#Part 01
Gelombang besar telah membawa arus di babak baru. Yang bertepatan dengan rintihan tangis tanah lahir; ibu pertiwi yang terpesona hamparan indahnya alam. Tapi hanya dari beberapa orang yang menikmati. Entah keuntungan atau kesenangan dalam dunia untung rugi. Lalu sampai kapan peristiwa kegilaan melanggar kemanusian? Kapan pelanggaran Hak Asasi Manusia dihentikan?
Tepat bulan bahagia, yang tak ditemukan harapan penuh membalas kegagalan masa silam. Rasanya aku ingin menghindar dari segala kenangan buruk yang melanda. Biarkan sang penyinggah hati yang mengingat bertahun, tapi aku memilih tak ingat apa-apa. Karena akan mengganggu pola pikirku yang terjebak pada perasaan dan kenangan terpahit.
Biarkan damai jadi rahasia membuat hati tersenyum sambil kugandeng banyak kawan dan kenalan baru.
Kali pertama hitungan matematis, aku terharu sedikit bangga. Saat kutatap bayangan sesok misteri datang sampai lima kali. Saat itu dia berkata "Angka ganjil adalah angka sial. Ketika kau dilahirkan di taggal genap, bulan genap, dan tahun ganjil. Maka antara kesialan dan kebaikan agak sedikit berimbang". Rupanya ia mampu menebak keadaan diriku, kondisi rahasiaku, dan sesuatu yang tak pantas kuceritai.
Tapi kenapa dia begitu menyerangku lewat pertanyaan? Seolah banyak kecocokan; banyak kesamaan dalam rentetan pristiwa. Seolah aku dan dia dipertemukan dalam cerita novel dan bait-bait puisi. Karena apa yang kubaca; apa yang kueja; apa yang kuingat. Semua jadi pengulangan saat kami duduk di kantor wakil rakyat. Rupanya aku terjebak pada pertanyaan. Kalau pelan-pelan dia melakukan observasi untuk dituliskan kisah perjalanan hidupku. Walau dia bukan orang yang pertama menuliskan kisahku, tapi malah bertanya kepadaku "Akhir kisahnya mau dibuatkan sedih atau bahagia?"
Banyak pertanyaan yang tak dapat kuhitung satu persatu. Dimulai dari mana dan berakhir dipertanyaan apa. Seolah kurasai sepenggal cerita mengajakku menempuh jalur politik sebagai cita-cita muliaku. Tapi aku takut kalau terlalu dini masuk dalam ranah sistem yang mengikat. Sehingga kekokohan idealismeku akan luntur termakan arus kepentingan yang melupakan kesengsaraan.
Tapi satu komitmen yang kami bangun adalah tentang cinta. Dia pun membatasi dirinya untuk tidak menyimpan unsur kepentingan subjektif dalam merajut tali. Sebab keputusanku sudah bulat sebagai tekad, kalau kebanyakan lelaki menggunakan kata-kata bijak; kata-kata manis; serta seribu macam bahasa penenang untuk masuk ke alur nalar kehausan mereka.
Sekali ikrar tetap ikrar. Apalagi bicara soal masa depan yang telah kutanamkan dalam hati menuju usia yang ke tiga puluh lima tahun untuk meraih masa gemilang. Karena masa mudaku banyak kegagalan yang menimpah. Tapi aku tak patah arang menjalani hidup yang penuh dengan liku. Gersangnya hidup membuatku banyak habiskan waktu di tempat alam terbuka demi mencari ketenangan.
Adalah kecocokan; adalah mimpi; adalah hidup harus dijalani dengan lapang dada. Karena mata terangku, telinga sadarku, dan perasaan sabar kutimbang dengan segala matang-matang untuk memutuskan. Apalagi keputusuan pada lelaki, maka dengan tegas kukatakan "Kalau tak ada lagi kepercayaanku kepada lelaki. aku hanya ingin mengejar mimpiku dalam ranah politik. Tapi politik yang memberi dampak menuju masyarakat adil dan makmur".
Makassar
Rabu, 25 April 2018
By: Djik22
Gelombang besar telah membawa arus di babak baru. Yang bertepatan dengan rintihan tangis tanah lahir; ibu pertiwi yang terpesona hamparan indahnya alam. Tapi hanya dari beberapa orang yang menikmati. Entah keuntungan atau kesenangan dalam dunia untung rugi. Lalu sampai kapan peristiwa kegilaan melanggar kemanusian? Kapan pelanggaran Hak Asasi Manusia dihentikan?
Tepat bulan bahagia, yang tak ditemukan harapan penuh membalas kegagalan masa silam. Rasanya aku ingin menghindar dari segala kenangan buruk yang melanda. Biarkan sang penyinggah hati yang mengingat bertahun, tapi aku memilih tak ingat apa-apa. Karena akan mengganggu pola pikirku yang terjebak pada perasaan dan kenangan terpahit.
Biarkan damai jadi rahasia membuat hati tersenyum sambil kugandeng banyak kawan dan kenalan baru.
Kali pertama hitungan matematis, aku terharu sedikit bangga. Saat kutatap bayangan sesok misteri datang sampai lima kali. Saat itu dia berkata "Angka ganjil adalah angka sial. Ketika kau dilahirkan di taggal genap, bulan genap, dan tahun ganjil. Maka antara kesialan dan kebaikan agak sedikit berimbang". Rupanya ia mampu menebak keadaan diriku, kondisi rahasiaku, dan sesuatu yang tak pantas kuceritai.
Tapi kenapa dia begitu menyerangku lewat pertanyaan? Seolah banyak kecocokan; banyak kesamaan dalam rentetan pristiwa. Seolah aku dan dia dipertemukan dalam cerita novel dan bait-bait puisi. Karena apa yang kubaca; apa yang kueja; apa yang kuingat. Semua jadi pengulangan saat kami duduk di kantor wakil rakyat. Rupanya aku terjebak pada pertanyaan. Kalau pelan-pelan dia melakukan observasi untuk dituliskan kisah perjalanan hidupku. Walau dia bukan orang yang pertama menuliskan kisahku, tapi malah bertanya kepadaku "Akhir kisahnya mau dibuatkan sedih atau bahagia?"
Banyak pertanyaan yang tak dapat kuhitung satu persatu. Dimulai dari mana dan berakhir dipertanyaan apa. Seolah kurasai sepenggal cerita mengajakku menempuh jalur politik sebagai cita-cita muliaku. Tapi aku takut kalau terlalu dini masuk dalam ranah sistem yang mengikat. Sehingga kekokohan idealismeku akan luntur termakan arus kepentingan yang melupakan kesengsaraan.
Tapi satu komitmen yang kami bangun adalah tentang cinta. Dia pun membatasi dirinya untuk tidak menyimpan unsur kepentingan subjektif dalam merajut tali. Sebab keputusanku sudah bulat sebagai tekad, kalau kebanyakan lelaki menggunakan kata-kata bijak; kata-kata manis; serta seribu macam bahasa penenang untuk masuk ke alur nalar kehausan mereka.
Sekali ikrar tetap ikrar. Apalagi bicara soal masa depan yang telah kutanamkan dalam hati menuju usia yang ke tiga puluh lima tahun untuk meraih masa gemilang. Karena masa mudaku banyak kegagalan yang menimpah. Tapi aku tak patah arang menjalani hidup yang penuh dengan liku. Gersangnya hidup membuatku banyak habiskan waktu di tempat alam terbuka demi mencari ketenangan.
Adalah kecocokan; adalah mimpi; adalah hidup harus dijalani dengan lapang dada. Karena mata terangku, telinga sadarku, dan perasaan sabar kutimbang dengan segala matang-matang untuk memutuskan. Apalagi keputusuan pada lelaki, maka dengan tegas kukatakan "Kalau tak ada lagi kepercayaanku kepada lelaki. aku hanya ingin mengejar mimpiku dalam ranah politik. Tapi politik yang memberi dampak menuju masyarakat adil dan makmur".
Makassar
Rabu, 25 April 2018
By: Djik22
Komentar