Sumber foto: Pinterest
Aku hadir karena perjuanganmu
Dari tawa dan bahagia yang berkeringat
Dari waktu penuh pergulatan menghimpit
Hingga aku tahu tentang tangis tak malu
Saat itu aku pun tak tahu apa-apa
Karena pikiranku belum diisi menjalar
Karena duniaku sebelumnya berbeda
Pada sembilan bulan hitungan mundur
Maka...
Aku tahu tentang bagaimana sebuah rasa
Aku tahu tentang menjaga dan dirawat
Walau hari ini aku sedih karena kau pergi
Seketika terdengar kabar yang tak disiarkan melalui televisi. Karena tempatku belum seramai kota-kota besar. Kabar itu membawaku ke sebuah luka. Raut bahagia berganti sedih. Cerita yang penuh canda tawa diganti pilu akan nasib. Oh... terlalu cepat semua yang kutanggung.
Bukankah harapanmu aku tetap di sisimu? Kenapa semua jadi berantakan yang tak bisa kutolak dan protes? Seolah hanya dalam mimpi, tapi ini memang nyata. Sebuah kenyataan pahit yang harus diterima. Karena pergimu tak akan kembali. Meninggalkan cinta yang belum dibalas sepenuhnya. Dan membawa amal kebaikan menghadap pencipta. Hingga kenangan ini selalu abadi. Akan jadi cerita amal baik dan tak ada lagi celaan dan hina berlaku. Hanya ada air mata dan heran di setiap mata dan bahasa.
Aku yang hadir karena perjuanganmu. Dari usaha melawan waktu dengan keringat. Dan pundak serta jemarimu menjadi tulang punggung penghidupan. Kau mampu hadirkan aku di alam yang dinamakan bumi. Tapi, semua masih asing kalau dipikir mundur sembilan bulan ke belakang. Hingga aku belajar asa dan eja dari waktu ke waktu.
Tangan Tuhan dan bisikan semesta merestui. Diri ini tumbuh dewasa mengenal bumi dan isinya lebih luas lagi. Tapi, semua masih terasa setiap yang kudapat. Karena kau didik aku menjadi pribadi yang tak gampang menyerah. Biar berada di tanah kelahiran sendiri atau di tanah perantauan. Kita harus tetap bertahan sebagai generasi pewaris peradaban.
Sedikit tidaknya, semua yang kau pinta aku penuhi. Sampai, selembar kertas kuraih kau tiba dampingi aku di hari bahagia itu. Apakah kau masih tersengum mengingat kenangan itu? Atau semua hanya jadi tinggal cerita dan kisah?
Tak tega aku menatap lagi wajahmu yang mulai tua dan keriput. Sekiranya batas umur bisa ditambah, maka izinkan aku memanjatkan doa. Namun, doaku belum sepenuhnya terkabul oleh Tuhan. Karena Sang Pencipta lebih mencintaimu. Maka, resiko sebagai generasi dan keluarga adalah mengelilingi jasadmu. Iya, semua yang tiba karena melayat. Mendengar kabar dari rumah ke rumah. Dan berduyun ramai mendatangi rumah duka. Rumah yang kau jadikan tumpuan harapan dan nasihat. Kini hanya menyisahkan kisah dan mengikhlaskan kepergian. Ialah kepergian Ayah menemui rumah Tuhan.
Makassar
Minggu, 10 Februari 2019
By: Djik22
Komentar