Kau marah karena aku jarang beri kabar
Kau marah karena aku sering kabur
Dari garis dan haluan janji
Yang terus menagi-nagi
Aku sadar
Jika segala kau tagi dengan hati yang jujur
Namun aku belum sempat bertemu dirimu
Untuk saling melepas rindu
Maka...
Mari kita gantikan rindu dengan rasa
Biar bumi dan manusia tetap bersua
Tanpa lampiaskan marah pada semesta
Sudah lama kita berkenalan. Dari rentetan waktu yang terus berjanji. Namun, aku masih di sini untuk merenungi segala yang terjadi. Karena segala tekanan di atas semesta belum sepenuhnya diusir pergi. Aku tak ingin menjadi seorang penjajah atau para kompeni yang selalu menekan kemerdekaanmu. Tapi, akulah mata pena sederhana yang lahir dari pergulatan kata yang berwatak.
Belum lagi, kala kubuka sejarah yang penuh tabu itu. Segala larangan terus menghardik kemerdekaan berpikir. Apakah kau masih sadar dengan kata-kata yang kupesan dahulu? Tentang kemerdekaan seorang kaum muda yang dirampas. Bahkan diperkosa dengan bangga sampai digeser-diseret ke dapur. Aku tak ingin tugasmu hanya duduk di dapur dalam budaya patriarki. Namun, mari kita jadikan dua sejoli-juang yang selalu sadar dan peka melawan tanpa menyerah. Apakah kau sudah mulai menyerah dengan tingkah manusia yang ditampakan di atas bumi pertiwi dan benturan manusia Indonesia?
Belum lagi, hujan janji yang kau tunggu pun tak segera turun dari langit. Sampai, dirimu mulai bosan. Membuat perasaan dan dengungganmu terus menangi. Untuk apa kau menagi jika semua sudah jelas kukatakan? Atau kau mulai lupa dan mencoba untuk membenciku? Lagi-lagi kukatakan ulang "bahwa aku bukan seorang penjahat dan atau para pejabat yang suka menyalahgunakan uang rakyat" selama berkuasa. Tapi, akulah manusia merdeka yang lahir dari rahim purba penuh pergulatan.
Tak banyak yang kupinta darimu. Namun, hanya memberi pesan kembali untuk direnungi. Jika, saat kau tunggu "aku tak tiba, maka jangan tanyakan aku dengan rasa curiga. Karena aku masih mencari dan terus berjuang" di sebuah masa yang sedang menanti dan di sebuah waktu yang sedang menunggu. Maka, jangan 'marah' wahai manisku. Karena di waktu dekat ini, posisi cinta dan rasa kita sedang diuji. Sama seperti nasib rakyat yang terus ditaburi janji. Apakah kau ingat kalau ini musim politik sedang berkuasa? Atau kau berinsiatif menyewa orang-orang untuk menyogokku biar kita bertemu dalam satu meja-rindu?
Jangankan menyogok dengan uang. Dengan janji saja aku jarang percaya. Maka, kita jangan termakan janji yang bertele-tele wahai manisku. Sekiranya, segala marahmu sedikit-perlahan kau lantunkan dalam doa malam dan di deret waktu lima waktumu. Biar, tangan Tuhan dan semesta selalu memberi kode dan jawaban. Karena aku yakin. Purnama akan tiba. Pelangi akan muncul. Dan saat itulah aku muncul dari garis warna di langit itu.
Tetap tenang menanti dan jangan menjadi sosok yang lemah. Karena ajaran sejarah sudah jelas berkumandang. Sebentar lagi persatuan yang mewakili kita membawa dua warna bersejarah menujuh cita dan asa tanpa pasrah. Karena bahasa cinta persatuan yang menyatukan kita dari tanah air Indonesia yang kita pijaki. Maka, jadikanlah dirimu seperti dengungan lebah dan suara menggelegar seperti halilintar di musim hujan. Karena sebentar lagi aku akan memelukmu. Lalu, menceritakan tentang indahnya sebuah perjuangan sebagai kaum muda. Apakah kau masih mengizinkan dengan hati untuk aku datang kembali?
Makassar
Jumat, 8 Feberuari 2019
By: Djik22
Komentar