Sumber foto: Google
Luasnya alam purba
Mengasa eja merawat rasa
Dalam pelukan hangat tanah semesta
Dalam budaya penuh ragam warna
Gambarkan tentang sebuah pulau
Dari lilitan kewatek mengasah rindu
Tentang batas-batas patok cinta belantara
Masih dipertahan oleh bumi dan manusia
Ialah manusia yang tetap melestarikan budaya
Ialah bumi yang merestui setiap doa-doa
Dengan bisikan ikhlas bernada
Untukmu ibu pulau kami tetap menghormati
Untukmu ibu ketuban tanah yang memberikan pijakan. Tanpa keluh dari setiap keringat yang jatuh. Demi besarkan generasi yang berada di bumi. Ialah bumi budaya dari peradaban turun-temurun. Ialah manusia yang peka dan masih sadar pada sandaran kejujuran.
Hingga di tangga drama lakon zaman berganti. Masih tampakan wajah semesta menghalaui kewatek lilitan tangan inawae penari rindu. Dengan sabar menyulam lilitan benang jadi sebuah tenun. Gambaran umum tentang kekuatan jiwa. Terselubung benih-benih pengikat hati. Yang tak bisa dilupakan begitu saja.
Karena melupakanmu adalah sebuah kebutaan. Sebagai generasi yang tak mensyukuri pergulatan panjang penemuan motif. Yang memberi warna pembeda lantaran kelincahan imajinasi dan keuletan tangan. Maka, dari tanganmulah mata dunia mesih memandang dan memberikan penghargaan.
Wahai ibu rahim purba tanah Adonara penuh kramat dan bacaan mantra keajaiban. Dengan timangan kasih kandungan kaya-raya terhempas sampai ke laut. Menemui kesatuan para penunggu bahari. Menggantungkan hidup pada laut luas tanpa batas. Mengibas layar takdir mengasa pada ketentuan kuasa.
Sampai, terdengar doa-doa para pelantun penuh ragam. Meminta iba mengharap restu petunjukmu. Dengan kekuatan kata sebagai ciri kebertahanan. Dan terus alam membisikan lewat suara untuk jangan lupa pada setiap ajaran yang baik. Menggelegar jadi pedomaan kepercayaan. Ialah kekuatan kata-kata terucap beragam dan penuh keseriusan.
Maka, ingatkan manusimu yang mulai condong ke arah barat. Ajaklah semua kembali pada pijakan timur budaya tanpa sengsara. Hingga keegoisan tak melahirkan sebuah gengsi perang mulut menghunus dengki. Bertabur dendam penjara adu-domba merajalela. Sampai, tepat di sebuah keadaran untuk saling mengingatkan. Dan tak akan melupakan pesan penuh makna tergambar pada setiap budaya. Hingga sebuah catatan singkat untukmu ibu pulau tertulis dalam sajak sejuk tanpa kaget. Namun, saling kait-mengait pada diksi-diksi bertabur suara anak manusia.
Makassar, 24219 | Djik22
Komentar