Putaran arah jarum jam mengikuti,
Arah pikiran yang terpenjara,
Dalam nuansa kuasa batin,
Belum pantas diungkap,
Pada bidang umpan,
Yang sudah mulai,
Membuka pintu,
Lalu menegur,
Kemudian,
Terhenti.
Di depan,
Mata menagi,
Mengingat kelam,
Terbawa arus hitam,
Beri saksi air terjatuh,
Di pertemuan yang lama,
Tak dapat dihitung dengan,
Sekedar halusinasi khayalan,
Banyak memilih tanpa bahasa,
Apalagi berkata tanpa berhenti,
Yang tak bisa ditebak serasa buta,
Jalan yang tak ada arah penunjuk,
Hingga terbawa arus kebingungan uap,
Bak udara hanya dirasa tanpa dilihat,
Lewatkan perasa mulai mati terjepit,
Dengan tiada jawaban dari pemikat,
Dipinta atas nama kemesraan diri,
Tapi yang tiba adalah kegelisah.
Kenapa tanya tak dijawab?
Apakah hanya harapan?
Sengaja dimanja bisu,
Terus-menerus bisik,
Sampai sulit memaknai aliran darah,
Dengan tekanan gejolak urat nadi,
Mainkan peran kalahkan ingin,
Tak terkontrol arah ungkapan,
Buyar dengan sendirinya,
Hilang dengan perlahan,
Membalut waktu laga,
Di penghujung,
Keresahan.
Makassar
Senin, 30 April 2018
By: Djik22
Komentar