Tengah malam sekitar pukul 23.14, malam yang sunyi senyap. Hanya kudengar bunyi mesin pompa air yang menggikuti detak jantung. Getaran pada mesin menemani tangan ini, menulis karya dengan keringat melelah mengering tanpa dilap sedikit pun. Suasana berbeda, walau aku berteman bunyi-bunyi yang begitu asing. Sebab, ketika aku dilahirkan tak mengenal dunia modern. Hidup yang jauh dari keramaian kota.
Ternyata, malam adalah sebuah suasana yang menenangkan. Tak ada gangguan mengacaukan pikiran. Malah menambah semangat bertubi-tubi seperti terangnya lampu malam di kamar kediaman. Lampu yang kuistilahkan sebagai pembantu penerang.
Kalau dahulu orang-orang menggunakan penerang dengan lilin, maka sekarang lilin hanya ditemui dalam hajatan perenungan. Atau ada yang memakai filosofi lilin. Kata mereka "Jadikan diri seperti lilin; rela korbankan dirinya untuk menerangi semesta; menerangi orang lain biar keluar dari kegelapan." Ternyata begitu perkasanya sebuah penerangan. Sehingga zona kegelapan tak lagi berkuasa menemani pembodohan tanpa membaca dan menulis.
Tiba-tiba, suara mesin itu berhenti. Ternyata sudah berganti suara motor yang dengan kecepatan tinggi. Entah siapa yang membawanya; perempuan atau lelaki. Hanya malamlah sebagai saksi siapa gerangan di luar sana. Bayangan akan siapa, aku teringat kalau yang lalu-lalang adalah pemuda. Baik yang lelaki, perempuan, ataupun yang memaksa diri berganti penampilan.
Kenapa menghabiskan waktu begitu saja? Dimana peranmu ketika bangsa ini lagi diterepa dengan penindasan? Jangan bersikap masa bodoh sebagai generasi muda. Sebab, pemuda harus punya andil besar merubah bangsa dan tanah air ini. Karena negara sekarang mulai melepas tangan untuk membela rakyat yang sedang kelaparan; yang sedang menempuh pendidikan; yang sedang berjuang di tanah perantauan. Maukah bila kita berjuang bersama menuju masyarakat adil makmur? Atau takut bila negara hadir dengan benteng pertahanannya ketika suara dilantunkan?
Jangan pernah menyimpan ketakutan dalam jiwa; jangan memupuk rasa bosan menguasai hati. Jikalau dibiarkan, maka tak ada satu pun perubahan yang diraih dengan keberanian. Maka gunakanlah masa usia mengikuti perkembangan zaman, tapi jangan seperti Bunglon yang pandai berubah warna. Kalau itu berlaku, maka kau menjaga dirimu agar tetap aman dan selalu mengekor pada kepentingan tertentu.
Kepentingan berhubungan dengan manusia sebagai makhluk sosial. Tapi kepentingan dimaskud adalah demi kebutuhan hidup orang banyak. Lalu kau protes berdebat tentang kepentingan. Seolah negara dan variannya hanya butuh sebuah definisi. Ini dunia nyata yang penuh dengan ketimpangan, bukan dunia imajinasi yang hanya mengandalkan andai-andai berlebih; atau khayal yang indah.
Bila aku ditakdirkan sebagai lelaki dan kau sebagai perempuan, maka mari lantunkanlah suara dengan perbuatan; ragam konsep harus dipraktikan dalam tindakan nyata. Maka jadilah perempuan yang tidak hanya menerima takdir, tapi mampu berbuat untuk suatu perubahan.
Sebab Bung Karno telah mengatakan "Tak kala perempuan di dunia Barat sudah sadar, sudah bergerak, maka perempuan di dunia Timur masih saja diam-diam menderita pingitan dan penindasan dengan tiada protes sedikit pun juga." Maka begeraklah dengan melantunkan suara seperti ajakannya Katharina Brechkovskaya "Hai wanita Asia, sadar dan melawanlah!".
Makassar
Jumat, 23 Maret 2018
By: Djik22
Komentar