Ketika tutur bahasaku mulai melenceng, maka hakmu adalah untuk menegur. Tapi sampai sejauh ini, kekecewaan terbalut bersama gejolak massa yang digusur tanahnya: dibredel rumahnya; diusir dari lahan milik mereka sendiri. Sehingga marah dan kecaman kepada kaum yang berpakian rapi. Bukankah kau tahu tentang seberapa dalam kepemilikan hati? Atau kau golongkan aku sebagai pengacau yang suka berkoar menuntut keadilan?
Rasamu akan tetap kecewa, tapi itu belum seberapa. Karena kau dan aku hanya sebatas dua tubuh yang mau dijadikan satu. Hingga, terkadang menjadikan diri ini lupa pada tugas yang lebih besar, yaitu menjaga dirimu yang periang dan berdiri di barisan demi membela hajat hidup orang banyak.
Terkadang, aku harus berjalan di dua sisi; menjalankan tugas sebagai pelindungmu; menerima amanah yang lehih berat atas ketamakan atas nama sebuah pembangunan. Aku ingin, dari dua sisi ini kau ikutsertakan juangmu dengan cinta dan keringat. Supaya liku hidupmu adalah penuntun kaummu. Dan terang pilihanmu sebagai corak berdirinya para pengikut bergelut di medan laga.
Masalah tak akan usai, kalau kau tetap bersikukuh menyalahkan; saling bertahan pada ingatan buruk. Ini adalah kehidupan yang tak main-main. Akan berbeda bila bahasa rayuan untuk menenangkan hatimu. Tapi ini adalah melawan senjata dengan pengeras suara; melawan yang berdiri dengan tameng tapi aku menggunakan tangan kosong. Pasti mudah ditebak siapa yang kalah. Ingat, ini bukan kompetisi, akan tetapi ini adalah memancing kepada yang lain untuk berpartisipasi.
Apakah kau menjuluki aku penjahat yang kasar dengan julukan yang diberikan oleh mereka yang rapi itu? Atau kau memilihku untuk mengakui aku kalah biar kuhabiskan waktu terus bersamamu? Kukira kau dan aku sudah dalam pemikiran dewasa. Sehingga kita tak hanya dituntut untuk terus berimajinasi tanpa berbuat.
Atau kau malah membenci bila aku semakin berubah dengan sikap yang sedikit kasar? Lalu kau kirimkan kata-kata singkat seolah aku adalah orang asing. Aku tak ingin jadi orang asing yang didatangkan pemerintah untuk dipekerjakan di buminya Indonesia. Karena nanti kau dan aku akan jadi penganggur dan babuh di negeri sendiri. Terus bagaimana dengan golongan rakyat yang lain.
Maka, lepaslah kecamanmu yang berhari-hari. Biar kau juluki aku tipikal sedikit kasar dan kurang peka. Tapi sebagai manusia, jangan berpanjang-panjang merawat kebencian dengan air mata. Mengabiskan waktumu mengorek yang telah lewat. Masa lalu memang penting, tapi masa lalu yang memberi dampak kebaikan. Bukan tentang luka sejarah kehidupan.
Kamis, 22 Maret 2018
By: Djik22
Komentar