Doa terbaikmu selalu dikabulkan oleh Yang MahaKasih. Nasihat indahmu selalu didengar semesta. Dan harapmu selalu diiyakan oleh bumi. Hingga sampai kini, niatan baikmu dengan ingatan selalu membara dalam jiwa._______
Tahun genap kau lepas aku dari pelukan dengan hukuman jarak di ambang pintu rumah. Antara udara sejuk selalu menyengat memberi pikiran dingin. Dengan berat hati, aku melangkah pergi. Semua itu, atas restu dan doa-doa panjangmu setiap siang, malam, hingga cahaya menjemput pagi.
Masih terhitung dengan baik dalam ingatan angka-angka. Dengan ragam tanda keramat telingaku dibisiki "Jalanlah dengan kegembiraan. Walau yang kau tinggalkan adalah dengan tangisan. Tapi, mereka adalah orang-orang hebat yang mengantarmu dengan ketabahan hati. Sebab, mereka tahu kau akan pulang membawa sejuta harapan untuk menyelesaiakan sengketa yang selama ini masih terbungkus rapi.
Tepat di ajakan arah jarum jam memberi tanda. Aku harus berjabat tangan. Dan pasti ada air mata akan segera membanjiri wajah-wajah yang selama ini tersenyum bahagia. Seolah-olah, ada kehilangan yang harus diderita untuk beberapa hari, bahkan sampai memakan waktu berbulan-bulan.
Semua yang ada kusalami dengan hati yang dipaksakan untuk tetap kuat. Dan tepat di deretan terakhir, sebuah wajah keriput memelukku. Dan rasanya ia tak mau melepasku pergi terlalu cepat. Kupaksakan menarik diri dari pelukannya. Karena bahuku sudah dipenuhi air mata. Tapi, ia masih saja menangis, lalu mengucapkan amanat terakhir "Kulepasmu dengan air mata. Kelak kau akan tahu tentang makna dari air mata. Apalagi, air mata dari seorang perempuan tua. Jadi, jalanlah dengan kesucian hatimu wahai, cucuku."
○○★★★○○
Sebuah pristiwa yang sulit dilupakan. Dalam catatan perjalanan seorang pengelana yang masih buta pada deretan pengelaman. Karena ialah perjalanan pertama menyebrangi batas wilayah. Hingga lautan dan daratan akan tetap menjadi saksi bisu. Oh... sebuah nasib yang harus dimulai dengan jalan kemandirian. Meletakan semangat sebuah permulaan.
Udara bebas tetap kuhirup dengan mengingat kembali apa yang pernah terjadi di beberapa tahun silam. Apakah perubahan jati diri akan hilang dari pendapat umum? Tentang seorang anak muda yang dulu pernah nakal. Bagaimana jika di tanah perantauan ia tak menyesuaikan diri? Lagi-lagi pertanyaan itu tetap hadir dan melekat dalam lamunanku di atas kendaraan.
Tiga puluh menit waktu menikmati perjalanan panjang berdebu. Di kiri kanan tampak pohon-pohon indah yang turut memberi hormat untuk melepasku. Dan kutatap dengan mata terang. Kuhafali satu-persatu setiap panorama nusaku.
Benar saja, lajunya kendaraan menghilangkan hitunganku tentang jarak tempuh menuju pelabuhan. Hingga, keramaian tampak lalu-lalang dengan wajah-wajah asing. Iya, dermaga penugguan akan kutaklukan. Pelabuhan pertama akan kuhentakan kaki untuk mengucapkan "Selamat tinggal Pulau Pembunuhku, selamat berpisah sementara kenangan dan ingatan. Dan doa terbaik tak lupa kubisakan kepada Tuhan dan semesta. Kepada leluhur dan para pewaris peradaban. Lindungi arah langkahku menuju pulau penyebrangan."
Makassar, 26219 | Djik22
Komentar