Makassar, 5219 | Djik22
1
Demi sebuah cita dan asa. Kaki terus melangkah dan tangan terus menggapai. Tanpa harus penjarakan diri sebagai anak tiri.
2
Jangan takut pada ancaman apa pun. Karena tenaga kita masih kuat untuk terus melawan.
3
Udara dan bau farfum desaku pertahankan kebencian. Hingga jiwa ini terus terpanggil untuk perbaiki dari segala yang salah.
4
Ketika ragamu sudah dijeblos ke dalam penjara. Maka, jangan menyerah. Teruslah melawan.
5
Pemuda desa tak lagi takut dengan budaya feodalisme. Karena kami yang muda tetap sadar pada kebenaran.
6
Teringat bisik ibu dan petuah ayah. Bahwa, bergerak terus pada kebenaran. Jangan takut sama siapa-siapa.
7
Tanah dan pulauku selalu merestui setiap perjuangan yang didengungkan. Maka, tak ada kata 'tidak' untuk mundur membela kebenaran.
8
Jalan setapak terus kususuri. Kudapati anak jalanan yang butuh perlindungan. Mereka kehilangan orang tua dan segalanya.
9
Selama perjalananmu direstui oleh semesta. Maka, maju dan melajulah dengan pasti.
10
Angin yang kuhirup adalah Rahmat-Mu. Akulah hamba yang tak lupa pada segala perintah-Mu.
Makassar, 5219 | Djik22
11
Lorong-lorong itu tetap ditelusuri. Karena di sanalah muara jerit-tangis tak usai. Seolah minta dilindungi setiap saat.
12
Ketika kaki ini melangkah. Menatap ke sebelah kiri. Gerombolan pekerja rumah termangu menitikan keringat menguji waktu.
13
Aku melihat mereka sedang bergulat dengan waktu. Dari segala keganasan dan susuban kesulitan menghadang menghalang anak tangga.
14
Saat memasuki gerbang. Aura itu kurasakan lagi. Ialah aura kasih-sayang menambah semangat untuk dengungkan juang.
15
Saat mengetuk pintu. Tanganmu membuka dengan lemas. Karena kelaparan sedang berkuasa tanpa melepas takdir.
16
Pembaringanmu begitu lama. Dari lemah dan air mata. Aku yang bersaksi, ikut terharu dan sambil mencari jalan.
17
Tiba-tiba, air mata itu jatuh lagi. Menguak kemarahan dan meratap kesedihan. Kau masih tetap bertahan dan aku akan setia menemanimu.
18
Tengah malam, orang-orang lalu-lalang dengan suara tinggi. Satu dari diksi dan ragam ucapan meraka tak kumengerti.
19
Keributan yang berbudaya. Bertahan begitu lama. Hingga membuat kenyamanan terganggu dari suara-suara yang bergentayangan.
20
Muncullah suara lelaki sebagai penengah. Katanya, ia tunggu kekasih sebentar lagi tiba.
21
Suasana malam setengahnya ditutupi gelap. Muncul cahaya dari sorot mobil yang sedang parkir menambah imaji.
22
Kulihat cahaya sorot lampu itu. Tapak ibu-ibu sedang menggendong anak-anak untuk melepas kepergian keluarganya.
23
Semakin dekat arah kaki melangkah. Kutemukan sepeda yang diikat di atas mobil untuk dibawa keluar daerah.
24
Mobil yang sedang dikelingi ibu-ibu. Harus meninggalkan keluarganya. Karena jam malam sudah memanggil untuk berpisah.
25
Aku duduk menulis di pelataran rumah. Sambil melihat kucing peliharaan yang kelaparan. Dan kusodorkan cemilan melapis perutnya.
26
Untuk mengatasi lapar. Maka, niat sering merayu diri ke kios terdekat. Karena di sana banyak gantungan terpajang.
27
Bukan hanya kami yang menahan lapar di beberapa hari. Ternyata sahabat peliharaanku lima ekor pun meraung dan meminta makan.
28
Akhirnya, sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Kami saling berbagi. Biar dia adalah binatang liar dan dipelihara sekalipun.
29
Mereka yang lapar tapi terus bertahan. Karena mereka sadar. Di luar sana banyak yang lebih sedih lagi untuk bertahan hidup.
30
Dan kenyamanan itu, kudapati dari segala perenungan panjang. Hingga kunikmati segala yang tiba dan semua yang pergi.
Makassar, 6219 | Djik22
31
Gadis kaca mata itu menggunakan jam hitam di tangan kiri. Kutatap sepintas di dadanya tertulis angka 51.
32
Perempuan kerudung hitam menunggu antrian pesanan makanannya. Ia duduk termangu dan menghayal jauh.
33
Dua orang lewat dengan sapa yang biasa. Meminta diri untuk berjalan mendahului kami.
34
Di depan pintu gerbang. Dua perempuan mententeng kresek sambil menawari senyum.
35
Penjaga warung sedang menghitung pendapatannya. Tampak jelas rautnya di balik kaca tanpa noda.
36
Anak kecil berbaju bola warna merah berjalan bebas. Seolah ia sedang bahagia melalui waktu.
37
Dua anak imigran lewat saat aku duduk di atas motor. Mereka berjalan dengan gembira melewati tepi jalan yang ramai dengan kendaraan.
38
Sang puja yang kelaparan. Sedang menunduk pada plastik hitam terisi lauk-pauk yang segera disantap menjawab lapar.
39
Baju putih bergaris hitam. Menatapku dengan sinis. Seolah-olah akulah orang gila yang menuyusun kata tentangnya.
40
Motor itu berhenti di depan tempat dudukku. Kami tak saling tegur. Ia pindah dari posisinya menambah antrian di warung Ayam Geprek.
41
Ibu kost menggangguku dengan sapa yang alai. Rupanya ia teringat masa mudanya.
42
Anak kost yang kukenal itu. Menjabat tanganku dengan rasa yang mendalam. Ia senyum dengan segala tanyaku.
43
Kawanku membantu sang puja dari ketidakberdayaan. Ia mendekatiku dengan pikulan galon yang dibawa.
44
Sang puja mengucapkan terima kasih. Karena sudah membantu angkat galon walau pun setengah jalan.
45
Aku yang sedang menulis. Menyambut kawan yang tiba. Kuucapkan terima kasih kerena sudah membantu setengah jalan dari barangnya sang puja.
46
Dia yang lapar. Menawariku makan bersama. Karena ia tahu aku sedang diamuk oleh kampung tengah.
47
Kami saling senyum. Karena badai satu minggu telah dilalui tanpa menyerah. Setidaknya kita mampu melawan waktu.
48
Anak itu, masih duduk di bale-bale. Ia mengajak ibu tua untuk bercerita. Sampai, mencurahkan isi hatinya.
49
Lahap ia santap segala yang dibeli. Energinya pulih kembali. Tak lupa ia mengucap syukur kepada Allah.
50
Akhirnya, aku sampai di deret-susunan kata bernomor 50. Maka, nantikanlah Catatan Perjalanan selanjutnya wahai sang kekasih.
Makassar, 9219 | Djik22
51
Kita saling bisu di balik tempat teduh. Saat itu, hujan turun dengan deras dan berhenti dalam waktu lama.
52
Semua terasa asing. Padahal, kita semua sudah saling kenal. Entah apa yang menjadi alasan. Aku pun tak tahu.
53
Lagu rindu itu diputar kembali. Mengajarkan tentang pentingnya menjaga rindu. Dan tetap setia hingga menutup mata.
54
Generasi bisu yang suka mengasingkan diri. Dalam kamar kost dan kasur empuk. Hingga terus menekan tombol-tombol itu.
55
Aku terbaring dengan gigi yang kesakitan. Sambil menari dengan deretan aksara. Biar, kelak ia masuk dalam catatan kisah.
56
Orang tua tak berbaju lewat. Ia marah dengan bahasa yang tak kumengerti. Semoga bukan aku yang dimarahi.
57
Aku di sini untuk menulismu. Maka, tenanglah di dudukmu. Biar kata-kata ini terus telanjangi ketamakanmu.
58
Tukang bentor datang mengantar penumpangnya. Ia turunkan televisi. Melihat badannya aku terharu. Karena diguyur keringat dan air hujan.
59
Lekaki nakal bersarung menikmati mimpinya. Ia hanyut dalam pelukan yang sebentar lagi meninggalkan kota persinggahan.
60
Kota sebentar lagi akan dilanda banjir. Karena hujan tak henti-hentinya menangis. Sampai, orang-orang tak bisa pergi ke mana-mana.
61
Ibu baju biru sedang memotong ikan. Setianya dengan kasih sayang untuk membesarkan anak manusia.
62
Suara ibu kamar sebelah menasihati anaknya. Mengingatkan padanya, jangan pernah menyerah menghadapi setiap cobaan hidup.
63
Tulisan kiri-kanan berwarna kuning tua menyejukan hati yang sedang dalam penungguan.
64
Saat sang puja tidur. Pintu lemari itu jatuh. Hingga mengagetkannya dalam tidur nyamannya.
65
Dia terus menunduk menekan tombol berwarna. Tanpa memedulikan orang di sebelahnya sedang kelaparan.
66
Anak itu berjalan langkahi kabel terminal. Kipas angin yang sedang berputar tiba-tiba berhenti.
67
Adik hidung mancung ini mengabari ibunya. Kalau sebentar malam ia akan berangkat bertemu di Kota Patimura.
68
Gadis celana pendek berjalan di depan pintu. Sambil mententeng ember putih. Lalu, melantunkan suaranya dengan merdu. Aduhai menggoda hati.
69
Dia membuka lagi laptopnya. Mencek kembali tugas kuliah yang tertinggal. Sampai, ketakutan pada nilai akan bermasalah.
70
Keras suaranya menentang ketidakadilan membuat aku terpesona. Karena inilah adalah semangat anak muda harapan bangsa.
71
Anak kecil berbaju merah kepala botak. Duduk di samping kanal sambil bermain genangan air.
72
Jejeran orang berdiri mengantri. Menunggu kendaraan yang tepat untuk dinaiki. Biar menuju tujuan pulang.
Makassar, 12219 | Djik22
73
Harusnya kita selalu komitmen pada setiap kesepakatan. Biar semua tak jadi sia-sia dimakan janji dan menjadi kecewa.
74
Segala kata yang kukirim. Terlalu lama kau balas. Sehingga membuat aku bosan untuk terus menunggu.
75
Jangan kau sepelehkan kata. Karena setiap kata mempunyai nyawa dan pristiwa sendiri.
76
Ia yang rajin membaca menyerahkan miliknya padaku. Karena ia tahu bagaimana saling mengerti dan memahami.
77
Lima jam aku menunggu. Lima hari aku berharap balasan kata-katamu. Tapi, ia tak kunjung tiba.
78
Jangan kau salahkan aku yang mengajarimu mandiri. Karena aku ingin kau jadi orang sukses tanpa dibonekai.
79
Tak ada waktu yang kita biarkan lewat begitu saja. Karena setiap waktu kita selalu fokus pada membaca dan menulis.
80
Aku menunggu kata-katamu di bait ke dua. Di baris ke empat. Biar kubalas lagi menjadi sebuah catatan bersambung.
Makassar, 14219 | Djik22
81
Ia terbaring lemas. Seolah, sakit parah telah menimpahnya. Tapi, ia selalu bahagia dalam pembaringan.
82
Saat itu aku marah. Karena ketenanganku diganggu. Padahal, ia ingin bermesraan denganku.
83
Lembaran-lembaran asa itu tak usai dibaca. Karena ketebalannya mengalahkan utang negara. Setiap saat akan menambah terus-menerus.
84
Sabatku berteriak lebih kencang. Karena persediaan hari ini sisa sedikit. Namun, mereka juga memahami keadaan.
85
Suara adzan mulai ramai. Aku siapkan diri untuk menghadap Allah.
86
Malam ini memang berbeda. Tiba-tiba aku teringat wajah bunda. Wajah yang mulai bergaris.
87
Air keran itu berbunyi lagi. Lelaki itu sedang wudhu di tempat yang agak gelap.
88
Sudah dua hari, kekasihku kesal dengan keadaan. Hingga ia selalu mencari alasan untuk pulang ke tanah kelahiran.
89
Banyak kode rahasia yang dikirimi setiap malam. Seolah-olah hidup adalah teka-teki yang terus disi dengan jawaban.
90
Aku ingin mencapai puncak istimewa ceritamu. Maka, lembar demi lembar akuj memilih jeda sebentar. Biar segera kita kembali berselingkuh dengan kata.
Makassar, 15 Ferbruari 2019
91
Orang-orang berbondong-bondong mencari referensi.
92
Tepat pukul dua puluh 50, aku menatapnya dengan penuh perasaan.
93
Tangannya menari-nari pada setiap jejeran yang tersusun rapi.
94
Pada wajah mulusnya, kutemukan arti rasa yang berbeda.
95
Gadis kaca mata itu bilang, buku ini terlalu mengawang-ngawang.
96
Aku kaget, ketika sastra dia tak anggap penting saat kami berada di dalam toko buku.
97
Ia tetap setia menemaniku. Biar berhadapan dengan sampah ia tetap nyaman.
98
Kehausan membuat kekasihku bertamu di toko itu. Pulang ia bawa oleh-oleh untuk kami cicipi.
99
Dia kaget, kala tanganku nakal menggerakan jemari di atas keynoard android
100
Tenanglah, Sayang. Aku akan pulang menemuimu. Biar kita merajut kisah kembali.
Makassar, 25219
101
Dua kali kau datang mengetuk hatiku. Tiga belas kali kau menyapa bahagia. Yang mulai dengan bahasa ragu-ragu. Yang kujawab tanya penuh asa.
102
Sebuah cinta yang hilang. Saat itu, kau tiba dengan sulamanan tenun. Membangkitkan raga lewat senyum dan sapa. Hingga aku masih tetap berdiri mengagumimu.
103
Doa terbaikmu selalu dikabulkan oleh Yang MahaKasih. Nasihat indahmu selalu didengar semesta. Dan harapmu selalu diiyakan oleh bumi. Hingga sampai kini, niatan baikmu dengan ingatan selalu membara dalam jiwa.
Makassar, 27219 | Djik22
104
Mencoba lagi. Pada beberapa kali kegagalan. Pada beberapa kali kesialan. Untuk meraih sebuah mimpi. Yang dijanjikan dengan tekanan.
105
Kau ajarkan aku tentang cinta. Kau rawat aku dengan rasa. Hingga aku tumbuh dewasa. Menjadi pribadi yang selalu peka.
106
Rayumu cukup berbahaya. Tekanan katamu begitu mematikan. Membuat aku terus waspada. Pada serangan berikut yang belum bisa dipastikan.
107
Tak akan kujual cinta ke lain hati. Selama kau masih di sisiku. Tak akan kugadaikan rasa ini. Bila kau masih bersandar di bahuku.
108
Sebenarnya tak ada air mata. Bila kau tetap setia. Tak ada rasa dendam. Jika kau tak tak kecewakanku dari pagi ke malam.
109
Episode baru segera dimulai. Banyak yang mewanti-wanti. Tapi, aku sudah memberi kabar. Bahwa kejujuran tak akan kabur diusir.
110
Doa-doamu membuat aku tenang. Dalam perjuangan yang terus bergelombang. Tanpa henti mengucap syukur. Pada segala rahasia yang terus menjalar.
102
Sebuah cinta yang hilang. Saat itu, kau tiba dengan sulamanan tenun. Membangkitkan raga lewat senyum dan sapa. Hingga aku masih tetap berdiri mengagumimu.
103
Doa terbaikmu selalu dikabulkan oleh Yang MahaKasih. Nasihat indahmu selalu didengar semesta. Dan harapmu selalu diiyakan oleh bumi. Hingga sampai kini, niatan baikmu dengan ingatan selalu membara dalam jiwa.
Makassar, 27219 | Djik22
104
Mencoba lagi. Pada beberapa kali kegagalan. Pada beberapa kali kesialan. Untuk meraih sebuah mimpi. Yang dijanjikan dengan tekanan.
105
Kau ajarkan aku tentang cinta. Kau rawat aku dengan rasa. Hingga aku tumbuh dewasa. Menjadi pribadi yang selalu peka.
106
Rayumu cukup berbahaya. Tekanan katamu begitu mematikan. Membuat aku terus waspada. Pada serangan berikut yang belum bisa dipastikan.
107
Tak akan kujual cinta ke lain hati. Selama kau masih di sisiku. Tak akan kugadaikan rasa ini. Bila kau masih bersandar di bahuku.
108
Sebenarnya tak ada air mata. Bila kau tetap setia. Tak ada rasa dendam. Jika kau tak tak kecewakanku dari pagi ke malam.
109
Episode baru segera dimulai. Banyak yang mewanti-wanti. Tapi, aku sudah memberi kabar. Bahwa kejujuran tak akan kabur diusir.
110
Doa-doamu membuat aku tenang. Dalam perjuangan yang terus bergelombang. Tanpa henti mengucap syukur. Pada segala rahasia yang terus menjalar.
Komentar