya.
"Perlahan-lahanlah sob"
Dayat dan Rama adalah teman akrab sejak pertama kali masuk kuliah. Mereka berdua tetap bertingkah ayaknya saudara kandung. Karena mereka sama-sama merantau di tanah orang untuk mencari ilmu pengetahuan.
Tepat jam 08.10, Pak Darsam melalui chatt online kepada ketua tingkat. "Assalamualaikum nak... Hari ini, bapak tidak masuk karena ada urusan mendadak."
Pesan dari Pak Darsam tersebut langsung diumumkan oleh Rani selaku ketua tingkat. Karena Rani adalah sosok berkharismatik dan tahu betul tugas dan fungsinya. Menurut isu yang berkembang, Rani disiapkan menjadi calon ketua BEM.
"Bilang kek... dari tadi kalau tidak masuk...!!!"
Omel Rini sambil mengangkat tas keluar dari ruangan bersama dengan teman-temannya. Tapi, bukan hanya Rini yang cerewet dalam ruangan, namun teman-teman lain pun membuat kegaduhan lewat perang celoteh. Mereka Merasa di PHP oleh dosen.
- - -¤¤¤- - -
"Mimpi terus memanggil dengan lembut bagi siapa saja yang tak putus asa. Maka, bermimpilah setinggi-tingginya dengan angan yang bebas tapi, jangan lupa berusaha untuk meraihnya. Karena mimpi tak bisa datang dengan sendirinya, melainkan butuh pergulatan ruang dan waktu bagi mereka yang terus berjuang. Maka tak ada kata terlambat dalam jiwa generasi untuk mulai bersaing dengan cara-cara sehat. Biar harmonisasi gagasan terus berjalan di atas tirai-tirai perbedaan sebagai ciri khas bangsa dan negara." Ungkap Maya saat menuruni tangga bersama Rama.
"Bagaimana kalau yang suka main game?"
Jujur, terkadang dunia hura-hura lebih menghantui saya. Sampai saya lebih nyaman ketika gawaiku selalu dibawa kemana-mana saat bepergian. Karena di saat ada waktu luang, gawai ini kugunakan untuk melanjutkan bermain game yang sempat tertunda.
"Gawai ini...seolah-olah jadi sahabat; jadi makanan pokok yang tak bisa ditinggalkan." Jelas Rama sambil menunjukan gawai miliknya kepada Maya. Namun Maya tetap santai mendengar respon Rama yang semakin memancing suasana.
Maya lebih nyaman dengan Rama, karena bagi Maya, Rama adalah sosok yang terbuka dan selalu membuat suasana jadi cair. Rama mampu menempatkan diri dalam gejolak suasana apa pun. Walau Maya pun tahu, apa yang menjadi kegemarannya Rama.
"Kita tak bisa menolak kemajuan tekhnologi, tapi...?" Sambil memikirkan lanjutan kata-kata Rama terpleset dari tehel.
"Hahhahaaa...." Ketawa Maya sambil menarik tangannya Rama dari tehel.
"Makasih ya May..." sudah merubah perlahan budaya saya seorang penggemar game Freefire. Namun, butuh ruang dan waktu untuk mengantarkan saya sebagai seorang pemuda yang bisa meraih mimpi.
"Santai Ma..." Sebagai sahabat, kita harus saling mengingatkan. Tugas kita sebagai generasi muda, menanggung amanah di pundak kita masing-masing. Inilah amanat yang diteruskan turun-temurun dari para pendiri bangsa.
- - -¤¤¤- - -
Ketika Maya nongkrong di kantin kampus yang penuh dengan kepala mahasiswa; beragam pemikiran, dan perbincangan seolah hangat ketika diperhatikan. Maya tak menyimak satu per satu dari apa yang bicarakan mahasiwa di sekitarnya. Karena bagi Maya, mendengar pembicaraan orang tanpa sengaja adalah tidak jadi soal. Tapi bagaimana sengaja menyimak apa yang disampaikan tapi bersifat rahasia oleh orang yang belum kita kenal?
Setelah memesan minuman di pemilik kantin. Maya menoleh ke samping, ternyata ada Rini bersama rombongannya yang mau nongkrong di kantin. Maya melihat di tangan Rini menggenggam beberapa kertas HVS.
"Bolehkah aku meminjam kertas itu?"
"Boleh May?"
"Emangnya mau nulis apa, puisi atau cerpen?"
Maya hanya menggelengkan kepala sambil menerima 10 kertas HVS yang disodorkan oleh Rini. Akhirnya Maya mulai menulis. Inilah karyanya Maya, entah tergolong cerpen atau pun novel. Tergantung pembaca yang berhak menilai. Sebab, Maya hanyalah pencipta karya atau pun sang kreator. Namun yang berhak menilai baik dan buruk; layak dan tidaknya suatu karya adalah kebebasan dari pada para pembaca atau penikmat yang bercengkrama dengan lautan kata-kata Maya.
Seorang pengelana harus bertahan pada benturan yang tak ada ujung akhirnya. Seperti terus mencari tentang kebenaran selama nafas masih berhembus,  selama raga masih bergerak, dan selama pikiran masih jernih. Karena sebagai generasi muda, aku masih percaya pada  kata motivasi “Sejarah dunia adalah sejarah anak muda”  yang punya peran serta dalam pergulatan zaman. Hingga berdiriku di tanah sejarah tempat Pancasila lahir. Inilah prinsip terkuat yang semakin mendarah daging di setiap arah langkahku. Prinsip hidup, harus disinergiskan dengan cita yang diimpikan. Maka, tak ada kata menyerah dalam merubah perlahan keadaan.
Lantaran aku dibesarkan lewat keringat petani, lewat kucuran darah air mata ibu yang terus menimang, dan restu alam semesta yang melindungi anak darahnya seperti aku ini. Karena ayah pernah berpesan kepadaku “Teruslah mencari segala anganmu, tapi ingatlah pengabdianmu dari setiap apa yang pernah kau ungkapkan” kepada orang lain. Akan sia-sia bila banyak bicara tapi tak mampu berbuat. Berarti, kepintaran bicara hanya memikat perhatian orang yang bersifat sesaat. Namun, sebagai generasi muda, jangan hanya memaniskan bibir dengan diksi-diksi yang menjulang langit. Seolah-olah mengajak khalayak hanya jago berkhayal seperti peran yang dimainkan lewat dunia layar kaca.
Ingatalah anakku “Apa yang ditampilkan di layar kaca, kebanyakan didesain rapi dan terstruktur.” Pesan sang ibu suatu ketika. Akan tetapi, ibu selalu punya cara tersendiri untuk menghibur hati dan membesarkan buah hatinya yang mulai dewasa.
Akulah anak petani yang dididik dengan cara budaya dan kekuatan agama. Saat aku lahir, semua bisa dirubah lewat tekhnologi. Hingga peran manusia mulai digantikan dengan tenaga mesin. Tak jadi soal segala dipermudah lewat kemajuan tekhnologi. Jangan sampai majunya tekhnologi, ruang gerak kita semakin sempit; semakin di depan layar gawai masing-masing. Dan menjauhkan diri dari realistas yang membelenggu. Jangan sampai juga, dalam kemajuan tekhnologi, stigma yang lahir adalah "Dunia selebar layar android dan sealus data GB"  coba disandingkan dengan pribahasa "Dunia tak selebar daun Kelor."
Kendala-kendala dalam nadi generasi muda, mulai treduksi dengan semangat zaman yang mulai cengeng; semangat zaman yang mulai manja. Apakah kita terus diamkan diri? dalam batas wajar sebagai manusia yang berprikemanusiaan. Aku kira, dunia tak memanjakan kita dengan tawaran tekhnologi, namun yang perlu kita lakukan adalah menciptakan ruang-ruang yang penuh dengan edukasi. Sehingga ada tugas di pundak kita, mampu dibagikan kepada orang lain untuk pengabdian. Makanya, perlu adanya edukasi yang merata. Apakah edukasi hanya dijalankan oleh partai politik? Atau para pemilik modal?  Ternyata tidak, edukasi politik adalah hak tiap warga negara. Baik melalui organisasi, komunitas, bahkan secara individu memberikan edukasi politik terhadap rakyat yang masih minim pemahamannya.
Jangan terlalu memberi harapan penuh kepada partai politik. Bagiku, hitung-hitungannya adalah kepentingan suara saat adanya pemilihan. Terus bagaimana dengan para pemilik modal? Pemilik modal pun punya hitungan tersendiri, yaitu hitungan untung-rugi. Jadi, cukuplah kita yang tidak punya kepentingan apa-apa yang terus menggodok. Siapakah itu? Iya... kita adalah mahasiswa. Karena mahasiswa adalah kaum pelopor/ pendobrak untuk menuju sebuah tatanan sosial masyarakat adil makmur. Atau 'menghapus penindasan manusia atas manusia dan penindasan bangsa atas bangsa.'
Inilah ajaran yang pernah kakek berikan padaku melalui cerita dongeng. Saat itu, aku masih duduk di bangku SMP. Kakekku adalah seorang pengagum Bung Karno. Beliau sering menghabiskan waktunya membaca buku-buku tentang Bung Karno. Setiap selesai membaca, ia selalu memanggilku untuk menyimak dongengnya. Kakekku lebih dekat denganku, dibanding cucu-cucunya yang lain.
Karena bagi pandangan kakek, aku adalah cucu pendiam dan suka menurut. Lantaran ada kemiripan yang khas antara aku dengan kakek. Misanya model hidung, alis, dan lesung pipi. Hidungku mancung seperti busur; alisku tipis seperti alis buatan; serta pipiku lesung menyerupai setengah lubang bakaran rokok pada benda plastik. Ada lagi satu kesamaan yang hampir lupa aku jelaskan dalam tulisan ini, yaitu mentalnya kakek adalah seorang petarung. Sebab, kakek salah satu pejuang kemerdekaan 45, tapi tak mau dijuluki sebagai seorang pahlawan. Karena kakek berjuang dengan semangat dan keihlasan sebagai bentuk pengabdian terhadap nusa dan bangsa. Sehingga namanya tidak masuk dalam daftar pahlawan nasional. Padahal, darah dan keringatnya pernah tumpah mengusir para penjajah. Maka, darah petarung itu mengalir di darah cucu kesayangannya. Kakek sering memanggilku dengan nama 'Mayang'. Karena semakin tua umur manusia, ucapan seseorang akan semakin kurang jelas. Apalagi kakekku yang sudah berumur 100 tahun. Kakekku masih kuat berjalan seperti seorang pemuda. Tak ada bantuan tongkat  menopang ia berjalan.
Adapun perbedaan antar aku dengan kakek. Kekek suka berbicara, sedangkan aku seorang pendiam. Sifat pendiam itu, aku dapatkan dari kebiasaan ayah. Karena ayah adalah sosok yang sedikit berbicara, tapi tekun bekerja.
Baik ayah, ibu, dan kakek punya cara tersendiri untuk mendidik generasinya. Yang menjadi ajaran penting dari ketiga sosok itu adalah mengajarkanku tetap membaca, menulis, tekun, dan selalu bertanya. Makanya sebelum masuk Sekolah Dasar, aku sudah bisa baca tulis. Sampai guru-guruku heran. Bagaimana aku bisa membaca dan menulis? Karena kakek punya perpustakaan pribadi di rumah. Ketika waktu luang, aku diajarkan secara bergantian. Ayah mengajariku menghitung, ibu mengajarkanku membaca, dan kakek mengajarkan aku mendongeng. Di dalam perpustakaan, banyak menyimpan koleksi buku. Jumlah buku pada Perpustakaan Mayang milik kakek sebanyak 2.222 buku.
Maka aku punya semangat besar untuk bermimpi. Ada pun mimpi yang terus kukejar ialah merawat koleksi buku di perpustakaan Mayang, memberikan edukasi politik terhadap rakyat yang membutuhkan, dan menjadi perempuan mandiri dan pemberani. 
Sebenarnya, masih banyak mimpi yang belum sempat kutuliskan. Namun ada cara tersendiri untuk mengetahui mimpi seorang anak petani. Ada pun bocoran untuk mengatehui tentang siapa aku sebenarnya, maka tetapah mengeja aku lewat kata-kata. Sebab, yang kutulis ini adalah permulaan. Cerita ini, akan lebih menarik bila bagian kedua tentang mimpi terus dieja dengan penghayatan mendalam.


Makassar
Senin, 12 November 2018
By: Djik22

Komentar

Populer

FILOSOFI DAUN PISANG

Harapan dan mimpi dari setiap kepala tidak semua terpenuhi dengan usaha dan praktik. Tapi masih membutuhkan untuk saling dekat dan merespon segala polomik. Di masa yang akhir ini, perutmu telah melahirkan bayi yang masih merangkak dipaksa berjalan di kerikil jalan persimpangan. Dari rawat dan buaian, telah membuka mata batin, mengevaluasi adalah jalan yang tepat. Karena kurangnya menilai dari setiap sisi. Sehingga lahir dua persimpangan kiri kanan jalan. Mata telah terang, langkah sudah tepat, bersama sudah terpupuk, kesadaran mulai bangkit. Berdiri dan bergerak. Saatnya cahaya jadi penerang. Titipan amanah 20 21 11 14 jadi bahan belajar bersama. Filosofi "Daun Pisang dan Bidikan Panah yang Tepat" telah ditemui jawaban dan makna yang dalam. Dia bukan sekedar kata, tapi dialah nyawa setiap yang di dalam. Makassar, April 2017 By: Djik22

TOGAKU TAK IBU SAKSIKAN

Perjuanganmu ibu Mengantarkanku meraih mimpi Mataku lembab berhari-hari Setiap saat mengingat ibu Harapan ibu Aku tetap kuat Aku tetap melaju Tapi ibu Saat bahagiaku Takku tatap lagi ibu Wajah bersinar hadir dalam mimpiku Kala itu ibu Ibu Toga dan pakian kebahagiaanku Semua untuk ibu Togaku tak ibu saksikan Karena ibu telah tiada Yakinku ibu senyum melihatnya Tetap tersenyum di sisiku ibu Dua puluh tiga November dua ribu tiga belas Dua kali dengan angka tiga Ibu telah berbaring bergegas Makassar Minggu, 1 Oktober 2017 By: Djik22

PERLUKAH JEMBATAN PALMERAH?

Sedikit menggelitik, ketika wacana pembangunan jembatan Palmerah. Wacana ini, hadir di beberapa tahun terakir. Di tahun 2017, tidak kala seksi pendiskusian jembatan Palmerah. Maka muncullah pro dan kontra. Padahal merefleksikan wacana ini sangat penting. Kenapa Wacananya Jembatan Palmerah? Mari kita menganalisa secara seksama. Pertama, jembatan Palmerah adalah sejarah pertama di Indonesia bila terbangun. Karena menyambungkan dua pulau, yaitu Pulau Adonara dan Pulau Flores (Larantuka). Jarak jembatan Palmerah dengan panjang bentangan 800 meter akan dipasang turbin 400 meter. Kedua, persoalan proses pembangunan jembatan Palmerah dibutuhkan dana tidak sedikit. Diperkirakan dana mencapai Rp. 51 triliun. Hal ini, perlu dipikirkan. Karena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT pada tahun 2016 hanya mencapai Rp. 3,8 triliun. Sama halnya pemerintah mengajak kita mengutang dengan investor (swasta). Ketiga, jembatan Palmerah bukan proses meninabobokan masyarakat Flores Timur

ADONARA DALAM PUISI

Petuah kata sejarah Masih temani kaki untuk melangkah Dalam bayang-bayang ibu kuatkan hari Dalam jelmaan ayah pancarkan cahaya hati Hingga tebal awan kota Ingatkan suasan desa Dihimpit berdiri megahnya Ile Boleng Didekatkan Bukit Seburi tanah kampung Karena kitalah gunung yang berdiri Karena kitalah bukit yang menyapa Membawa bisikan bahari Ketika menghadap ke arah pantai Sampai kata dan petuah terus mengikut Wariskan api dari generasi ke generasi Tentang pentingnya menjaga kata Tentang indahnya memakai tenun ikat Maka... Tak kulupakan petuah indah dan keramat Tak kuingkari segala kata-kata bernyawa Di atas alam ditaburi darah dan air mata Karena air mata Bukan hanya tentang tangisan Bukan hanya tentang derita tanpa rasa Namun air mata darah tanda perjuangan Maka... Untuk mengingatmu yang di gunung Untuk mengenangmu yang di pantai Aku mengisi kata-kata lewat puisi Karena darah dan bisikan kata terus diasa Biar perang telah terganti buka dan pena

ANTARA (576)

Sering ada perbandingan pada kata 'antara' ketika diapit oleh kalimat. Antara kau dan aku ternyata banyak perbedaan, antara kau dan dia memiliki banyak kesamaan. Antara pacar dan mantan adalah orang yang pernah berlabu dan sementara bertahan. Baik terkandas di tengah jalan, mau pun mampu melewati batas getir yang melampau kesabaran. Namun, pada kata 'antara' seolah jadi misteri yang tersembunyi. Serupa kolom kosong yang disembunyikan dengan untain doa. Lalu, dipercaya menjadi sebuah legenda atau mitos. Bagaimana sesuatu yang dipercaya tapi tak pernah diinderai? Apakah setan yang berpenampilan putih pada malam Jumat hanya menakut-nakuti? Kemudian muncul pertanyaan, siapa yang menjahit pakian putih yang dipakai setan? Ulasan ini, aku dapati saat duduk di bangku SD. Sang guru selalu menakut-nakuti pada setiap siswa. Bahwa malam Jumat selalu ada tanda ketika melewati tempat-tempat gelap. Saat itu, aku dan kawan-kawan sebayaku selalu percaya. Namun, batang hidung p

KARYAMU TETAP MEMIKAT

Foto: Abdul Rahim (Khalifah05) Ketika doa-doa Telah kau panjat Dengan lemah-lembut Pada Tuhan Yang Esa Tak lupa pula Pintamu Pada para pendahulu Dengan merinding bulu-bulu Begitu dalam penghayatan Bersama angin Bersama waktu Bercampur masa lalu Maka... Yakin pun mendalam Tak secuil akan buram Tampak pada kaca belaka Namun ia selalu melekat Selalu mempererat Antara roh dan jasat Hingga karyamu tetap memikat Makassar Jumat, 21 September 2018 By: Djik22

PEMUDA SAHABAT PERUBAHAN (397)

Indonesia adalah negara yang terdiri dari ragam perbedaan. Baik suku, ras agama, budaya, dan corak berpikir. Inilah bagian kekhasan dari bangsa ini. Dengan kekhasan tersebut, maka tak heran bangsa Indonesia dikenal dengan kemajemukan dan menjujung tinggi perbedaan. Sebab perbedaan adalah varian dari semangat menuju persatuan. Belum lagi menerobos batas wilayah yang terdiri dari beberapa provinsi. Perlu kita menelisik lebih jauh lagi tentang bagaimana membangun tatanan bangsa. Supaya mampu keluar dari zona ketertinggalan. Ternyata, ketertinggalan adalah salah satu masalah dari apa yang dirasakan setelah revolusi Indonesia didengungkan. Walau merdeka secara pengakuan sudah memhudata sampai ke telinga anak cucu. Tapi pertanyaan besar yang harus dijawab, Kenapa merdeka secara praktik/ penerapan jauh panggang dari api? Ketika secara penerapan dalam kehidupan berbangsa mulai melenceng dengan dasar negara, maka harus kembali mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang telah diletakan oleh