Sumber foto: Pinterest
Malam tanpa suara
Termangu pada bulan yang menyapa
Kutemukan relung mata purba
Pancarkan cahaya dari langit hitam bersua
Kala itu laut mengibaskan arus
Mengalakan orang-orang yang rakus
Dan akulah saksi hidup dari sejuta nyawa
Yang sebentar lagi jadi petualang aksara
Maka...
Aksara itu selalu bermunculan tanpa henti
Seperti pintamu pada gelombang sunyi
Dan kau ceritakan tentang pulaumu padaku
Terlalu lama aku termangu di pinggiran pantai sebagai saksi hidup. Seolah-olah akulah deretan anak-cucu yang mulai diuji jeruji batu kerikil dan tebaran pasir menggoda asa. Namun, ketenangan menjadi kunci pusaka kebertahanan satu-satu yang tersisa. Ia kudapati dari bisikan perempuan pulau rahim purba dan amalake penjaga semesta raya nusa rasa Ado dan Nara lama disarungi parang dan tombak.
Semua orang menceritakan pulaunya dalam tiap kertas dan jadi naskah bersejarah bagi generasi. Namun, ketika kudapati ceritamu di tengah malam yang sepi. Bahasamu keluar dengan desahan bernadi seolah ada bisikan yang masuk dalam dirimu. Maka, aku menatap secara teliti setiap bahasa yang keluar dari bibir manismu.
Nona, sekiranya kau adalah sebuah nama dan ciri khas. Maka, kita adalah warisan yang lahir secara turun-temurun dari pergeseran ruang dan waktu. Karena, moyang kita punya cara tersendiri untuk mengarsipkan setiap kisah dalam ingatan. Hingga kisah sejarah dilanjutkan lewat tutur bahasa kala bangun dan tidur. Ah... Nona manis aku ingin mendengar kesamaan ceritamu dari rumpun serahim nusa lama jaya berkibar kain merah putih yang pernah di tancapkan di atas gunung-gunung.
Tapi, cerita darimu sulit kudapatkan. Karena kita kekurangan bahan yang harus dibuka. Sekiranya, pencarian akan terus berlanjut. Biar pulaumu itu terus dijelajahi. Maka, mari berpegang tangan Nona dalam sapa yang kusamarkan namamu. Hingga sebuah waktu yang sepi, kita selalu mencari dan terus mencari. Menyapai ragam misteri dari Ile Ape yang keluarkan asap mengepulnya. Sampai tampak jelas dipandangi begitu dekat dari arah Ile Boleng yang menjadi saksi antara proses kelahiran dan penemuan atadiken.
Hanya sepenggal kisah yang kudapatkan dari tiap aksaramu wahai Nona. Namun, ini adalah pencarian pertama dalam jejak-jejak purba yang masih banyak tersembunyi. Harapan kita adalah mata selalu menatap, telinga selalu mendengar, dan jiwa-jiwa besar selalu tertanam. Biar parang yang diapit menjaga dirimu kala musuh yang mengganggu. Dan tombak yang kupegang akan melindungimu setiap bahaya tiba.
Sampai di sebuah waktu mengantar pulang ke nusamu. Kau bahasakan padaku di pinggir pantai.
"Maafkan aku, Ama. Yang tak bisa menceritakan tentang pulauku. Tapi, janjiku di pertemuan berikut. Aku akan membawa bahan dari proses penggalian untuk berbagi kepadamu. Tetap tenang sebagai lelaki Pulau Pembunuh. Jangan sesekali kau lukai orang lain dengan parang dan tombak perkasamu tanpa mencari duduk perkara. Karena kita bisa mengantikan kedua senjata itu dengan buku dan pena. Karena kita adalah generasi pelanjut yang tak boleh menciptakan perpecahan sebagai atadiken Lamaholot. Dan tataplah mataku ini, Ama. Setiap bahasaku keluar penuh dengan suara-suara suci. Jadi, percayalah pada bahasa ibu dan perbuatan inawae Lamaholot yang sering dikisahkan. Biar kau dan aku selalu mengasa kata dengan ketulusan dan mengumpulkan aksara dengan perenungan tanpa cumbu-rayu zaman membuta. Terima kasih telah pengantarku di pinggir pantai sunyi ini Ama. Aku akan pulang ke rumah dan nusaku. Kukirimi kode bila aku tiba lagi di pulaumu."
Makassar
Senin, 11 Februari 2019
By: Djik22
Komentar